Miabella berjalan lunglai sembari menundukkan kepala. Dia kembali memasuki lift dan memencet tombol menuju lantai basement. Setelah pintu lift terbuka, dia melangkah gontai ke tempat dirinya memarkirkan jeep peninggalan sang ayah. Miabella duduk tercenung untuk beberapa saat di belakang kemudi, sambil mengingat-ingat kembali pria yang sempat ditendangnya tadi.
Gadis itu belum pernah bertemu dengan pria berkepala plontos, yang dia temui di ruangan Grigori. Beberapa hari yang lalu, saat pertama kali datang ke kantor pria asal Rusia tersebut, yang menyambut dia dan Carlo adalah orang yang berbeda. Miabella pun terus meyakinkan diri. Saking fokusnya dengan penjaga pintu ruangan itu, Miabella bahkan sampai mengabaikan apa yang terjadi, di sisi lain area parkir basement tempatnya kini berada.
Sementara itu, Carlo sudah duduk dengan gagah di atas motornya. Dia juga telah mengenakan segala perlengkapan berkendara, pria dengan banyak tato di tubuhnya tadi segera melajukan motor dan meninggalkan area parkir.
Bersamaan dengan itu, Miabella yang sempat berpikir beberapa saat lamanya, memutuskan untuk kembali mendatangi kantor Grigori sekali lagi, agar dapat lebih meyakinkan diri. Dia tak akan tenang sebelum bertemu dengan pria paruh baya tersebut.
Miabella akhirnya keluar dari dalam mobil jeep dan bergegas menuju lift. Walaupun gadis tersebut tak begitu mengenal sosok Grigori Kostya, tetapi dia memaksakan diri untuk menemuinya. Miabella berharap supaya kali ini dapat bertemu dengan pria itu.
Selama di dalam lift, Miabella terus memikirkan dan mencoba merangkai kata yang akan dia ucapkan. Tak berselang lama, pintu lift pun terbuka. Dia bergegas menuju ruangan yang baru saja dirinya datangi. Bedanya, kali ini di depan ruangan itu sudah tak terlihat lagi sosok penjaga yang tadi sempat merasakan tendangannya.
Gadis bermata abu-abu itu tertegun untuk beberapa saat. Dia meraih ujung kuncir rambut panjangnya, kemudian memindahkan ke depan hingga menggantung di atas pundak sebelah kanan. Miabella pun menghela napas dalam-dalam, sebelum mengangkat tangan dan bermaksud untuk mengetuk.
Akan tetapi, belum sempat tangannya menyentuh daun pintu, penutup ruangan tersebut telah lebih dulu terbuka. Tampaklah seorang pria yang kemarin menyambut kedatangannya dan Carlo di sana. Pria tadi mengernyitkan kening, kemudian mengangguk sopan. “Ada yang bisa kubantu, Nona?” tanyanya.
“Tadi aku sudah ke sini. Uhm, tapi aku tak menemukan siapa-siapa,” jawab Miabella sedikit salah tingkah. “Aku ingin bertemu dengan tuan Kostya,” lanjutnya dengan mimik yang terlihat agak ragu.
“Siapa, Feliks?” Suara Grigori terdengar dari dalam ruangan.
“Aku,” jawab Miabella seraya kembali menerobos masuk. Dia berdiri dengan jarak beberapa langkah dari meja di mana pria asal Rusia itu berada.
Melihat keberadaan Miabella di dalam ruangannya, Grigori segera berdiri. Dia lalu mengisyaratkan kepada asisten bernama Felix tadi agar keluar. Sang asisten pun mengangguk, kemudian berlalu dari sana. Tak lupa dia menutup pintunya rapat-rapat.
“Nona ....”
“de Luca. Miabella Conchetta de Luca,” jawab gadis dengan pakaiannya yang belum diganti, semenjak dia kembali dari perkebunan.
“Nona de Luca. Apakah Anda putri dari tuan Marco de Luca?” tanya Grigori yang belum mengenal sosok Miabella.
