Nur Cahaya masuk membawa baskom jumbo ukuran 10 kilo gram yang sebelumnya sudah diisi air sekitar dua ember. Tak lupa juga ditaburi bunga mawar merah, pink, putih, kuning, ada juga bunga kantil, asoka, kumis kucing, bunga kertas, bunga cucak rowo turut dia masukkan.
Anda melotot melihat Nur Cahaya menaruh baskom di dekat kaki ranjang Mak Pong.
"Biyoh ... Nur Cahaya, macam mana pula kau siapkan air kembang sebanyak itu? Ra Popo cuma mau ngobatin Mamak, ngusir jin dari badan Mamak, bukan mau mandiin Mak Pong sama air kembang. Kenapa kau bawakan baskom sebesar itu? Cukuplah pakai baskom kecil saja!" sembur Anda dengan gelengan kepala. Tak habis pikir dengan ide adiknya.
"Ku pikir jin di badan Mak Pong terlalu kuat, Bang, takkan cukup disiram dengan air sedikit. Nah, daripada aku bolak-balik ambil air dan cari kembang, sekalian saja aku siapkan yang banyak. Jadi kau jangan salahkan aku begitu." Nur Cahaya membela diri. Bibirnya mencebik-cebik, kesal, karena usahanya seolah kurang dihargai oleh Anda. Padahal banyak rintangan yang disingkirkan hanya demi mengambil air dan mengumpulkan kembang itu.
Rincian kejadiannya, ketika memetik bunga mawar, jemari lentiknya harus tergores duri-duri runcing. Juga ketika meminta bunga kantil tempat Wak Karso dia disuruh manjat sendiri padahal pohon bunganya lumayan tinggi. Tak sampai disitu, dia sampai dikerubungi semut rang-rang dan hampir terjungkal dari pohon. Dan ada kesialan terakhir yaitu ketika mengambil bunga cucak rowo, kaki jenjangnya sampai terpeleset ke dalam lubang comberan. Sesak sekali membayangkan kesialan itu. Tetapi lebih sesak saat sudah menyiapkan semuanya, Andalan Kami justru mengomel. Jika dia tak sayang kakaknya, ingin sekali air di baskom itu dia siramkan ke wajah Anda.
"Sudah-sudah! Biar aku coba obati Mak Pong sekarang. Kalian diam dan sedikit mundur," ujar Ra Popo menengahi. Setelah Anda dan Nur Cahaya mundur sampai menempel ke tembok, Ra Popo mulai komat-kamit membaca mantra.
"Wseswwewsssss, ewsewwsssss!" hanya dia dan Tuhan yang tahu artinya. Anda dan Nur Cahaya diam mengamati.
"Jin Kampret! Keluar kau dari badan mertuaku! Kalau tidak, ku sembur kau pakai air kembang tujuh rupa!" Ra Popo memberi peringatan, namun Mak Pong terlihat tenang-tenang saja dan tidak membuka mata sedikitpun.
Ra Popo mulai mengambil air untuk berkumur, kemudian disemburkan tepat pada wajah Mak Pong.
"Byuuuurrrrr!!!"
"Bah! Sialan! Apa-apaan ini?! Air apa yang muncrat ke wajahku?" teriak Mak Pong terkejut. Tangan keriputnya terangkat saat mengelap wajah yang basah akibat semburan Ra Popo.
"Hei, Jin Kampret! Kau pantas disiram dengan air kembang. Kau yang sialan sudah masuk ke raga mertuaku! Cepat kau keluar!" Ra Popo membentak dengan suara keras, menunjukan bahwa dia tak gentar sedikitpun.
"Po, kenapa kau sebut aku Jin Kampret?! Kau berani sama aku?"
Ra Popo melirik Anda, seolah bertanya, bagaimana ini?
"Menantu kurang ajar! Kalian juga! Anda, Nur Cahaya, Apa maksud kalian siapkan air kembang dan Ra Popo menyemburkan air itu ke wajahku, hah?" Mak Pong terlihat murka.
"Kami kira Mak ketempelan jin beringin milik Wak Nipon, dari tadi Mak geleng-geleng kepala, kadang anguk-angguk juga, makanya Ra Popo coba obatin Mak dengan air kembang. Mak persis orang ketempelan." sahut Anda menjelaskan dengan wajah ketar-ketir, pasalnya Mak Pong benar-benar terlihat marah.
"Siapa yang ketempelan? Mak lagi enak-enak dengerin lagu tembang kenangan, tiba-tiba kena sembur! Kurang ajar kalian!" Wajah Mak Pong berubah kesal. Wanita itu melepas jilbab lebarnya dan mencabut hanset yang terpasang di kedua telinganya.
"Mak lagi dengerin lagu pakai alat ini, nih!" Mak Pong menunjukan kabel hanset di depan mereka bertiga, dengan kotak musik kecil seperti walkman.
"Hah?" Anda, Ra Popo, juga Nur Cahaya saling melihat. Lalu menepuk jidat.
"Mak dapet kek begituan darimana?" tanya Anda.
"Dikasih pinjam si Kuat. Tadi dia main kesini."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Sumi Sumi
😂😂😂😂😂😂
2023-03-16
0
Apriyanti
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-02-01
0