“Apa bisa aku menyebutnya bahwa dia kehilangan ingatannya?” tanya Tri.
“Ya. Bisa dibilang begitu, Pak. Lebih tepatnya lagi, dia tidak ingat apapun sejak menghilangnya sampai sekarang ini. Seolah-olah seseorang telah sengaja menghapus ingatannya.”
Tri pun hanya mengangguk tanda mengerti penjelasan dari dokter.
***
Siang harinya, setelah Joko beristirahat, dia harus menjalani interogasi yang berkedok perawatan psikolog dengan salah satu psikiater yang juga bekerja dengan ARN.
Joko berada di dalam sebuah ruangan khusus seperti ruang interogasi bersama psikiater yang akan memberikan pertanyaan kepadanya.
Di luar ruangan, terlihat Aji dan Rina yang berdiri mengawasi Joko bersama psikiater dari balik kaca yang tak terlihat dari dalam ruangan
Psikiater itu mulai memasangkan alat ke dada dan tangan Joko untuk melihat detak jantung dan denyut nadinya.
Sepertinya alat itu juga dapat mendeteksi semua perkataan Joko yang ia jawab dan mengetahui, apakah Joko sedang berbohong atau tidak.
“Ini bukan kali pertama kamu mencoba alat ini, bukan?”
Psikiater wanita itu selesai memasangkan alat itu kepada Joko.
“Aku telah membaca di catatanmu, bahwa kau pernah menjalani latihan untuk untuk menghindari penahanan. Biar ku perjelas sebelumnya untuk berjaga-jaga. Ini adalah alat yang sangat berbeda.”
“Alat ini dapat merekam detak jantung, tekanan darah, gelombang otak, bahkan getaran kecil di mata dan telingamu.”
Psikiater itu duduk kembali di kursinya dan berhadapan dengan Joko.
“Yang akan kulakukan sekarang adalah sangat sederhana. Aku hanya perlu mengevaluasi, apakah kamu berkata jujur atau tidak, lalu aku akan melaporkan hasilnya kepada atasanmu.”
Joko masih tetap diam membisu saat psikiater menjelaskannya sejak awal. Ia hanya balik menatap psikiater dengan tatapan kosong layaknya seorang psikopat.
“Jika kau menyembunyikan sesuatu sekarang, kau telah melakukan kesalahan yang cukup besar. Baiklah, Tuan. Mari kita mulai.”
“Tertulis disini namamu adalah Joko Setyo Diningrat, dengan nama panggilan Joko. Apa itu benar?”
Joko pun masih diam dengan matanya yang menatap kearah lain seperti saat sedang melamun.
“Biar aku tanya sekali lagi. Apa benar namamu adalah Joko?”
Psikiater kembali bertanya karena Joko belum menjawab pertanyaannya.
“Ya.”
Akhirnya Joko menjawab dengan singkat tanpa melihat psikiater dan tak menggerakkan tubuhnya sedikitpun.
“Apakah kamu bekerja untuk ARN (Agen Rahasia Negara)?”
“Ya,” jawab Joko kembali.
“Apa benar, kau berasal dari Ponorogo dari Provinsi Jawa Timur?”
“Ya.”
“Kau juga bilang, bahwa ingatan terakhirmu adalah malam dengan dua orang rekan kerjamu yang terbunuh di rumah persembunyian, saat kau sedang bertugas di China tanggal 13 Agustus, tiga tahun yang lalu. Apa itu benar?”
“Ya.”
Joko terus menjawab dengan singkat dan sepertinya alat itu juga menunjukkan bahwa Joko mengatakan yang sebenarnya.
“Apakah benar bahwa kau tidak ingat apa yang terjadi selama tiga tahun terakhir sejak malam itu?”
“Ya.”
“Kamu juga mendengar bahwa rekan-rekanmu Al dan El juga tewas saat itu juga. Apa kau juga terlibat dalam kematian mereka?”
“Atau apa kau masih bisa mengingat tentang kematian mereka?”
Joko kembali diam, lalu menata mata psikiater tu dengan tajam saat psikiater menanyakan hal itu padanya.
Psikiater menghela nafas panjang, lalu bersiap untuk kembali bertanya.
“Biar kutanya sekali lagi. Apa kau terlibat dalam kematian dua orang rekan kerjamu Al dan El.?”
“Tidak.”
Alat itu mendeteksi dari layar monitor bahwa Joko tidak berkata yang sebenarnya, tapi itu semua belum bisa dipastikan karena kondisi Joko yang belum pulih sepenuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments