Adriano melangkah gagah menuju kamar Carlo yang berada di ujung koridor. Ragu tangannya hendak mengetuk pintu. Namun, setelah beberapa saat, Adriano memutuskan untuk memanggil pengawal pribadi sang putri, yang juga merupakan anak asuhnya.
“Carlo!” panggil pria itu sambil mengetuk daun pintu pelan.
Tak mendapat jawaban, Adriano kembali mengetuk dengan lebih kencang. Namun, tetap tak ada jawaban. Suasana di sana pun terasa begitu hening. Pria rupawan itu menarik napas panjang. Jelas sudah bahwa anak asuh kesayangannya tersebut tidak sedang berada di dalam kamar. Raut wajah Adriano mendadak berubah kecewa.
Adriano menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Dia kemudian berlalu dari sana. Pria yang masih terlihat tampan di usianya yang tak lagi muda itu hendak kembali ke kamar Miabella, saat dirinya berpapasan dengan Dante yang tampak terburu-buru. “Tuan?” sapa salah satu anak buah kepercayaannya.
“Dari mana kau?” tanya Adriano datar.
“Aku baru saja kembali dari mencari nona muda Miabella, Tuan. Ada sedikit masalah di perkebunan,” jawab Dante sopan.
“Hm. Apa kau sudah bertemu dengan putriku?” tanya Adriano lagi.
“Tidak, Tuan. Nona tak ada di kamarnya. Aku hanya melihat Carlo yang baru keluar dari sana,” terang Dante.
Adriano sempat terdiam beberapa saat, lalu menyunggingkan senyuman samar. “Berarti tepat dugaanku,” gumamnya pelan. Namun, Dante masih dapat mendengar hal itu dengan jelas.
“Apa maksudnya, Tuan?” Dante mengernyitkan kening karena tak mengerti.
“Tidak ada. Sekarang kau cari Carlo dan suruh dia untuk menemuiku di ruang kerja,” titah Adriano seraya membalikkan badan. Dia berjalan dengan gagah ke bagian lain dari bangunan megah Casa de Luca.
“Matteo,” ucapnya lirih ketika melewati lukisan besar bergambar seorang pria tampan berambut hitam dan bermata abu-abu.
Adriano berdiri sejenak di sana.
Diperhatikannya lukisan itu dengan lekat. Mata indah pria di dalam lukisan tersebut begitu mirip dengan mata Miabella, sang putri sambung. “Putrimu ... sudah tumbuh dewasa sekarang. Aku merawatnya dengan penuh cinta hingga dia sebesar sekarang. Namun, dia sudah membuatku bersedih,” ujar Adriano yang seakan-akan menganggap bahwa lukisan itu dapat mendengar keluh kesahnya.
Tak berselang lama, Adriano kembali melanjutkan langkah. Dia kini telah tiba di depan ruang kerja milik mendiang Matteo de Luca, sang pemilik sebenarnya dari bangunan megah berarsitektur khas tuscany tersebut. Adriano membuka pintu ruangan itu lebar-lebar dan masuk ke dalamnya. Dia memilih untuk berdiri di dekat jendela yang mengarah langsung pada hamparan perkebunan anggur seluas mata memandang.
Cukup lama Adriano berdiri di sana dengan angan yang berputar pada belasan tahun silam, ketika sosok Carlo yang saat itu masih berumur tujuh belas tahun datang padanya dan meminta pekerjaan. Saat itu juga, Adriano tertarik dengan remaja tampan yang membuat dia seakan melihat sosok dirinya sendiri di masa remaja.
“Aku akan menjadikanmu anak asuh kesayanganku,” ucap Adriano waktu itu.
“Kau juga kuangkat menjadi pengawal pribadi Miabella. Jaga putriku sebaik mungkin.” Adalah sepenggal kalimat yang dia ucapkan ketika meminta Carlo untuk mengabdi pada putri sambungnya.
