Samantha mendengus ketika angkot yang ditumpanginya berhenti lagi untuk kesekian kalinya. Tentu saja untuk menaikkan penumpang baru, padahal di dalam sudah penuh sesak didominasi anak sekolah yang mengejar waktu agar tidak terlambat sampai di depan gerbang sekolah.
Mungkin sang sopir menganggap para siswa hanya membayar separuh harga sehingga membuat sang sopir bersikap seenaknya sendiri. Padahal kan mereka juga penumpang.
"Ayo neng masih kosong kok," ucap sang sopir yang langsung di jawab protes tidak setuju dari beberapa penumpang.
"Aduh ini sudah penuh Pak, kok dibilang kosong sih!" protes seorang gadis berseragam putih abu-abu.
"Pak kalo nyari duit gak gini juga, kenyamanan penumpang juga harus diprioritaskan." Ucap salah seorang penumpang lainnya. Seorang bapak-bapak berkumis tebal bak selotip hitam. Pakaiannya yang tadinya rapi kini berubah acak-acakan karena berdesak-desakan dengan penumpang lainnya.
Sang sopir menoleh ke belakang lalu berseru. "Ini masih bisa satu lagi kok neng. Ayo naik neng, sebentar lagi anak sekolahan kosong kok."
"Aduh Pak, segini aja gue udah seperti kejepit gajah malah mau ditambahi penumpang lagi! mending gue naik bajaj aja tadi!" sahut Samantha kesal hingga ia mulai mengerucutkan bibirnya sebal.
Memang benar penumpang yang duduk di kanan-kiri nya berukuran di atas rata-rata.
Seolah tidak mendengar, sang sopir bertanya lagi ke arah calon penumpang barunya.
"Gimana neng? mau gak?"
Perempuan bercelana jeans dengan kemeja kotak-kotak di luar itu menggeleng. Seolah menyadari akan protesan dari para penumpang yang ada di dalam angkot tersebut.
"Tuh kan Pak, ayo berangkat," dengus Samantha.
"Iya-iya" sang sopir menjawab, kemudian dia pun segera tancap gas buru-buru ke daerah M.H. Thamrin.
Samantha menarik dalam-dalam napasnya dan menghembuskannya pelan, menyesal karena telah memilih naik angkot pagi itu. Biasanya dia naik busway atau menggunakan alat transportasi umum yang lebih modern, KRL misalnya.
Saat tiba di SMA Unggulan M.H. Thamrin, Samantha tersenyum lega karena penderitaannya tidak berlangsung lebih lama lagi.
Namun dasar emang nasib sedang sial, ketika ia turun dari angkutan umum kepala Samantha terbentur ke langit-langit angkot yang rendah. Membuatnya meringis meskipun rasa malu lebih mendominasi.
Hingga tak lama kemudian terdengar sang sopir tertawa kecil. "Makanya jangan kebanyakan protes neng, kena kan akibatnya."
Samantha berdecih, ia memberikan uang lima puluh ribuan dengan muka ditekuk.
"Kembaliannya neng...."
"Buat bapak aja, lain kali kalo cari rizki itu pikirin perasaan penumpang yang udah nunggu di dalam angkot bapak," celetuk Samantha dengan dengusan galak lalu berbalik, berjalan memasuki area SMA Unggulan dengan langkah gedebak-gedebuk.
Waktu masih menunjukkan setengah tujuh lebih lima menit namun parkiran sekolah sudah penuh oleh mobil-mobil mewah ataupun motor-motor sport dan bisa ditebak harganya yang bisa mencapai ratusan juta rupiah.
....
Baru saja ia masuk kelas, Samantha sudah dikejutkan oleh Tian, ketua kelasnya yang edan-eling sedang tidur di kursi paling depan dekat meja guru.
Tidak mengherankan sebenarnya, sebab sejak dua tahun ia bersekolah di SMA paling favorit itu, keadaan Tian tertidur bukan hal baru. Bahkan sudah tiga kali cowok berkulit hitam manis itu tertidur saat jam pelajaran sehingga ia kerap kali mendapat hadiah lemparan spidol dari guru killer.
