"Maaf, Carlo. Kau harus pergi dari sini juga dari kehidupan putriku," ucap Adriano lagi dengan tegas, tapi masih menggunakan bahasa serta nada bicara yang tenang. Adriano bahkan belum mengubah posisi duduknya. Kedua tangan pria itu masih dia letakkan pada pinggiran kursi, sedangkan kaki kiri berada di atas paha sebelah kanan.
Sementara Carlo tak tahu harus berkata apa. Pria tiga puluh empat tahun tersebut beranjak dari duduknya. Sebelum memutuskan untuk keluar dari ruangan tadi, dia berdiri sejenak sambil menatap tajam kepada sang majikan yang telah sekian lama menjadi panutannya. "Aku tahu dan sadar betul siapa diriku," ucap si pemilik mata biru tersebut.
"Aku tahu siapa kau," balas Adriano datar. "Pergi dan temukanlah kehidupan baru untukmu," pungkas Adriano. Dia lalu berdiri dan kembali ke dekat jendela. Adriano memandang ke luar, pada hamparan kebun anggur yang terlihat jelas dari tempatnya berada saat ini. Adriano mungkin tak ingin menyaksikan kepergian anak asuhnya tersebut.
Tak ada lagi yang bisa Carlo lakukan di sana. Dia tak ingin berdebat dengan Adriano. Bukannya tak berniat untuk berjuang, tapi Carlo sangat mengenal watak dari pria yang telah merawatnya selama ini. "Aku pergi sekarang juga, tapi kupastikan bahwa suatu saat nanti diriku pasti kembali. Tolong jaga nona Miabella untukku, karena saat aku kembali nanti ... tak akan ada yang dapat mencegahku untuk membawanya. Tidak Anda atau siapa pun juga," ucap Carlo dengan penuh penekanan. Dia lalu berbalik dan keluar dengan kedua tangan yang terkepal di samping tubuh.
"Aku tunggu," balas Adriano pelan, ketika anak asuh sekaligus pengawal Miabella tadi telah menghilang di balik pintu ruang kerja. Adriano memejamkan mata. Setetes butiran bening terjatuh di sudut bibirnya. Namun, dengan segera dia seka sampai tak berbekas.
Sementara Carlo langsung menuju kamar yang dia tempati. Ruangan yang sama saat pertama kali dirinya menyelamatkan Miabella, ketika gadis kecil itu terjatuh ke dalam kolam. Carlo berdiri sejenak di dekat jendela dan memandang ke luar. Kolam tersebut masih ada dan terawat dengan baik. Miabella bahkan kerap mengajaknya memancing di sana.
Sebuah keluhan pendek meluncur dari bibir berkumis tipis itu. Carlo kemudian berjalan menuju lemari kayu tempatnya menyimpan beberapa potong pakaian. Dengan segera, dia mengemasi semua ke dalam sebuah ransel berukuran cukup besar. Tak lupa, Carlo juga memasukkan parfume yang telah Miabella pilihkan untuknya, sehingga gadis itu tak lagi protes dengan aroma parfumenya yang dinilai terlalu murahan.
Carlo tersenyum kelu saat memandangi botol parfume yang terbuat dari kristal Baccarat, dengan salah satu bahan pembuatnya yang merupakan lemon sisilia. Parfume itu sengaja Miabella hadiahkan, saat dia berulang tahun beberapa waktu yang lalu.
Tanpa banyak berpikir, Carlo bergegas keluar dari kamar. Dia melangkah gagah dan penuh percaya diri menuju garasi, di mana motor kesayangan dan juga harta satu-satunya yang dia miliki tersimpan. Carlo tak ingin menundukkan kepala, meski dirinya merasa terhina karena menjadi orang buangan.
"Mau ke mana?" Suara seorang gadis telah berhasil menghentikan langkah tegap Carlo. Pria itu kemudian menoleh ke arah sumber suara. Tampaklah Adriana yang sedang berdiri sambil tersenyum padanya. Dia baru keluar dari kamar yang kebetulan baru saja dilewati oleh Carlo. "Apa kau akan pergi?" tanya gadis manis itu lagi.
"Nona? Apa kabar?" sapa Carlo dengan seutas senyuman yang teramat pria itu paksakan. Dia lalu mengangguk sopan dan bermaksud untuk kembali melanjutkan langkah.
"Tunggu, Carlo!" cegah Adriana dengan setengah berseru.
Carlo pun tertegun, kemudian menoleh. Dia melihat Adriana mengisyaratkan agar dirinya tetap berada di tempat, selagi gadis itu masuk kembali ke dalam kamar. Tak berselang lama, gadis cantik dengan mata biru tadi muncul sambil menggenggam sesuatu. Adriana berjalan mendekat kepada pria yang masih berdiri, menatap ke arahnya.
"Ini." Adriana menyodorkan sebuah benda yang berupa gantungan kunci dengan hiasan berbentuk bulat warna biru. Di tengah-tengah lingkaran itu, terdapat sebuah bulatan kecil lagi yang menyerupai bola mata. "A Mati Talisman for The Evil Eyes. Menurut Achiles, orang-orang Yunani kuno meyakini bahwa benda ini merupakan sebuah jimat keberuntungan bagi mereka. Aku sengaja membelinya untukmu dan juga kakakku."
