Carlo membuka matanya perlahan. Padahal dia baru dapat terpejam sekitar dini hari tadi. Terlalu banyak yang hal pria itu pikirkan di dalam benaknya, sehingga membuat dia merasa kesulitan untuk tidur. Padahal cuaca di luar cukup dingin, tapi Carlo tidur bertelanjang dada dengan memakai celana jeans yang belum sempat dia lepas sejak perjalanan jauh.
Pria tampan bermata biru itu terkekeh pelan. Jika ada Miabella di sisinya, gadis itu pasti sudah memarahi dia habis-habisan. “Kau jorok sekali, Carlo!” Terngiang selalu kata-kata gadis itu beserta mimik wajahnya.
Beberapa saat kemudian, Carlo memutuskan untuk bangkit dan duduk sejenak di tepi ranjang. Diliriknya pisau lipat yang dia letakkan di atas nakas. Carlo meraih benda tajam itu dan memainkannya sejenak.
Pria itu memutar kembali kenangan hidupnya, dari sejak dia dapat mengingat segala hal hingga detik ini.
Wajah-wajah orang yang dia kenal, datang silih berganti. Untuk sesaat, wajah Miabella merajai benaknya, lalu berpindah kepada Fabiola. Carlo pun mende•sah pelan. Wanita yang telah melahirkannya tersebut mengalami penderitaan dalam waktu yang sangat lama. Entah apakah Carlo dapat mempersembahkan kebahagiaan bagi sang ibu atau tidak di sisa umurnya.
“Aku harus bisa!” Carlo menggumam pelan, tapi penuh dengan keyakinan. Satu lagi hal yang memantik semangatnya, membuat Carlo harus berupaya agar usahanya tak sia-sia. Dia harus dapat merebut tahta dan memiliki kekuasaan serta kekuatan yang jauh lebih besar dari Adriano.
“Ah.” Pria rupawan itu menyugar rambut gelapnya, lalu tertunduk dengan kedua tangan memegangi kepala sambil bertumpu pada siku. Mungkin inilah saat yang tepat bagi dia, untuk dapat menuai segala ilmu bela diri dan menggunakan senjata yang telah diajarkan oleh Adriano.
Ayah sambung Miabella tersebut selalu menggembleng Carlo selama bertahun-tahun. Dia mendapat bimbingan khusus yang tak seorang pun anak buah kepercayaan Adriano terima. Pria tampan dan kharismatik tersebut seolah tengah menyiapkan Carlo untuk hari ini. Setidaknya begitu yang dia pikirkan. Namun, dengan segera Carlo menepis angan-angan tadi. Pengusiran oleh Adriano, cukup menegaskan bagaimana posisinya di mata ketua organisasi Tigre Nero tersebut.
“Tuan Muda, apakah Anda sudah bangun?” seru Igor dari balik pintu. Suara pria itu membuyarkan semua lamunan yang memenuhi benak Carlo.
“Ya,” jawab pria bermata abu-abu itu sedikit nyaring dari dalam kamar. Dia segera menyambar T-shirt yang diletakkan begitu saja di atas kursi kayu, kemudian mengenakannya. Carlo melangkah gagah menuju pintu, lalu membukanya lebar-lebar.
“Apakah Anda tidur nyenyak tadi malam?” tanya Igor berbasa-basi.
“Lumayan,” jawab Carlo seraya tersenyum.
“Syukurlah.” Igor membalas senyuman menawan itu dengan tepukan di pundak. “Mari sarapan dulu, Tuan Muda. Pegawaiku sudah menyiapkan menu yang menggugah selera,” ajaknya.
“Tunggu sebentar. Aku harus membersihkan diriku dulu,” ujar Carlo seraya membalikkan badan.
“Baiklah. Kutunggu Anda di lantai satu, Tuan Muda. Tepat di ruangan sebelah lobi,” terang Igor sebelum berlalu dari sana.
Carlo pun bergegas ke kamar mandi, lalu menyalakan shower dan mulai membersihkan dirinya dengan cepat.
Semburan air hangat dari shower, cukup membuat kepalanya terasa ringan dan tenang. Setelah selesai, Carlo segera mengambil pakaian bersih dari dalam ransel, kemudian memakainya.Tak lupa dia menyemprotkan parfum hadiah dari Miabella sebagai pelengkap penampilannya pagi itu.
