Hemat yang Berlanjut

[Pp itu wajah aslimu 'kan?]

Ting ....

Pesan yang dikirim centang biru dan tak berapa lama ada balasan masuk.

[Asli dong. Nggak percaya, ayo, video call.] Tantang orang diseberang yang membalas pesan Anda.

[Jangan! Jangan sekarang. Nanti saja aku duluan yang video call kamu.]

"Bisa gawat kalau timingnya gak pas. Mati berdiri di amuk Ra Popo," ucap Anda lirih sambil celingak-celinguk melihat sekeliling ruangan, takut Ra Popo tiba-tiba muncul dan dia ke grep sedang me-chatt seorang wanita.

Ting ....

Ada balasan masuk lagi.

[Tapi bener 'kan kamu masih single?]

[Yap, aku single ting-ting] balas Anda sambil senyum-senyum bagaikan di taman bunga. Ahai, indah sekali.

"Bang, asik banget. Wa sama siapa?"

"Huh!" Anda berjengit kaget sampai ponselnya terlepas dari genggaman. Beruntung masih ketahan di sudut sofa, jika terbanting ke lantai, adoi ... sayang 'kan kalau rusak.

"Ngagetin aja, Ma!" Anda mengambil ponsel dan segera mensetting ke mode layar awal. Wallpaper disetting foto Ra Popo yang sedang menggendong anakan bebek, memakai topi petani dan berada di tengah sawah. Foto itu diambil kurang lebih 11 tahun yang lalu, kala mereka masih pacaran dan badan Ra Popo belum membengkak seperti sekarang.

"Dari tadi hape-an mulu', cengengas-cengenges nggak jelas. Belajar gila kau, Bang?" Ra Popo mengambil duduk di sebelah suaminya. Wanita itu sibuk memasukan benang ke lubang jarum jahit, namun kesulitan. Dia menjilat ujung dari telunjuk untuk memelintir ujung benang, tetap belum bisa. Saking kesalnya dia em ut benang itu sampai basah oleh air liur.

Anda yang menyaksikan mengerut, jijik. Tubuhnya bergidik.

"Balas pesan si Bondas. Biasa, anak itu emang suka becanda jadi aku senyum-senyum terus." Aih, dia mulai pintar berbohong. Setelahnya Anda menggaruk kepala dan mengelus dada, dalam hati meminta maaf atas kesilapan nya. Tapi, sayang kalau tidak dilanjut, dia juga tak ada niatan serius, hanya bermain-main saja untuk mengusir rasa bosan.

"Ini ada lobangnya gak, sih, Bang! Mau dimasukin susah banget." Ternyata Ra Popo belum berhasil memasukkan si benang merah.

"Masih perawan kali, makanya susah," celetuk Anda menyengir. "Kayak punyamu dulu pas pertama juga susah. Tapi sekarang lobang nya nggak ketulungan."

Ra Popo melirik sambil menyengir sengak. "Seenak jidat kau bicara, Bang. Ku sumpal mulutmu pakai kain lap baru kau diam."

Anda menggeser tempat duduknya. "Tumben kau tidak meminta uang belanja, Bu?"

"Untuk 29 hari aku nggak minta uang belanja lagi."

"Eh, yang benar?" Anda terkejut bahkan hampir terjengkang. Tumben sekali istrinya itu, padahal biasanya Ra Popo minta uang jatah belanjanya setiap pagi dan malam. Ada apa gerangan?

"Benar. Kan, katamu telor 9 biji harus dicukupin untuk lauk satu bulan. Ya sudah, selama satu bulan kita makan lauk seperti itu terus."

Gubrak! Anda menepuk kening, hampir pingsan. Senjata makan tuan. Hemat si hemat, tapi bukan seperti itu maksudnya.

Pagi hari.

Sebelum Anda berangkat ke kantor kelurahan, pria itu menyodorkan uang sepuluh ribu di depan istrinya. "Buat belanja sayur hari ini, cukup nggak cukup harus dicukupin."

"Iya. Makasih, Bang."

Eh, dia tidak salah dengarkan? Serius, Ra Popo tidak marah? Anda melirik istrinya. Wajahnya datar-datar saja, tidak terlihat berubah berang. Gusti, kesambet apa istrinya bisa jinak begitu? Ini anugerah apa musibah, ya?

Siang hari Kuat sudah pulang dari sekolah.

"Mak ... o ... Mamak!" Belum masuk ke dalam rumah, tapi suara kuat sudah melengking-lengking.

"Kenapa? Mamak lagi di kamar." Ra Popo menyahut dengan berteriak juga. Tak berapa lama, kepala Kuat nongol di depan pintu. Kepalanya saja, sedangkan badannya tersangkut dibelakang pintu.