Carlo yang sejak tadi hanya terpaku, langsung saja menyunggingkan sebuah senyuman. Dia menerima benda tadi, kemudian memperhatikannya untuk beberapa saat. Setelah itu, Carlo memasukkan gantungan kunci tersebut ke dalam saku jaket jeans bikersnya. "Terima kasih, Nona. Kuharap kau juga selalu meraih keberuntungan dalam hidupmu," ucap pria itu sebelum kembali mengangguk dan berlalu dari hadapan Adriana.
Sejenak, gadis berkuncir kuda itu terpaku menatap kepergian Carlo dengan ransel di punggungnya. Namun, remaja tujuh belas tahun tersebut tak terpikir dengan hal lain, karena saat itu perutnya mulai keroncongan. Adriana akan kehilangan konsentrasi, ketika dia merasa merasa lapar. Gadis cantik tersebut memutuskan untuk segera ke ruang makan.
Sementara Carlo telah tiba di garasi. Setelah semua siap dengan segala perlengkapan berkendara yang dia kenakan, Carlo segera memacu kuda besinya keluar dari dalam sana. Motor yang dia kendarai telah melewati gerbang pertama dan kedua, hingga akhirnya menjauh dari Casa de Luca. Pria itu sengaja tak berpamitan terlebih dahulu kepada Miabella yang tengah berada di perkebunan. Dia sudah dapat memastikan apa yang akan Miabella lakukan, andai gadis cantik tersebut mengetahui bahwa dirinya akan pergi. Namun, sesuai dengan tekad dan janji yang telah dia ucapkan, bahwa suatu saat nanti Carlo pasti akan kembali.
Hari yang cukup panas. Menu santapan telah tersaji di atas meja makan. Beberapa pelayan sudah menyiapkan dan menatanya dengan rapi, sebelum sang majikan datang untuk bersantap siang.
Pada awalnya, Adriana yang muncul dan langsung memilih tempat duduk. Gadis remaja itu selalu saja dengan tingkah lucu dan juga menggemaskan. Walaupun usianya kini telah menginjak tujuh belas tahun, tapi sikap manja serta kekanak-kanakan masih melekat jelas dalam diri putri bungsu Mia dan Adriano tersebut.
"Hai, Sayang," sapa Mia yang datang ke sana bersama sang suami tercinta. "Apa kakakmu belum kembali dari perkebunan?" tanya wanita yang masih terlihat cantik juga awet muda itu. Sementara Adriano terlihat cukup gelisah saat Mia menyinggung putri sulungnya. Adriano seakan dapat memperkirakan seperti apa sikap yang akan Miabella tunjukkan padanya, andai gadis itu mengetahui bahwa dia telah menyuruh Carlo untuk pergi.
"Apa kita tidak akan memulai makan siang sebelum kakak datang dan bergabung?" tanya Adriana polos. Tatapannya tertuju kepada Mia, kemudian beralih pada sang ayah, lalu berpindah ke menu makan siang yang telah tersaji dan tampak sangat menggugah selera. Adriana hanya dapat duduk sambil menopang dagu. "Semoga kakak tidak tertidur di perkebunan," celetukya.
"Aku bukan pemalas sepertimu," sahut Miabella menanggapi celetukan adiknya. Dia baru muncul di ruang makan. Wajah cantik gadis itu tampak lusuh dan sedikit memerah akibat cuaca yang terbilang panas.
Mendengar suara sang kakak, Adriana segera menoleh. Gadis bermata biru tadi beranjak dari kursinya, kemudian menghambur ke arah Miabella yang sudah mendekat pada meja makan. "Aku sangat merindukanmu, Kak. Kau tahu? Akhirnya aku bisa mengunjungi Acropolis yang terkenal itu. Daddy mengatakan dia akan mengajakku untuk mendatangi tempat-tempat bersejarah lainnya di Yunani, tapi jika kau juga ikut bersama kami. Ayolah, Kak. Bujuk daddy agar dia ...."
"Berisik!" potong Miabella dengan ketus. Dia tak menanggapi celotehan sang adik. Gadis itu segera duduk di kursi yang selalu menjadi tempatnya. Sesaat, pandangan Miabella tertuju pada kursi yang biasa menjadi tempat Carlo, setiap kali menemani dia makan di sana.
Namun, sebelum Miabella sempat menanyakan keberadaan sang pengawal, Mia lebih dulu menegurnya. "Kenapa kau selalu bersikap seperti itu kepada adikmu?"
"Karena Adriana sangat meresahkan. Dia itu pengganggu, Bu," sahut Miabella sambil mendelik ke arah sang adik yang hanya senyum-senyum padanya.
"Tidak apa-apa, Bu. Aku tahu kakak sangat menyayangiku," celoteh Adriana dengan enteng. "Oh ya, aku punya sesuatu untukmu." Adriana kemudian merogoh saku celana pendek yang dia kenakan. Gadis itu menyodorkan benda serupa, seperti yang tadi dia berikan kepada Carlo.
Miabella menerima gantungan kunci berwarna biru itu. Dia memperhatikannya untuk sesaat, kemudian mengalihkan tatapan kepada sang adik. "Terima kasih," ucapnya dengan diiringi sebuah senyuman.
"Sama-sama," balas Adriana. "Aku juga memberikannya satu untuk Carlo," ucap gadis itu lagi dengan wajah ceria.
Miabella kemudian mengalihkan pandangan pada kursi tempat duduk Carlo yang masih kosong. "Kenapa dia belum kemari?" pikirnya
"Tadi aku melihatnya pergi," sahut Adriana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sergiy Karasyuk Lucy S.K.L.
So sad 😔 love story
Thor please lah.. bikin happy
2023-04-07
0