Sesuai yang dikatakan oleh Igor tadi, Carlo buru-buru meraih pisau lipat dan ponsel, lalu mengunci pintu kamar. Dia berjalan turun ke lantai satu menuju ruangan di sisi lobi. Di sana, Igor telah menunggunya. Akan tetapi, pria paruh baya itu tidak sendiri. Ada seorang lain yang tak Carlo kenal. Orang tersebut tampak seusia dengan Igor.
“Selamat pagi, Tuan Muda.” Pria yang belum Carlo kenal itu berdiri lalu mengangguk penuh hormat.
“Siapa dia?” tanya Carlo pada Igor.
“Namanya Ivan Kasparov. Dia dulu merupakan salah satu penasihat tuan Nikolai. Lokasi tempat tinggal Ivan adalah yang terdekat denganku,” jelas Igor.
“Ah, begitu rupanya.” Carlo kembali memamerkan senyuman hangat sembari mengulurkan tangan yang segera disambut dengan jabat tangan erat oleh Ivan.
“Anda harus tahu bahwa ini adalah hari yang sangat bersejarah bagiku, Tuan. Aku tak percaya diberikan anugerah berupa umur yang panjang agar dapat bertemu dengan pewaris tahta klan Serigala Merah yang sebenarnya,” ujar Ivan penuh kekaguman.
“Situasi di luar sana sangat kacau dan Anda datang di saat yang tepat.”
“Kita lanjutkan pembicaraan penting ini setelah sarapan nanti,” sela Igor.
“Baiklah.” Ivan menurut, lalu duduk sesuai arahan tangan Igor. Begitu pula dengan Carlo. Jujur saja, pria itu sudah teramat lapar. Terakhir kali dia makan adalah saat di kereta api ekspress antar negara.
Setelah selesai menyantap hidangan sambil mengobrol ringan di meja makan, Igor berdiri terlebih dulu lalu mempersilakan Carlo untuk berjalan mengikutinya. Sedangkan Ivan berjalan paling belakang. Mereka berjalan ke sudut ruang makan, di mana terdapat pintu berukuran cukup besar. Perlahan Igor membukanya, kemudian menarik sesuatu di bagian atas.
Sesuatu itu ternyata sebuah saklar berbentuk tali panjang yang terhubung dengan bola lampu pijar, dan memancarkan cahaya berwarna kuning. “Tutup pintunya, Ivan,” suruh Igor. Ketika pintu tertutup, satu sisi dinding yang terbuat dari batu bata di dalam ruangan itu langsung terbuka ke bagian atas, sehingga memperlihatkan anak tangga menuju ke bawah.
“Mari.” Igor mengarahkan carlo untuk turun terlebih dahulu. Tangga itu berbentuk melingkar ke bawah. Carlo harus menapakkan kakinya dengan hati-hati, sebab permukaannya yang licin dan dipenuhi lumut.
“Sudah bertahun-tahun aku tidak membuka kamar rahasia ini, Tuan Muda,” ucap Igor.
“Seperti itulah. Aku bahkan baru bertemu dengan Igor hari ini setelah puluhan tahun berlalu,” timpal Ivan. Dia tampak was-was saat menuruni tangga.
"Apakah itu artinya tempat ini sudah ada sejak duli?" tanya Carlo penasaran.
"Ya, Tuan," sahut Igor membenarkan. "Klan Serigala Merah memiliki banyak markas rahasia untuk dijadikan sebagai tempat pertemuan. Markas-markas rahasia itu tersebar di beberapa sudut negara Rusia, berhubung anggota kita memang tersebar di mana-mana," jelas Igor.
"Lalu di mana tepatnya pusat pemerintahan Klan Serigala Merah?" tanya Carlo lagi sambil terus berjalan.
"Pusat pemerintahan terletak di kota Velikiy Novgorod. Hingga saat ini pun masih berada di sana. Sepertinya Viktor kebingungan hendak memindahkannya ke mana," pikir Igor.
"Velikiy Novgorod?" ulang Carlo menyebutkan nama kota itu dengan kaku.
"Ya. Letaknya sekitar 200 km dari St. Petersburg." Ivan ikut menimpali.
"Itu pun aku tidak tahu," sahut Carlo dengan diiringi tawa pelan.
"Tak apa. Nanti kita bisa berkeliling Rusia jika Anda mau." Igor menoleh, lalu tersenyum.