“Ah.” Adriano mende•sah pelan, bersamaan dengan ketukan pelan di pintu. Sosok yang ada dalam pikirannya dan sedang dia tunggu, akhirnya muncul.
“Tuan, apa kabar? Kapan datang? Dante mangatakan bahwa Anda mencariku." Carlo menghadap kepada Adriano dengan sikap yang seperti biasanya. Pria tampan itu berdiri tak jauh dari sang tuan yang masih memandang ke luar jendela. Namun, suara bariton anak asuhnya itu telah sangat Adriano kenal, meski tak dia lihat orangnya secara langsung.
Adriano pun segera menoleh kepada pria tampan tersebut. Dia menatapnya sesaat dengan sorot yanga terasa aneh bagi Carlo. Namun, sang pengawal rupawan mencoba untuk menepiskan perasaan tersebut.
“Apa kabar, Carlo. Ayo, duduklah.” Adriano mengulurkan tangan ke arah kursi untuk mempersilakan Carlo.
“Apa ada sesuatu yang penting, Tuan?” tanya Carlo sesaat setelah duduk. Sikap tenang pria tiga puluh empat tahun tersebut kini mulai berangsur sirna. Dia menjadi sedikit tegang.
“Ya,” jawab Adriano yang masih tetap berdiri. “Dari mana kau?" tanyanya kemudian.
"Aku ke kamarmu, tapi kau tidak ada di sana.”
“A-aku ....” Carlo tergagap, lalu terdiam. Dia seakan tak hendak melanjutkan kata-katanya.
“Kau tidak ingin menjawab pertanyaanku?” Adriano memicingkan mata sesaat, setelah itu memandang tajam kepada Carlo yang menunduk dalam-dalam. Sementara Adriano terus menunggu tanggapan dari pengawal Miabella itu sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Ada apa, Carlo? Bicaralah,” suruhnya. Akan tetapi, Carlo tetap memilih diam.
“Baiklah, jika kau tak ingin bercerita. Biar aku saja yang akan menuturkan sebuah kisah untukmu.” Adriano berjalan mendekat, lalu duduk tak jauh dari Carlo.
“Dua puluh dua tahun yang lalu, aku menjenguk Mia yang baru saja melahirkan. Waktu itu dia masih hidup berbahagia dengan suaminya terdahulu, yaitu Matteo de Luca pemilik bangunan dan perkebunan ini. Saat itulah, pertama kalinya aku melihat Miabella yang masih berusia beberapa hari,” tutur Adriano mengawali ceritanya.
“Setelah itu aku menghilang dari kehidupan mereka dan bertemu kembali dengan Miabella saat gadis kecil tersebut masih berusia tiga tahun. Di usia sedini itu, Miabella harus merasakan kehilangan seorang ayah. Dia langsung memelukku saat kami bertemu dan bersikap seolah sudah mengenalku sejak bertahun-tahun lamanya,” lanjut Adriano lagi.
“Sejak saat itu pula, Mia dan Miabella telah mengikatku kuat-kuat sehingga aku tak bisa lari lagi. Aku bertekuk lutut di kaki mereka. Mia adalah segalanya bagiku, begitu pula dengan Miabella. Kami memang tak terikat oleh darah, tapi rasa sayang yang kumiliki untuk gadis itu jauh lebih besar daripada apapun di dunia ini, termasuk diriku sendiri,” tutur Adriano panjang lebar.
“Aku akan selalu melindungi Miabella bahkan jika nyawaku menjadi taruhannya.” Selesai berkata demikian, Adriano terdiam dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi.
Carlo yang sedari tadi menunduk, segera mendongak dan balas menatap Adriano. “Aku mencintai putri Anda,” ungkapnya dengan nada yang terdengar begitu tegas. Pada akhirnya, pria tampan tersebut mengutarakan perasaan yang disembunyikannya dari Adriano, seseorang yang telah banyak berjasa itu.
Carlo tak akan melupakan sosok ayah tiri Miabella. Adriano merupakan donatur tetap dari panti asuhan yang telah dirinya tinggali semenjak dia masih bayi. Namun, Carlo juga tak bisa menyembunyikan perasaan itu terlalu lama. Seandainya bisa, dia ingin menyampaikan pada seluruh dunia, bahwa dirinya benar-benar jatuh cinta dan tergila-gila kepada Miabella.
Adriano tak segera menanggapi. Dia malah mengetuk-ngetukkan jemarinya pada pegangan kursi kayu. “Cinta?” ulangnya. “Apa kau ingat dengan kata-kataku, Carlo?” Sedangkan Carlo membisu. Dia menutup mulutnya rapat-rapat dengan mata terus terarah kepada Adriano.
“Bukankah saat itu aku melarangmu untuk jatuh cinta pada putriku? Namun, lihatlah keadaannya kini. Kau mengencani Miabella dan bahkan tidur di dalam kamarnya,” ujar Adriano dengan tenang.
Namun, tidak demikian dengan Carlo. Pria tampan yang juga bermata biru itu terbelalak. Dia menatap sang majikan dengan sorot mata tak percaya. “Ba-bagaimana bisa?” tanyanya terbata.
“Carlo. Bau tubuhmu sudah melekat kuat di tubuh Miabella. Aku bisa menciumnya dari jarak beberapa meter,” jawab Adriano sambil menggeleng pelan. “Kau menyakitiku, Carlo. Kau berkhianat padaku,” imbuhnya.
“Mencintai sungguh tidak sama dengan pengkhianatan, Tuan. Aku tidak pernah berkhianat terhadap Anda. Sama sekali tak pernah terlintas dalam pikiranku untuk melakukannya,” sanggah Carlo.
“Kau menyanggupi, Carlo. Kau sudah berjanji padaku untuk tidak melibatkan hati dalam pekerjaan ini. Akan tetapi, lihatlah kenyataannya. Kau menjalin hubungan dengan Miabella secara diam-diam di belakangku,” sesal Adriano sembari memijit pangkal hidungnya.
“Sekarang, kemasi barang-barangmu. Pergilah ke manapun, asalkan menjauh dari putriku,” perintah Adriano seperti petir yang menyambar Carlo tanpa ampun. Perasaannya begitu hancur berkeping-keping mendengar kalimat menyakitkan yang terlontar dari bibir sang majikan.
“Anda mengusirku, Tuan?” tanya Carlo tak percaya.
“Kau tahu sendiri bahwa aku membenci pengkhianat,” jawab Adriano datar. “Aku sungguh menyayangimu. Aku seperti melihat diri sendiri di masa mudaku dulu melalui dirimu. Kau ... begitu mirip denganku. Itulah kenapa, dirimu hanya kuhukum dengan meninggalkan tempat ini dan Miabella untuk selamanya.”
“Anda mengusirku?” Carlo kembali mengulang pertanyaannya tadi.
“Pengusiran adalah hukuman yang paling ringan dariku, karena aku menyayangimu. Jika kau bukan Carlo, maka sudah pasti detik ini juga aku akan menyeretmu ke Monaco, lalu kulemparkan kau ke kandang macan-macan hitam kesayanganku!” Nada bicara Adriano bagaikan lava pijar yang menyembur dari perut bumi, begitu menyakitkan dan menghanguskan Carlo hingga pria itu tak dapat berkutik lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Diah Anggraini
keren loh daddy zio.. bisa tau carlo ada di kamar mia
2024-08-25
0
Esther Nelwan
aduuuh Daddy Zio klw marah serem dah...
2023-01-02
1
Lina Erlawati
dikira Daddy zoo bodoh ya Bella... km gtau Daddy zio mu itu rajanya donjuan. putri mafia yg disegani tp MLM pertama di semak semak...ck... Carlo jg hrsny kl cinta ya dijaga toh b tentu dinikahi. seperjalananmu JD putra mahkota mafia Rusia blm tentu km g tertarik wanita lain.
2023-01-02
7