Ryu sang pelindung

“Maaf, Tuan. Ada tamu yang ingin bertemu.”

Mendengar Bapak penjaga menyampaikan hal tersebut, Arin pun sontak merasa tidak ada kepentingan untuk ikut menemani Ryu menerima tamu. Walau di hatinya saat itu masih tersimpan rasa penasaran soal ucapan Ryu tadi, tapi nanti saja akan dia tanyakan lagi.

“Pak, kalau begitu aku ke kamar aja ya. Mau tidur duluan. Besok soalnya aku ada rencana mau ke kampus kalau aku gak mual lagi,” ucap Arin.

“Ya sudah. Kalau begitu kita besok berangkat bersama aja ya,” ucap Ryu yang kemudian diangguki oleh Arin.

Sesaat setelah Arin pergi ke kamarnya, Ryu pun langsung menyuruh tamu tersebut untuk masuk.

Dan beberapa saat setelah itu...

“Maaf Tuan, kalau malam-malam saya sudah mengganggu istirahat Tuan,” ucap orang tersebut yang ternyata Mama Tya.

Ryu yang merasa tidak mengenal dan juga tidak tahu siapa orang tersebut pun akhirnya bertanya, “Maaf. Kalau boleh tahu, Ibu ini siapa ya dan ada urusan apa malam-malam begini datang ke rumah ini?”

“Saya Tya, Tuan. Mamanya Arin. Apa saya bisa bertemu dengan Arin?” tanya Mama Tya.

“Oh. Jadi Ibu ini Mamanya Arin. Ada urusan apa Ibu ingin bertemu dengannya?” tanya Ryu.

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, Mama Tya pun langsung menjawab, “Beberapa hari lagi di rumah kami akan ada seseorang yang datang dan dia sangat ingin sekali bertemu dengan Arin. Jadi tujuan saya ke sini itu untuk memberitahu pada Arin agar Arin bisa pulang saat itu.”

Mendengar jawaban Mama Tya, dengan sengaja Ryu pun berkata, “Tapi Maaf, Bu. Arin gak aku ijinin untuk bertemu siapa pun untuk saat ini.”

Mama Tya yang mendengar ucapan Ryu seperti itu pun akhirnya bertanya, “Memangnya Arin kenapa, Tuan? Kok gak diijinin buat ketemu orang.”

Sambil duduk santai dengan kaki kanan menyilang di atas paha kiri, Ryu pun berkata, “Maaf, Bu. Tujuan Ibu menyuruh Arin bekerja di sini bukannya untuk membayar hutang-hutang Ibu. Ya kan!? Jadi kenapa di saat Ibu membutuhkan Arin, Ibu dengan segampang itu menyuruhnya untuk pulang. Aku gak akan ijinin. Kalau memang orang itu ingin bertemu Arin, biar dia datang langsung ke sini untuk bertemu dengan Arin atau berikan aku nomor teleponnya. Biar aku sendiri yang akan memberitahukannya langsung.”

“Ta—tapi Tuan,...”

Ucapan Mama Tya tiba-tiba terhenti karena Ryu langsung berkata, “Jangan banyak tapi-tapian. Sekarang berikan aku nomor teleponnya.”

Mendapatkan respons seperti itu, dengan sangat terpaksa, Mama Tya pun langsung memberikan nomor telepon pengacara tersebut.

Setelah mendapatkan nomor telepon tersebut, Ryu pun langsung berkata, “Sudah. Sekarang Ibu lebih baik pulang. Sudah malam.”

Mendengar ucapan Ryu seperti itu, Mama Tya pun tidak terima. Dia pun langsung protes dengan berkata, “Tuan ngusir saya!?”

Dengan tanpa basa-basi dan juga peduli dengan siapa yang sedang bicara dengannya, Ryu pun langsung berkata, “Ya. Aku memang mengusir Ibu. Mulai saat ini dan seterusnya, lebih baik Ibu dan keluarga jangan lagi mencari Arin. Ingat itu!”

Setelah mengatakan hal tersebut, Ryu pun langsung pergi meninggalkan Mama Tya yang kala itu sedang merasa kesal.

Dalam hatinya dia bergumam, “Sial. Kalau begini caranya, gimana aku bisa dapat uang warisan Ayahnya Arin!? Mana duit udah nipis.”

Dengan langkah lesu, Mama Tya pun akhirnya memutuskan untuk pulang.

Sementara itu, Ryu yang rupanya sedang memperhatikan gerak-gerik Mama Tya dari kejauhan ini pun bergumam, “Selama Arin berada di dekatku, jangan harap kalian bisa mengganggunya.”

***

Keesokan harinya..

Arin terbangun sangat pagi sekali dan saat itu, Arin tiba-tiba saja terasa jauh lebih segar dari sebelumnya sehingga membuatnya ingin sekali membuat sarapan pagi dengan makanan favoritnya.

Dengan segera dia pun langsung menuju dapur dan mengambil semua perlengkapan juga peralatan tempur.