Mereka saat itu telah tiba pada anak tangga paling akhir. Igor yang berada di belakang Carlo, segera berjalan mendahului dan berhenti di depan sebuah lemari kayu yang terletak di seberang tangga.
Igor mendorong salah satu sisi lemari tadi sampai benda itu bergeser ke samping. Tampaklah sebuah ruangan lain yang ada di balik benda tersebut. Ruangan itu terlihat jauh lebih mewah dan bersih dibandingkan dengan tempat yang sedang Carlo pijak.
“Mari, Tuan,” ajak Ivan bersamaan dengan Igor yang menarik tuas di sudut dinding. Tuas itu menimbulkan bunyi berdecit, lalu berdengung. Tak lama kemudian, cahaya mulai terpancar dari atas. Ruangan yang tadinya gelap dan hanya mendapat pencahayaan dari lampu ponsel milik Carlo, kini berubah menjadi lebih benderang.
Carlo dapat melihat lampu gantung yang terbuat dari kristal. Benda itu menyala terang di tengah langit-langit ruangan. Pria itu juga berdecak kagum, saat melihat meja pertemuan berbentuk oval yang terbuat dari batu alam serta dikelilingi oleh kursi-kursi yang juga terbuat dari bahan yang sama.
“Tempat apa ini?” tanyanya setengah bergumam.
“Ini adalah kamar rahasia, Tuan. Dulu, kami sempat menyusun kekuatan dan strategi sesaat setelah Viktor berhasil merebut kekuasaan tuan Nikolai,” tutur Ivan.
“Anggota rahasia kami saat itu berjumlah empat puluh tujuh orang. Namun, Viktor memburu dan menghabisi kami satu per satu, hingga yang tersisa tinggal tujuh belas orang saja,” sambung Igor.
“Kami yang tersis adalah orang-orang terkuat pada masanya,” lanjut Ivan.
“Astaga, hanya tujuh belas orang?” gumam Carlo.
“Anda tidak perlu khawatir, Tuan Muda. Dari yang tujuh belas orang itu memiliki pasukannya sendiri-sendiri. Jika kita kumpulkan, maka sedikit lagi akan menyamai jumlah anak buah Viktor,” jawab Ivan dengan yakin.
“Jangan bercanda, Ivan!” tegur Igor dengan cukup tegas. “Jika terkumpul, kita hanya berjumlah ratusan, sementara Viktor ….” Pria paruh baya itu tak melanjutkan kata-katanya. Dia malah memandang penuh arti kepada Carlo.
“Anak buah Viktor memang berjumlah ribuan, Tuan. Namun, mereka tak sekuat dan setangguh yang kita bayangkan. Di bawah Viktor, klan Serigala Merah sudah tak bertaring lagi. Mereka diserang dari segala sisi, termasuk oleh tentara rahasia milik pemerintah Rusia,” lanjut Igor beberapa saat kemudian.
"Seharusnya celah itu bisa kita manfaatkan dengan baik. Aku akan menghubungi yang lainnya dan meminta mereka agar datang kemari," timpal Ivan. "Anda harus tahu seberapa besar loyalitas kami kepada tuan Nikolai Volkov," lanjutnya.
Carlo tersenyum simpul. Namun, dia seakan tengah memikirkan sesuatu. Sepertinya kekasih Miabella tersebut sudah menemukan salah satu siasat jitu. "Beritahu aku seberapa besar jumlah kekuatan Viktor," pintanya.
"Menurut berita yang kudengar, Viktor bisa merekrut setidaknya seratus atau dua ratus orang dalam setahun. Anak buahnya berasal dari berbagai kalangan. Maksudku, dia bahkan menerima preman jalanan untuk menjadi anggota Serigala Merah saat ini. Tak ada kualifikasi apalagi persyaratan khusus seperti yang diterapkan oleh mendiang tuan Nikolai dulu. Karena itulah, mereka kerap bertindak anarkis tanpa aturan yang jelas," tutur Igor menerangkan.
"Tuan Nikolai melarang keras seluruh anak buahnya agar tak menyerang masyarakat umum. Lain dengan sekarang. Karena itulah, pemerintah pun mulai bertindak karena mereka telah sangat meresahkan," terang pria itu lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Esther Nelwan
semangat carlo kamu murid kesayangan ketua tigre nero...
2023-01-10
0