Anda mendengus dan berbalik badan masuk ke dalam rumah. Kantong kresek merah berisi belanjaan tergeletak di atas meja.
Setelah melepas dan menyimpan sepatu bola milik Andalan Kami, Ra Popo gegas mencopot jilbab kebanggaan dan mulai membongkar belanjaan tadi. Dahi yang lumayan gosong karena terik matahari dan dipenuhi keringat itu mengernyit.
"Pah, kenapa isi belanjaan setengah-setengah begini?" teriak Ra Popo keras agar Anda mendengar dan segera datang untuk menjelaskan.
"Apa?" tanya Anda dengan kepala saja yang melongok di depan pintu kamar.
"Kenapa isi belanjaannya cuma setengah-setengah? Selama aku jadi ibu rumah tangga, belum pernah aku belanja dengan modelan begini. Liat, bahkan sabun mandi g*v cuma dapet setengah. Deterjen bubuk juga isinya cuma tinggal seperempatnya. Aku heran ... kok Bu Mar bolehin belanja cuma setengah-setengah begini?" Ra Popo membongkar belanjaan masih dengan dahi mengernyit.
Luar biasa sekali suaminya. Dia yang selama 11 tahun belanja dimana pun tidak pernah belanja dengan setengah-setengah.
Anda menggaruk kepala. "Mungkin karena aku bilang kekurangannya mau ku hutang, makanya Bu Mar terpaksa membagi belanjaannya." Anda meringis, padahal dia tadi memaksa si pemilik warung agar membagi saja barang belanjaan yang mau dibeli, kalau tidak, dia akan berhutang dan tidak tahu kapan bisa membayar.
Bu Mar sebenarnya menjual barang dagangannya dengan setengah mengomel, tapi telinga Anda seolah kebal. Tidak peduli omelan dari si pemilik warung.
"Kalau belanjaannya cuma setengah-setengah, kenapa habisnya sampai seratus lebih?!" Ra Popo menelisik Anda dengan tatapan mengintimidasi.
Anda menyengir kuda. "Aku juga beli kuota, jadilah habisnya banyak."
"Kau beli kuota? Apa dipikir beli kuota perut kita bisa kenyang? Kalau kuota ku yang habis, kau pelit sekali bagi duit, giliran kuota situ yang habis langsung beli. Lama-lama kamu nyebelin, Mas!" Ra Popo membawa kantong belanjaan ke dapur, keadaan bibirnya sudah seperti moncong bebek.
"Alamak ... marah lagi dia," ujar Anda. Lalu menyusul sang istri ke dapur.
"Babe, kamu marah?" Anda mencolek bahu Ra Popo sedikit. Ra Popo menggoyangkan bahunya sedikit kasar, ingin menunjukan bahwa dia sedang marah.
"Nanti malam, malam jum'at, jangan ngambek dong. Nggak asik kalau gak ninu-ninu." Anda membujuk, tapi Ra Popo jual mahal. Perempuan itu terus menghindar, pura-pura sibuk menata belanjaan tadi ke dalam kulkas.
"Ado-ado! Tanganku ke jepit, Dek. Sakit!" Teriak Anda keras saat Ra Popo menutup pintu kulkas dan naasnya tangan Anda yang berpegangan di pintu justru terjepit.
"Sakit, Bang? Sebelah mana yang sakit?" Seketika Ra Popo lupa dengan acara mengambek.
"Jari telunjukku pasti patah, kau menutupnya dengan kuat." Anda meringis, pura-pura kesakitan.
"Ku pijit pelan-pelan, Bang. Aku nggak tahu kalau tanganmu disitu, makanya aku tutup gitu aja."
"Pijitnya dikamar aja, biar sekalian nyicil buat malam jum'atan."
"Owalah! Mau modus! Kau mau modusin aku, Yah?!"
•
Malam hari.
"Assalamu'alaikum ...."
Di dalam kamar yang sedang grusak-grusuk. "Ganggu aja, sih?! Siapa yang bertamu malam jum'at begini?" gerutu Anda menahan kesal. Karena kedatangan tamu, persiapan ibadah suami istri itu terpaksa berhenti.
"Liat dulu sana, Pah, siapa tahu Pak Kades mencarimu mau kasih bonus."
"Bonus apaan! Gangguin aja. Padahal nanggung banget, belalai ku baru berdiri. Lanjutin ajalah, yuk."