Hingga beberapa saat kemudian...

“Taraaaaaa.. hmm, harumnya,” ucapnya saat mencium bau masakan yang sudah dia masak di atas wajan penggorengan.

Karena sudah tidak bisa menahan laparnya, Arin pun langsung membaginya di atas dua piring. Satu untuknya dan satu lagi untuk Ryu.

Sementara itu, Ryu yang kala itu sedang bersiap-siap ini pun sontak merasakan kalau dirinya mencium bau masakan yang sangat familiar sekali di hidungnya.

Dengan segera Ryu pun langsung melangkahkan kakinya ke ruang makan dan mencari tahu siapa yang sedang memasak.

Betapa terkejutnya Ryu saat melihat ada dua piring nasi goreng di atas meja makan. Salah satu diantaranya sedang dimakan oleh Arin dengan lahap.

Sementara itu, Arin yang sadar dengan kehadiran Ryu ini pun sontak langsung berkata, “Pak, ayo sini sarapan.”

Ryu pun langsung menghampiri Arin dan duduk di hadapannya.

“Rin, ini siapa yang masak?” tanya Ryu.

“Aku,” sahut Arin singkat sambil masih menikmati makanannya.

“Kamu!? Jadi kamu pagi-pagi sudah ada di dapur untuk masak ini?” tanya Ryu.

“Hem. Soalnya waktu tadi bangun, tiba-tiba saja ada rasa ingin masak ini dan makan ini, jadinya refleks aja langsung masuk dapur trus ya begitu deh,” jelas Arin.

Ryu yang mendengar penjelasan Arin ini pun langsung menepuk jidatnya dan kemudian berkata, “Kenapa gak suruh pembantu aja buat masakin ini?”

Arin pun menggelengkan kepalanya dan kemudian berkata, “Gak mau. Aku maunya masak sendiri. Udah Pak, cepat di makan. Nanti keburu kesiangan.”

Mendengar ucapan Arin, Ryu pun kemudian langsung memakan nasi goreng yang sudah dibuatkan oleh Arin.

Saat memakan nasi goreng tersebut, dalam hati Ryu pun bergumam, “Akhirnya, aku bisa memakannya lagi.”

Untuk beberapa saat mereka berdua pun saling terdiam. Mereka larut dengan pikirannya masing-masing dan juga memakan makanannya masing-masing hingga pada akhirnya...

“Hmm.. O ya, Pak. Nanti aku mau ke ruang Dosen ya,” ucap Arin.

“Mau ngapain ke sana?” tanya Ryu bingung.

“Hmm, itu. Aku mau minta keringanan biaya kuliah. Soalnya uang tabunganku sudah habis dan akan kemungkinan untuk sementara aku cuti aja dulu,” ucap Arin.

'Uhuk.. uhuk.. uhuk’

Ryu yang mendengar itu pun tiba-tiba menjadi tersedak dan setelah itu bertanya, “Rin, kenapa kamu gak bilang kalau kamu udah gak ada uang?”

“Lha ini sekarang kan aku bilang,” ucap Arin.

“Hedeuh. Sudah. Gak usah cuti. Lanjutin aja kuliahnya seperti biasa. Urusan biaya, biar nanti aku yang akan bayar,” ucap Ryu.

“Ta—tapi Pak,...”

Ucap Arin langsung di potong oleh Ryu yang berkata, “Gak ada tapi-tapian. Pokoknya kamu tetap kuliah seperti biasanya dan jangan memikirkan soal ini lagi.”

Mendengar ucapan Ryu, Arin pun jadi pasrah dan kemudian berkata, “Ya udah kalau begitu. Aku gak jadi cuti.”

Ryu pun mengangguk mendengar ucapan Arin dan setelah itu dia kembali berkata, “Oh iya. Ini ada uang buat kamu beli makanan yang kamu suka nanti di kampus. Ok!? Jangan biarkan anakku kelaparan.”

Ryu pun yang memberikan tiga lembar uang ratusan ribu pada Arin.

Mendengar ucapan Ryu seperti itu, Arin pun langsung berkata, “Ini bukan anak Bapak. Tapi anakku.”

“Jadi kamu gak ijinin aku menganggap anak ini anakku juga!? Hiks.. hiks.. kejam,” ucap Ryu dengan nada dibuat sedih.

Arin yang mendengar itu pun mau tidak mau berkata, “Iya iya.. ini anakmu juga. Tapi ini uangnya kebanyakan kalau buat hari ini aja.”

“Gak apa-apa. Bawa aja. Nanti kalau kurang, bilang. Jangan sampai enggak,” pesan Ryu.

“Iya iya,...” sahut Arin yang kemudian bergumam lirih, “gak nyangka, Pak Ryu itu ternyata orangnya cerewet juga.”

“Apa kamu bilang?” tanya Ryu yang ternyata bisa mendengar gumaman Arin.

“Eh!? Gak. Gak bilang apa-apa kok. Hehehehe...”

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!