“Marco adalah pamanku. Sedangkan aku merupakan putri dari Matteo de Luca, sang perakit senjata khas dari Klan de Luca,” jelas Miabella dengan bangga. Rasa marahnya terhadap Adriano, membuat dia menghidupkan sosok sang ayah yang belum terlalu dirinya kenal.
Mendengar nama Matteo de Luca, membuat Grigori seketika terdiam. Dia memang sempat mendengar nama besar sang mantan ketua Klan de Luca tersebut dengan segala kehebatannya. “Matteo putra Roberto de Luca,” ucapnya pelan. “Luar biasa,” decak pria itu. Grigori kemudian terdiam sejenak. “Lalu, apa yang kubantu?” tanya pria itu penuh wibawa.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Grigori, Miabella sempat mengedarkan pandangannya. Tatap mata gadis cantik tersebut menyapu setiap sudut ruangan tanpa terlewat. Pada akhirnya, sorot mata abu-abu itu terkunci pada sosok berusia yang sepertinya hampir sama dengan Adriano. “Apakah Carlo datang kemari?” tanya Miabella beberapa saat kemudian.
“Carlo?” ulang Grigori. “Maksud Anda tuan Karl Mikhailov?” tanyanya meyakinkan.
“Ya,” jawab Miabella pelan dan datar.
“Tuan Karl memang kemari. Namun, dia sudah pergi dari sini beberapa saat yang lalu. Apakah Anda tidak bertemu dengannya di tempat parkir?” Grigori mengernyitkan kening karena merasa heran.
Miabella terpaku untuk sejenak. Kedua bola matanya bergerak dengan tak beraturan. Tanpa pamit atau berkata apapun lagi, gadis cantik itu berlari keluar dari ruangan tadi.
Lama dan merasa tak sabar saat menunggu lift terbuka, Miabella pun memutuskan untuk memilih turun dengan menggunakan tangga. Entah dengan berapa puluh undakan dia lalui, hingga dirinya tiba di lantai bawah dengan tubuh yang terasa lelah. Untungnya karena gedung itu hanya terdiri dari tiga lantai.
Setibanya di basement, Miabella mengarahkan pandangan pada sekeliling tempat itu. Lelah dan juga putus asa. Tubuhnya gontai menuju kendaraan. Gadis itu kemudian masuk, lalu duduk di belakang kemudi. Namun, Miabella tak segera menyalakan mesin mobil. Putri sulung Mia tersebut melipat kedua tangan di atas setir. Dia pun membenamkan wajahnya di sana. “Carlo,” isak si pemilik mata abu-abu itu pelan. Sekuat apapun dirinya, Miabella tetaplah seorang gadis biasa yang merasa rapuh karena cinta.
Sementara Carlo memarkirkan motornya di halaman rumah singgah. Setelah melepas helm, dia bergegas menyusuri koridor panjang. Tujuan pria tampan dengan kaca mata hitam yang belum dia lepas tadi adalah kamar yang ditempati oleh Miranda.
Setibanya di depan pintu ruangan yang dia tuju, Carlo pun mengetuknya. Seperti biasa, sehabis itu dia akan langsung masuk setelah tiga kali ketukan. Namun, Carlo tak tahu bahwa Miranda tengah menerima tamu di dalam kamarnya. “Ah, aku bisa kembali nanti. Maaf,” ucap pria tampan tersebut Dia telah melepas kaca mata hitam yang tadi dirinya kenakan.
“Carlo,” panggil Miranda pelan. Sakit yang dialami wanita itu membuatnya kehilangan sebagian besar bobot tubuh. Miranda pun tampak sangat lemah. “Kemarilah, Nak,” ajak wanita itu lagi.
“Nanti saja, Miranda. Aku tidak mau mengganggu kau dan tamumu,” tolak Carlo dengan sopan.
“Tak apa, Nak. Masuklah,” suruh Miranda. Pada akhirnya, Carlo pun menurut. Dia melangkah gagah ke dekat ranjang, di mana Miranda terbaring. Carlo berdiri tak jauh dari tamu Miranda. Dia merupakan seorang wanita dengan usia yang lebih muda dari sang pengasuh anak-anak panti.