"His, lanjut gimana. Terus tamunya mau dibiarin gitu aja?" tangan Ra Popo menggerayangi ujung ranjang untuk mencari dasternya. Dia segera memakai dan keluar.
Saklar dinyalakan dan segera membuka pintu. "Oh, Paklek Syahroji, Bulek Waridah. Masuk-masuk!" Ra Popo mempersilahkan tamunya masuk.
"Silahkan duduk," imbuhnya.
"Po, masih jam tujuh kenapa lampu rumah sudah dimatikan? Apa kalian sudah tidur?"
Ra Popo gelagapan. "Em, ya ... sudah hampir siap-siap mau tidur tadi Bulek."
"Anda kemana? Apa belum pulang yasinan?" tanya Pak Syahroji menyela.
"Ada di kamar. Sebentar Po panggilkan." Ra Popo beranjak ke kamar lagi.
Setelah Ra Popo tidak terlihat, Bulek Waridah menyenggol lengan suaminya. "Sepertinya kita datang di waktu kurang tepat, Mas."
"Maksud Ibu?"
"Ini kan malam jum'at, masa Mas nggak paham maksudku. Mereka pasti lagi mau ekhem-ekhem."
"Weh ... iya, Mas malah lupa. Pantesan buka pintunya lama, taunya mereka lagi buka-bukaan yang lain."
Ra Popo menghampiri Anda yang duduk di tepi ranjang sambil mengibas-ngibas sarung gajah duduknya.
"Pi, ada Paklek Syahroji sama Bulek. Cepetan keluar, kok, malah nyantai."
"Sssttthhhh ... aku lagi jinakin dia. Gara-gara nanggung, belalai ku juga mager. Tidur enggak, bangun juga enggak. Gimana ini?"
"Tutupin pakai sarung. Mereka udah nungguin, nggak enak ditinggal lama-lama."
Akhirnya Ra Popo dan Anda keluar.
"Paklek, Bulek, tumben," sapa Anda.
"Iya, mau silahturahmi sekaligus ada perlu. Tapi datangnya di waktu yang salah. Malah ganggu kalian," ujar Paklek Syahroji.
'Salah banget, Paklek,' batin Anda. Tapi hanya membatin, tidak mungkin dia berkata begitu. Paklek Syahroji adalah adik dari Mak Pong, maka dari itu Anda menghormati sebagai kerabat.
"Gini loh, Paklek kesini mau minta bantuan kalian buat bantu masak sama bantu-bantu pekerjaan lainnya. Minggu depan si Jabrik mau disunat, kalau bisa kalian datang buat bantu-bantu acara syukurannya," kata Paklek Syahroji mengatakan tujuan kedatangannya.
"Lah, si Jabrik apa nggak masih TK, kok udah berani disunat?" tanya Anda.
"Mumpung masih kecil. Lagian, itu dia sendiri yang minta," timpal Bulek.
"Penak, Bulek, daripada Kuat sudah kelas empat SD masih belum berani di sunat. Bingung gimana mau bujuk anak itu biar mau disunat. Padahal aku juga pengen adain syukuran," ujar Ra Popo.
"Di bujuk mau dibelikan sepeda, pasti mau," kata Bulek.
"Jangankan sepeda, mau dibelikan pesawat juga dia nggak mau."
"Wah, mau beli pesawat? Daripada beli pesawat apa nggak lebih baik buat benerin atap rumah yang malah untuk jalur lintas kelelawar gitu," celetuk paklek sambil mendongak langit-langit rumah Anda.
"Beli pesawat mah dua ratus masih ada kembalian. Kalau benerin atap, lima juta juga kurang," jawab Anda.
"Kok gitu? Dua ratus juta?"
"Bukan dua ratus juta, tapi dua ratus ribu. Kan cuma pesawat mainan."
"Hoh?" Kedua tamu itu menepuk kening, sedangkan Anda malah menyengir.
"Dah, Bu, ayo kita pulang." Paklek Syahroji langsung mengajak istrinya pulang. Lebih lama bertamu dirumah itu bisa ketularan nyeleh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
triana mersita
🤣🤣🤣🤣,,,, bener2 koplak
2023-01-09
0
Apriyanti
lanjut thor
2023-01-08
0
Sumi Sumi
😂😂😂😂😂😂😂 jangan lama lama tar ke tularan koslet🤭🤭
2023-01-08
0