Kehilangan Kesempatan

"Po, bukan Mak mau bela Anda. Dia memang bersalah, tapi menuntut cerai juga bukan keputusan yang Mak dukung. Pikirkan lagi si Kuat, kalau kalian pisah, Kuat bakal jadi anak drak hom." Mak Pong berusaha menengahi. Berharap menantunya itu bisa merubah keputusan.

"Drak hom apa, Mak?" Ra Popo baru mendengar istilah aneh itu. Dia tak tahu maksutnya.

"Itu loh, anak yang tidak terawat karena orang tuanya bercerai." Mak Pong menjelaskan alakadar yang dia tahu.

Ra Popo membuang napas panjang. "Itu bukan drak home, Mak, broken home," ralatnya.

"Ya seperti itu pokoknya."

"Jauh amat melesetnya, Mak." Ra Popo mencebik. Lalu berkata lagi, "kami bisa bergantian mengurus Kuat. Hati Po terlalu sakit sama bang Anda. Dia sudah sangat keterlaluan! Diamku selama ini juga sikap penurutku malah dibalas dengan pengkhianatan." Ra Popo menunduk dan meneteskan air mata.

Tiba-tiba Anda bangun dari pangkuan Mak Pong, pria itu menjatuhkan lutut dan bersujud dibawah kaki Ra Popo.

"Po, Ayah sungguh-sungguh minta maaf, tolong beri kesempatan dan aku janji tidak akan mengulangi kebobrokan ku lagi. Jika suatu saat aku mengulanginya, kau boleh minta pisah atau kau boleh menyantet ku.

Uang nafkah, aku juga akan menyerahkan semua gajiku untukku. Nafkah lima belas ribu akan ku hapuskan! Tidak ada lagi nafkah lima belas ribu. Ku mohon Dek Po, beri kesempatan sekali saja." Andalan Kami berlutut dan menangis di pangkuan Ra Popo.

Ra Popo bungkam. Masih mempertimbangkan ucapan Anda.

"Lihat, Po, Anda sudah menyesal semenyesal-nyesalnya. Dia juga sudah berjanji, bukan dihadapan kau saja, tapi dihadapan Mamak juga. Mak yakin, dia tidak akan mengulangi kesalahannya lagi. Kalau sampai dia mengulangi, Mak juga akan ikut menghukumnya."

Meski susah banyak bujukan dari Mamak, tapi hati Ra Popo belum melega. "Beri Po waktu."

Biasanya sepulang sekolah, Kuat langsung pergi main. Namun, siang tadi Ra Popo tidak melihat Kuat keluar dari rumah. Bahkan sudah menjelang sore hari, biji matanya juga tidak melihat Kuat berwara-wiri.

Karena penasaran, Ra Popo mendatangi kamar anak semata wayangnya itu. Dia menghela napas saat tubuh Kuat meringkuk di dalam selimut.

Ra Popo mendekat dan membangunkan Kuat. Kuat menyingkirkan selimut dari tubuhnya dan langsung memeluk tubuh Ra Popo.

"Mak, jangan pisah sama ayah. Jangan pisah, ya, Mak."

Ternyata itu lagi yang dipikirkan Kuat. Bujukan dari Mak Pong masih belum mempan mengetuk hatinya, tapi disaat melihat wajah Kuat bersedih, hati Ra Popo mulai goyah. Apakah perpisahannya nanti akan mempengaruhi mental Kuat? Itu yang dipikirkan Ra Popo saat ini.

Ra Popo memeluk Kuat lebih erat. Jika dia menuruti permintaan Kuat untuk tidak bercerai dengan Anda, itu artinya selanjutnya mentalnya yang akan dipertaruhkan.

Melihat gambaran yang sudah-sudah, biasanya lelaki yang sudah pernah selingkuh, suatu saat bisa kambuh lagi. Dan dia tak mau sakit hati untuk kedua kalinya. Sebenarnya sulit untuk memaafkan, tapi lagi-lagi dia terpikirkan Kuat.

"Mak akan pikirkan lagi," jawab Ra Popo pelan.

Semalaman Ra Popo merenung, berkali-kali menimang keputusan finis yang akan diambil.

