Miabella segera menoleh. Dia melayangkan tatapan sinis kepada Adriano. "Aku sedang malas pergi ke manapun. Jadi, jika kalian ingin berangkat ke Palermo atau ke manapun itu ... maka pergi saja. Berlibur, bersantai, serta bersenang-senanglah sebelum musim panas benar-benar berakhir. Aku tidak tertarik untuk melakukan itu semua." Nada bicara Miabella terdengar sangat ketus. Dia kembali membalikkan badan, kemudian berlalu begitu saja dari hadapan orang tua serta adiknya.
"Kakak!" panggil Adriana yang seakan hendak mencegah agar Miabella tak segera meninggalkan ruang tamu. Gadis bermata biru itu sudah berdiri, tetapi dengan segera Mia menahan dan mengisyaratkan agar dia kembali duduk.
Adriana yang polos, menatap sang ibu dengan sorot penuh tanda tanya. Karena tak mendapat jawaban dari Mia, gadis manis berambut gelap itu pun mengalihkan perhatian kepada sang ayah yang juga lebih memilih untuk menutup mulut. "Boleh aku tahu kenapa kakakku berubah menjadi seperti itu? Apakah karena kepergian Carlo? Jika memang iya, daddy suruh saja agar dia kembali. Dengan begitu, kakak bisa ceria lagi."
"Kau belum dapat memahami hal ini, Sayang," sahut Mia seraya mengulurkan tangan dan membelai rambut panjang putri keduanya.
"Aku hanya tak suka melihat kakak menjadi murung seperti itu. Apalagi, kita akan kembali ke Monaco dan meninggalkannya sendiri di sini. Kakak pasti sedih dan juga kesepian." Adriana menghadapkan tubuhnya kepada Mia. Gadis remaja berusia tujuh belas tahun tersebut memasang raut wajah yang terlihat resah dan juga khawatir.
"Jangan terlalu berlebihan, Adriana. Kakakmu gadis yang kuat. Dia akan melewati ini dengan mudah." Adriano yang sejak tadi bungkam, kini kembali bersuara. Namun, setelah berkata demikian Adriano segera beranjak dari duduknya. Sebelum benar-benar pergi, dia kembali mengatakan sesuatu. "Pestanya akhir minggu ini. Kuharap Miabella bisa berubah pikiran sebelum kita berangkat ke Palermo." Seusai berkata demikian, sang ketua Tigre Nero pun berlalu dari hadapan istri dan putri bungsunya.
Sementara Mia hanya dapat mengempaskan napas pelan. Tak pernah dia bayangkan bahwa kedekatan antara Miabella dan Adriano yang dulu begitu hangat, kini harus merenggang hanya karena sebuah aturan. Sedih, tentu saja. Mia pun merasa harus melakukan sesuatu.
Malam itu seperti biasa, Miabella terbangun dari tidurnya. Dia keluar kamar untuk mengambil air minum dan sekadar mencari angin segar. Sayup-sayup, terdengar seseorang yang tengah berbicara di koridor. Miabella pun semakin mendekat ke arah sumber suara.
Tak jauh dari tempatnya berdiri, tampaklah seorang gadis yang tak lain adalah Adriana. Dia tengah asyik berbincang dengan seseorang di telepon. Sesekali, gadis remaja itu tertawa pelan saat menanggapi ucapan lawan bicaranya. Dari bahasa tubuh yang ditunjukkan, jelas sudah bahwa Adriana begitu bahagia.
Namun, keceriaan putri bungsu Adriano dan Mia tadi seketika memudar, ketika pandangannya menangkap sosok sang kakak yang tengah berdiri sambil menyandarkan lengan pada dinding koridor. Miabella juga melipat kedua tangan di dada, dengan tatapan yang terarah tajam kepada Adriana..
"Kenapa kau belum tidur?" tanya Miabella tanpa senyum sedikit pun.
"Aku tadi sudah ingin tidur, tapi tiba-tiba Achiles menghubungiku," jawab Adriana seraya berjalan mendekat. "Kakak juga kenapa belum tidur?" Gadis cantik bermata biru itu menanyakan hal yang sama.
"Siapa Achiles?" tanya Miabella, tanpa memedulikan pertanyaan dari sang adik. "Apa dia kekasihmu?" selidiknya.
"Achiles adalah putra paman Arsen dan bibi Olivia. Kami bertemu ketika aku pergi ke Yunani," jawab Adriana menjelaskan.
Mendengar nama Olivia, seketika Miabella menegakkan tubuh. "Bibi berambut hitam," gumamnya pelan. Sekian tahun berlalu, gadis itu seakan lupa kepada wanita yang dulu menjadi teman bermainnya. "Kau bertemu dengan bibi Olivia?" tanya Miabella meyakinkan.
Adriana segera mengangguk. "Dia wanita yang sangat baik dan juga ramah. Rambutnya hitam, sama seperti rambutku," ujar gadis itu selalu dengan wajah ceria. Sebuah karakter yang merupakan kebalikan dari Miabella.
"Aku tahu itu," sahut Miabella. Dia bermaksud untuk berlalu dari hadapan sang adik. Miabella melangkah begitu saja menyusuri koridor.
"Daddy ingin agar kita semua pergi ke Palermo," ucap Adriana yang berhasil membuat Miabella menghentikan langkahnya.