Sekilas, Carlo sempat melirik wanita dengan dress panjang yang menutupi kaki. Wanita itu juga melapisi rambut panjangnya yang hitam dan terikat, menggunakan sebuah scraf bermotif. Dia tertunduk dengan kedua tangan yang saling bertumpuk di atas pangkuan.
“Bagaimana kabarmu, Miranda?” tanya Carlo penuh perhatian.
“Entahlah, Carlo. Rasanya semua obat yang telah kukonsumsi tak memberikan efek apapun,” jawab Miranda dengan lesu.
“Jangan begitu. Kau harus tetap berusaha untuk sehat. Anak-anak di sini membutuhkan sosok ibu sepertimu,” ucap Carlo membantah ucapan Miranda yang terdengar putus asa.
“Aku merasa sudah sangat puas dengan melihat perubahan di sini. Semuanya menjadi jauh lebih baik, setelah tuan Adriano D’Angelo mengambil alih kepemilikan rumah singgah ini dari tuan Alessandro Moriarty. Tuan Alessandro pun bukannya tidak baik dan bertanggung jawab. Namun, dengan kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan, membuatnya kewalahan untuk melakukan banyak pekerjaan,” tutur Miranda menjelaskan.
“Mereka pasti sama-sama pria yang luar biasa,” ucap Carlo menanggapi ucapan dari Miranda. Dia tengah mencoba untuk menepiskan segala kecamuk di dalam dada, atas pengusiran yang dilakukan oleh Adriano terhadap dirinya.
“Ya, kau benar. Tuan Adriano mewarisi kebaikan dari tuan Alessandro Moriarty. Bukankah begitu, Nyonya Fabiola?” Miranda mengalihkan perhatiannya kepada wanita dengan scraf yang sedari tadi hanya diam dan tertunduk.
Namun, setelah namanya disebut oleh Miranda, wanita itu pun mengangkat wajah. Tatapan dari sepasang mata abu-abunya tertuju langsung kepada pria tampan, yang juga tengah memandang dengan sendu dan penuh haru bercampur rasa tidak percaya. Tak berselang lama, setetes butiran bening pun terjatuh di sudut bibir Fabiola yang pucat dan bergetar. Wanita itu seakan hendak mengatakan sesuatu, tapi dia merasa begitu kesulitan.
“Nyonya Fabiola Miraldi ataukah Fabiola Volkov?” Dengan suara yang bergetar, Carlo menyebutkan nama itu. Tak pernah disangka bahwa dirinya akan dipertemukan dengan sosok yang tadi dia bahas bersama Grigori Kostya.
“Apapun itu, aku adalah ibu kandung yang telah meninggalkanmu di sini, Anakku,” sahut wanita yang ternyata memang Fabiola, ibunda Carlo sesungguhnya.
Carlo segera beranjak dari duduknya. Dia lalu menghampiri Fabiola yang masih memandang penuh haru. Pria itu kemudian bersimpuh di hadapan wanita tersebut, sambil menggenggam kedua tangan yang sejak tadi tersimpan di atas pangkuan. Tanpa merasa ragu, Carlo mencium kedua tangan sang ibu, lalu membenamkan wajahnya pada pangkuan wanita yang selama ini tak dia ketahui keberadaannya. “Ibu ....”
Untuk pertama kali dalam hidupnya semenjak tinggal di rumah singgah, Carlo dapat merasakan lembut dan nyaman belaian tangan dari seorang wanita yang telah melahirkannya. “Ya, Nak. Aku ibumu,” sahut Fabiola. “Apakah kau juga sudah bertemu dengan Grigori Kostya dan mendengarkan seluruh cerita darinya?” tanya Fabiola lagi. Carlo pun mengangguk pelan tanpa mengangkat wajahnya. “Kalau begitu, aku tak perlu bercerita lagi tentang kenangan buruk tersebut.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sergiy Karasyuk Lucy S.K.L.
Othor tu amazing bngt karya nya
kehaluannya keren 😍
2023-04-07
1
Esther Nelwan
aduuuh aku sll gk sabaaaaar bwt nunggu episode selanjutny
2023-01-05
1
Diana Lubis
semakin menarik...
2023-01-05
1