Sebenarnya Anda yang melakukan kesalahan, tapi kenapa dia yang justru dibuat pusing dan tidurnya menjadi tidak nyenyak. Sementara Anda, tidur pulas sampai terdengar mengorok.

Pagi hari, Ra Popo menyiapkan tas besar yang biasa dipakai waktu dia akan menginap di rumah saudara.

Satu per satu baju miliknya dimasukkan ke dalam tas. Alat make up, bedak, lipstik, rol rambut, sisir juga cotton bud tinggal setengah turut dicemplungkan ke dalam tas. Sandal high hell dan sandal jepit setengah pakai dia masukkan ke dalam plastik putih, baru di masukkan ke dalam tas.

"Bunda, pinjam sisir." Kuat tiba-tiba masuk ke dalam kamar orang tuanya, dan terkejut melihat ibunya berkemas.

"Bu, secepat ini Ibu mau pegi? Keputusan ibu tetap mau berpisah sama Bapak?" pekik Kuat.

Pekikan Kuat yang terdengar keras membuat Anda terbangun. Pria itu melanggar larangan Ra Popo yang tidak membolehinya masuk ke dalam kamar. Pria itu tak peduli, dia hanya ingin melihat kebenaran. Apakah Ra Popo benar-benar akan meninggalkan rumah itu dan segala kenangannya.

"Po ... Dek Po, jangan pergi! Apa kau benar-benar tidak mau memaafkan ku?"

"Untuk waktu dekat ini, kau yang urus Kuat. Sementara aku akan mengurus harta gono gini."

"Po ...." Suara Anda tercekat.

"Tanah ini dibangun atas milikmu, jadi kau berhak mengambilnya kembali. Sedangkan pembuatan rumah, ada harta milikku juga, jadi harus dibagi."

"Aku tidak memikirkan itu, Po. Tidak ada harta gono gini, karna kita tidak akan berpisah!" tegas Anda.

"Genteng ruang tamu aku yang beli, jadi hak milikku. Kalau papan yang di bagian timur itu milikmu. Kursi juga kita belinya patungan, jadi harus dibagi dua. Untuk perabotan dapur, wajan besar-besar aku yang beli hasil jual rongsok perabotan dapur. Kau sisa yang kecil-kecil.

Piring, sendok, garpu, spatula, semua aku yang beli, tapi tenang saja nanti aku sisakan buat kau makan sehari-hari. Sikat kamar mandi dan sisa sabun-sabun tidak ku bawa. Pakai saja." Ra Popo merinci semua harta benda yang mereka miliki. Berusaha membagi secara adil sebagai harta gono gini.

Namun keadilannya membagi harga justru membuat Anda melongo. Bagaimana Ra Popo sangat teliti merinci semuanya, padahal dia saja tidak terpikir sama sekali.

"Mak! Setelah ini memang mamak mau pegi kemana? Nenek jauh sudah tidak ada, Mamak mau tinggal dimana?" Kuat menangisi nasib Ra Popo selanjutnya.

"Bunda mau pegi jadi tkw. Bunda juga akan cari ayah baru disana. Di luar negeri banyak bule ganteng dan kaya raya. Maka dari itu Kuat disini dulu sama bapakmu. Kau tenang, bunda akan mengirim uang untukmu."

Anda lemas mendengar rencana Ra Popo. Senekat itukah niat Ra Popo, tanpa memikirkan Kuat lagi.

Ra Popo mencium pucuk kepala Kuat dan melangkah keluar.

"Mak ... jangan pegi Mak. Jangan tinggalin kuat, Mak." Lengkingan Kuat seperti tak di dengar Ra Popo lagi. Wanita itu tetap melangkah.

"Po, kau tidak ingatkah dengan cinta kita?" Usaha Anda terakhir kali, jika gagal lagi, dia sudah berpasrah.

"Harusnya aku yang bertanya begitu padamu. Kemarin, saat kau chat dengan wanita lain, apa kau tidak ingat cinta kita?! Apa kau tidak ingat dengan pernikahan kita yang akan hancur karna ego mu?!"

Telak. Anda tak bisa menyanggah. Dia benar-benar kehilangan kesempatan.

Ra Popo mulai menjinjing tas lagi, namun tiba-tiba saja pandangannya berkunang-kunang. Lalu ...

Bruk ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!