"Aku sudah menjawabnya tadi. Apa kata-kataku masih kurang jelas?" sahut Miabella tanpa menoleh.
"Kami mendengarnya. Namun, daddy tetap bersikeras agar Kakak bisa ikut," balas Adriana. Dia berjalan mendekat kepada sang kakak yang masih berdiri dalam posisi membelakangi. "Kumohon ikutlah, Kak. Kami akan segera kembali ke Monaco. Aku, daddy, dan juga ibu pasti akan sangat merindukanmu. Kau akan merasa kesepian di sini."
"Kalian pergi berhari-hari ke Yunani tanpa aku," balas Miabella menyanggah ucapan Adriana. Namun, gadis itu segera terdiam. "Saat itu aku tak sedikit pun merasa kesepian, karena ... karena ada Carlo yang menemaniku," ucap Miabella lagi setengah bergumam.
"Bukankah Carlo akan kembali? Suruh saja agar dia segera pulang. Dengan begitu Kakak bisa ...."
"Ayahmu sudah mengusirnya!" sentak Miabella sambil membalikkan badan kepada Adriana. "Ayahmu sudah menyuruh dia untuk pergi dari sini!" Telunjuk Miabella mengarah langsung kepada sang adik, yang tampak terkejut atas nada tinggi gadis itu. Namun, tak lama kemudian Miabella segera menarik kembali tangannya. Dia pun tertunduk lesu, kemudian terisak pelan
"Aku yakin jika daddy tidak sejahat itu. Kalaupun dia menyuruh Carlo untuk pergi, pasti karena ada sebuah alasan yang sangat besar ...."
"Dari mana kau tahu jika daddy zio memiliki alasan besar, dengan menyuruh Carlo pergi dari sisiku?"
"Kau mengenal daddy jauh lebih lama dariku, Kak. Aku yakin jika apapun keputusan yang telah diambilnya, itu pasti sudah berdasarkan pemikiran yang matang. Usiaku baru tujuh belas tahun. Aku tidak berhak terlalu banyak bicara tentang urusan orang dewasa." Adriana menundukkan kepala, kemudian berbalik. Dia bermaksud untuk kembali ke kamarnya.
"Kau tak akan pernah mengalami apa yang terjadi padaku saat ini," ucap Miabella dengan suara bergetar. Sedangkan Adriana menghentikan langkahnya, kemudian menoleh. "Kau putri kandung Adriano D'Angelo dan Florecita Mia. Sedangkan aku ... sejak kecil aku tidak terlalu dekat dengan ibu. Ayah pun sudah tiada sebelum ...." Miabella tak melanjutkan kata-katanya. Dia memilih untuk pergi dari dari sana.
Namun, Miabella sempat mendengar suara sang adik yang mengatakan sesuatu.
"Kenapa Kakak berkata seperti itu?" Akan tetapi, gadis cantik tersebut tak berniat untuk membalasnya. Miabella melanjutkan langkah, hingga dirinya tiba di depan foto mendiang Matteo de Luca.
Dipandanginya paras tampan sang ayah yang terlihat begitu gagah. Entah seperti apa jadinya, andai pria itu masih ada hingga saat ini. "Ayah ...." desah Miabella teramat lirih. "Apa kau pernah menjadi sangat lemah dan hilang kendali karena cinta? Apa kau pernah merasa tersesat, akibat hati yang terluka oleh sebuah rindu yang berkepanjangan? Baru berapa hari Carlo meninggalkanku, dan aku sudah kacau seperti saat ini. Apakah aku selemah itu? Rasanya tak pantas jika diriku harus menyandang nama besar de Luca." Miabella tertunduk, kemudian menitikkan air mata.
"Aku dan ayahmu pernah terpisah dalam jangka waktu tiga tahun lamanya, sebelum kami dapat kembali hidup bersama. Kami menjalani hari tanpa kehadiran satu sama lain. Saat itu aku yang dulu terlalu lemah untuk seorang Matteo de Luca, berusaha agar menjadi pribadi yang jauh lebih kuat dari sebelumnya. Lalu, ketika takdir kembali mempertemukan kami berdua ... kehidupan seorang Florecita Mia pun seketika berubah." Mia berdiri di sebelah Miabella. Dia ikut memandangi foto pria yang dulu teramat dicintainya.
"Theo. Dia pria yang sangat luar biasa. Tampan, kuat, pemberan, tak takut apapun. Dia bahkan menyerang markas musuh hanya seorang diri. Theo memang seseorang yang berwatak keras, pembangkang, dan juga terkadang begitu dingin. Semua karakter yang ada pada dirimu, Sayang. Kau, Miabellaku. Cerminan dari Matteo de Luca." Mia menyeka air matanya.
"Jalanilah apa yang sedang kau hadapi saat ini. Suatu saat nanti, takdir akan membawamu pada sebuah pintu di mana terdapat dunia baru. Kebahagiaan itu pasti ada."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Verawati Verawati
aku nangis bacanya sabar ya Bella
pasti kedepannya kebahagiann menantimu 😘
2023-01-12
3
Diana Lubis
bersabarlah CaraMia,,,
2023-01-12
2
Esther Nelwan
bner bgt tuh petuah mia ...
2023-01-11
1