"Mamah cantek sekale? Mau kondangankah?" tanya Kuat.

"Mana ada kondangan jam segini dah berangkat. Yang ada makanannya belum mateng. Mami mau pegi, cepat kau ganti baju. Mau ikut pegi, indak?"

"Weh, pegi kemana Umi?"

"Ndak usah banyak tanya, cepat ganti baju."

"Oce, Mom." Kuat melesat pergi.

Berbonceng sepeda mini, di bawah terik matahari, Ra Popo mengayuh sepeda dan Kuat membonceng dibelakang. Sepeda mini itu satu-satunya kendaraan Ra Popo untuk mengantarkannya pergi kemana-mana.

Mereka hanya memiliki satu motor yang sudah dibawa Anda pergi bekerja. Sepeda mini pun tak apa, yang penting sampai tujuan.

"Nasi padang uwak Maradona, Mak? Emang Mamak punya uang?" Kuat melihat baner di depan warung, lalu bertanya pada ibunya.

"Kalau Uma ngajak kau kesini, berarti Mak punya duit. Yok, kita makan sepuasnya."

"Hore ... serbu, Mak."

Ra Popo menggandeng tangan Kuat untuk diajak masuk. "Wak Maradona, pesen nasi lauknya sambal tongkol. Jangan lupa kuluban dan sebangsanya dibanyakin. Jengkol, pete juga, Wak."

Ra Popo beralih menanyai Kuat. "Kau mau makan apa?"

"Nasi lauk rendang, nggak pakai kuluban tapi minta prekedel."

Ra Popo juga memesan makanan untuk Kuat seperti yang disebutkan anaknya tadi. Mereka berdua duduk di kursi kayu panjang. Sambil menunggu pesan datang, Ra Popo mencari chanel drakorindo dan menonton drama korea kesukannya.

"Mamah dapet uang buat beli makanan enak dari mana? Dikasih sama Bapak, ya?"

"Kagak, Ayahmu pelit, Emak aja tadi pagi cuma dikasih sepuluh ribu. Itu juga uangnya lecek dan banyak tambalan solasi. Emak baru menang lotre, jadi punya uang. Tapi mulut kau diam saja, indak usah cerita-cerita sama ayahmu. Oke. Nanti Mak bagi uang buat beli lote-lote."

"Lato-lato, Mak, bukan lote-lote."

"Iya itulah pokoknya."

Malam hari.

"Bunda, masak apa hari ini?" tanya Anda berjalan menuju meja makan sambil membenarkan sarung yang hampir melorot. Sedangkan Ra Popo rebahan santai di depan televisi, tapi bukan melihat sinetron, tetap saja yang utama adalah drakor.

"Liat saja di meja makan, Pak," sahut Ra Popo.

"Kuat mana, Mah?"

"Pegi main sekalian berangkat mengaji."

"Kok nggak makan dulu?"

"Enggak, katanya masih kenyang tadi makan tempat Mak Pong."

"Kamu juga nggak ikut makan?" Anda beralih menanyakan perut istrinya.

"Kau saja yang makan, aku mau diet, Bang. Biar tak kau katai gajah bengkak terus. Lama-lama penging juga telingaku mendengar sindiranmu."

Anda diam dan tidak lagi bertanya. Pria itu mengambil piring dan mulai membuka tudung saji.

"Hah ???"

"Bu ...!!!!!"

"Haha ... rasakan itu, Yank. Emang enak suruh hemat terus." Di tempatnya Ra Popo malah tertawa jahat.

Ketika Anda membuka tudung saji. Pria itu terkejut melihat menu makan malamnya. Terlihat kuah bening satu panci hanya ada satu lembar daun bayam, satu potong kecil wortel di iris bundar dan kentang yang diiris dadu sebesar ibu jari. Di sampingnya lagi terdapat ikan asin mengenaskan, hanya sisa kepala saja, sedangkan badan dan ekornya sudah tidak ada. Di dalam toples pun hanya ada kerupuk pak tani berjumlah 1 biji.

Gubrak .... Anda pingsan ....

Terpopuler

Comments

Sumi Sumi

Sumi Sumi

😂😂😂😂😂😂😂😂 gara gara d kasih uang belanja 10 mana d suruh hemat lagi ,, jari gini 10 jajan anak juga g cukup

2023-01-06

0

mom's Arthan

mom's Arthan

efek 9 telor buat sebulan dan hrs berhemat...😂😂😂 selamat menikmati yaa Anda...🤣🤣🤣

2023-01-05

0

Apriyanti

Apriyanti

🤣🤣🤣🤣🤣

2023-01-05

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!