Menemui Sintia

Anda menelan makanan lezat didepannya dengan perasaan tak menentu. Dia masih memikirkan misteri di otaknya yang belum terpecahkan tentang Ra Popo yang tiba-tiba mendapat uang banyak dan belanja beraneka barang. Dia sangat penasaran, tapi tiap kali bertanya hal itu, Ra Popo menjawab santai bahwa uang itu halal dan jangan memikirkannya lagi.

"Mak, rendang buatan Mamak enak sekali. Lebih enak dari rumah makan Wak Entin," ucap Kuat yang membuyarkan lamunan Anda. Anda melihat istrinya, tapi Ra Popo acuh padanya.

"Kau mau rendang, Mamah akan masak rendang tiap hari."

Anda menghentikan kunyahannya. Tiap hari? bagaimana bisa? Mau dapet uang dari mana beli daging yang harganya selangit, sedangkan jatah belanja saja lima belas ribu rupiah.

Setelah makan malam, Anda mendekati Ra Popo. "Dek, Abang tanya sungguh-sungguh. Kau dapat uang dan belanja semua itu darimana?"

"Masih tanya soal itu, Bang? Gak usah dipikirkan, uang itu halal."

"Iya, halal, tapi aku wajib tau kau dapat dari mana," eyel Anda.

"Suatu saat kau akan tau."

"Po, sejak kapan kau jadi rahasia-rahasiaan begini?"

"Kau juga main rahasia-rahasiaan denganku, Bang."

Anda mengernyit. Rahasia apa? Padahal dia tidak ingat bila di ponselnya banyak rahasia tentang chat perempuan.

Satu minggu kemudian.

Ketika di kantor kelurahan, di jam istirahat Anda tersenyum-senyum sendiri laiknya orang kasmaran. Jari tangan pria itu tak henti mengetik huruf demi huruf dalam ponselnya. Apalagi yang dilakukan selain berbalas chat.

Anda: Kapan kita ketemuan.

Sintia: Terserah Sayang kapan mau ketemu.

Anda: Yang benar?

Sintia: Benar, dong.

Anda menjeda jari untuk mengetik balasan. Pria itu memikirkan waktu yang pas. Namun, suara hatinya seolah melarang. Jikalau sampai dia benar menemui perempuan itu, berarti sama saja dia berselingkuh sungguhan, bukan hanya sekedar iseng dan mengusir rasa bosan.

Tapi, kepalang tanggung juga. Belum lama berkenalan dengan Sintia, dia sudah mengeluarkan uang sebanyak kurang lebih tujuh juta. Belum termasuk kuota. Sisi kelelakianya, rugi kalau dia tidak mendapat imbalan dari perempuan bernama Sintia.

Ra Popo? Istri yang dulu sangat dicintai, bisakah dia mengkhianati Ra Popo lebih dari selingkuh jari?

Berhari-hari memikirkan dan menimang semua itu, pada akhirnya Anda setuju untuk menemui Sintia di sebuah hotel yang lumayan jauh dari desanya.

Di perjalanan, Anda sudah berfirasat tidak enak dan sempat akan mengurungkan niat, akan tetapi rasa penasaran mendorongnya untuk segera sampai.

Di dalam taksi online, wanita bernama Sintia itu tersenyum miring melihat penampilan dirinya dalam cermin. Wajah yang biasa kumal tanpa make up, kini berbanding terbalik. Dia yang baru keluar dari salon kecantikan tampak puas dengan penampilan dirinya. Terlihat cantik dan lebih muda.

Andai dia sering-sering berkunjung ke salon dan melakukan perawatan diri, dia yakin, sekelas artis Siti Badriah dan Ayu Ting-Ting kalah. Kerutan di wajahnya menghilang, bahkan jerawat dan komedo terhempas tiada sisa.

Ponsel di genggamannya bergetar, dia buru-buru membaca pesan masuk.

Pria: Aku hampir sampai, kau disebelah mana?

Sintia: Tunggu di kamar 202, itu kamar tempat aku menginap. Aku sedang keluar, tapi akan segera kembali. Ohya, apa kau sudah siapkan yang aku minta?

Pria: Iya, aku bawa.

Sintia: Baiklah, tunggu aku, ya, Sayang. Muah.

Begitu rendah pria itu, demi kecupan offline saja gampang diperdaya.

'Tunggu pembalasanku!'

Sekiranya satu jam berikutnya.

Anda lebih dulu sampai di hotel dan menanyakan kamar yang dipesan atas nama Sintia pada petugas resepsionis. Anda diberi arahan untuk naik ke lantai lima dan mencari kamar yang letaknya berada di ujung.

Jantung Anda berdebar kencang, kenapa seolah-olah semakin dekat tapi semakin menegangkan. Harusnya ini menyenangkan karena dia akan menemui wanita seperti idamannya selama ini. Putih, bersih, memiliki wajah manis, hidung mancung dan rambut yang semampai.

Anda membayangkan Sintia dalam otaknya, tapi justru Ra Popo yang muncul. Dia mengibaskan tangan untuk menghalau bayangan istrinya sendiri.

Dulu, Ra Popo bagai bunga desa, cantik tapi sering juga konyol. Dari sekian pria yang melamar Ra Popo, beruntung dan bersyukur karena dia yang terpilih, akan tetapi, berjalannya waktu dalam bahtera rumah tangga mereka. Ra Popo mulai berubah, kulit bersihnya mulai belang-belang, tingkah konyolnya semakin menjadi. Harum parfum terganti dengan aroma koyo dan minyak urut. Membuat Anda sering berfantasi dengan perempuan lain.

Meski begitu, sebenarnya dia masih mencintai Ra Popo. Hanya saja rasa penasaran membuat Anda berbuat berani dan semakin menjadi.

Anda mengirim pesan lagi.

Anda: Aku sudah sampai.

Sintia: Ya, masuklah. Aku sudah di dalam.

Anda mengernyit kebingungan, bukankah perempuan bernama Sintia tadi mengatakan sedang keluar, cepat sekali dia kembali. Harusnya dia berpapasan di lobi ataupun di lift, tapi tidak ada wanita yang mirip seperti foto Sintia yang ada di ponselnya.

Menyingkirkan rasa penasaran itu, Anda menggeleng dan segera mengetuk pintu. Tak lama pintu dibuka, namun, ruangan sedang gelap gulita. Anda tidak bisa melihat seluet wanita di depannya dengan jelas.

"Kenapa gelap?" tanya Anda.

"Lebih enak kalau gelap-gelapan, Sayang." Suara wanita itu mendayu dan menggairahkan.

"Lalu bagaimana ini?" tanya Anda lagi. Bingung harus bagaimana karena dia tidak bisa melihat apapun setelah pintu tertutup. Dia hanya meraba-raba dinding untuk sanggahan.

"Terserah Sayang mau bagaimana."

Anda merinding mendengar suara itu.

"Tolong hidupkan saja lampunya," pinta pria yang kini berpikiran tak menentu. Dia takut dijebak dan ditipu.

"Yakin mau dihidupkan lampunya?"

"Kalau gelap begini aku tidak bisa melihat wajah cantikmu," ujar Anda dengan suara mulai gemetar.

Cantik? Cih!

"Tapi lebih enak gelap-gelapan. Aku takut kamu pingsan setelah melihat kecantikanku. Atau kamu bisa kejang-kejang."

"Hei, apa kau mencoba menipuku? Lebih baik hidupkan lampunya sekarang juga!" pinta Anda tidak sabaran.

"Tidak sayang, aku tidak menipumu. Tapi kau bawa uangnya kan?"

"Kamu tenang saja, kepala desa sepertiku tidak pernah berbohong."

Masih ngeyel sebagai kepala desa? Kepala desa pala lu Benjol!

Tapi tunggu saja, setelah ini akan ku buat kepalamu benjol sungguhan!

"Sudah siap ya mau melihatku. Yakin, dan jangan pingsan!"

Dalam gelap itu kening Anda mengerut dalam. Dia akan berkencan atau menjalani eksekusi. Kenapa jantungnya terus menerus berdebar kencan. Selain itu, firasatnya semakin tidak enak. Terpikir untuk batal dan kabur, tapi lagi-lagi kepalang tanggung.

Akhirnya tangan itu menemukan saklar lampu. Dia menekan semuanya dan seketika ruangan gelap tadi menjadi terang benderang.

Anda melihat seorang wanita duduk di rajang dengan membelakanginya. Itu Sintia.

"Kamu Sintia."

Wanita itu berbalik ....

Deg .... Jeduar, suaranya seperti gunung meletus.

Terpopuler

Comments

mom's Arthan

mom's Arthan

kaget yaaa....😂😂😂

2023-02-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!