Samantha memilih mengabaikannya dan duduk dikursinya sembari bertopang dagu melihat pesan singkat dari kakaknya. Bukan Benua tapi Samudra.
Samantha selalu merasa canggung ketika Samudra mengetikkan kata sayang ataupun dear di setiap percakapan yang pria itu ketik.
Ish.... bukankah kata-kata itu normal untuk keluarga yang disayangi? pikir Samantha.
Ia pun menggeleng-gelengkan kepalanya pelan, berusaha menyingkirkan over thinking yang saat ini menyerangnya.
"Pagi-pagi udah ngelamun." Samantha menoleh dan menatap Jully yang berkacak pinggang.
"Ngelamunin siapa lo?"
"Ada deh...."
"Siapa sih? kasih tau gue dong.... kepo nih." Jully merengek seperti seorang anak kecil yang minta dibeliin permen.
"Kepo aja lo, weekk....."
Samantha menjulurkan lidahnya ke arah Jully yang cemberut karena sahabatnya telah membuatnya penasaran.
"Lo tadi naik busway lagi?"
Samantha menggeleng pelan.
"KRL?"
"No."
Lagi-lagi Samantha menggeleng.
"Terus? Taksi?"
Kembali Samantha menggeleng dan semakin membuat Jully penasaran.
"Terus? jangan bilang lo naik bajaj...." pekik Jully heboh, hingga membuat beberapa anak-anak yang lain memandangi keduanya dengan tatapan mata heran.
"Lo itu kepo aja, kerjaan lo."
Samantha tersenyum heran dengan ke-kepo-an sahabatnya.
"Gue naik angkot," jawab Samantha akhirnya.
"What...? Oh-em-ji Sammy.... gue heran deh sama lo."
"Why?"
"Denger ya say, lo itu cantik, tajir. Bokap lo aja pemegang saham terbesar di yayasan sekolah ini."
"So....?" Samantha mengedikkan bahunya cuek.
"So.... ngapain sih lo gak naik mobil aja, hah? gue tau garasi rumah lo itu bejibun mobil dan motor mahal."
Jully merasa gemas dengan kelakuan Samantha yang selalu mainstream dan absurd untuk sekelas anak sultan.
"Gue lebih seneng naik angkutan umum. Lo tau sendirikan bumi kita udah penuh dengan asap knalpot kendaraan pribadi yang jumlahnya mencapai sembilan puluh sembilan persen dan..."
"Dan lo tidak mau jadi yang ke seratus persen penyumbang polusi asap itu kan? hhmm gue udah tau lo pasti mo jawab begono." Jully menyela cepat ucapan Samantha.
"Nah itu lo tau...."
"Ish, dasar cewe absurd....!"
Jully mendengus geli melihat kelakuan yang super duper aneh dari sahabatnya sejak kelas X itu.
"Sam..."
"Hm?"
"Gimana salam gue udah lo sampaikan belum?"
Samantha kembali mengedikkan bahunya bingung.
"Salam gue buat abang lo...." dengus Jully yang menyadari sifat pelupa Samantha.
"Ups.... sorry Ly, gue lupa hehehe."
"Ish, lo itu apa sih yang gak lupa!" Jully cemberut.
Samantha kini merasa tidak enak hati.
"Lagian ngapain sih lo suka ama Benua? dia tuh cowo playboy tau...? cewek nya dimana-mana ada."
"Sammy....." erang Jully yang semakin cemberut.
"Hahaha maksud gue, lo itu sahabat gue dan gue akan ngerasa bersalah jika Benua nyosot lo."
"Ish-bilang aja lo gak ikhlas kakak lo jadi jodoh gue."
Samantha tertawa geli melihat wajah cemberut Jully saat ini.
"Ya udah kalo gue gak boleh ama Benua, kenalin dong ama kakak lo yang satu lagi."
"Samudra?"
Jully mengangguk cepat. "Hm, siapa lagi kalo bukan dokter Samudra Baskoro Pratama..." Jully kini senyum-senyum sendiri seperti orang bego menurut Samantha.
"Ish, dasar cewe gatel..." celetuk Samantha sembari menjitak pelan jidat Jully.
"Sammy.....!! sialan lo!" pekik Jully cemberut.
to be continue.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments