Keputusan Ryu

Keesokan harinya, sesuai dengan apa yang sudah dikatakan oleh Ryu, Arin pun kini tidak lagi berstatus sebagai pembantu di rumah itu melainkan berubah menjadi calon nyonya.

Namun walau begitu, tapi seluruh orang yang ada di rumah itu belum mengetahui akan hal tersebut. Mereka masih mengira kalau Arin adalah pembantu sama seperti mereka. Khususnya Bu Weni.

Dan pagi itu, entah karena merasa kalau dirinya masih kepala asisten rumah tangga atau emang pada dasarnya dia tidak pernah mengindahkan ucapan Ryu, Bu Weni pun langsung masuk begitu saja ke dalam kamar Arin.

“Bangun!” teriak Bu Weni sambil menarik selimut Arin.

Arin yang sebenarnya sudah bangun dari tadi ini pun sebenarnya sedang merasa mual. Sehingga membuatnya memutuskan untuk sejenak berdiam diri di dalam kamarnya hingga Bu Weni pun akhirnya datang dan membuat ulah dengannya.

“Ada apa, Bu?” tanya Arin lirih.

“Ada apa ada apa. Cepat bangun dan selesaikan pekerjaanmu,” perintah Bu Weni.

“Gak, Bu. Aku gak bisa bekerja sekarang. Aku sedang kurang sehat,” ucap Arin sambil menahan mualnya.

“Kurang sehat kurang sehat. Heleh.. alasan aja bisanya. Cepat bangun!” bentak Bu Weni.

Karena tidak mau memperpanjang urusan dengan Bu Weni, Arin pun kemudian perlahan-lahan bangun dan saat dia duduk tiba-tiba saja...

'Ugh.. ugh..’

Sambil menutupi mulutnya dengan telapak tangan kanannya, Arin pun langsung berlari ke kamar mandi yang kebetulan ada di dalam kamar tersebut. Ryu memang sengaja menyiapkannya agar lebih memudahkan Arin di saat sedang merasa mual.

Sesampainya di dalam kamar mandi...

'Huek.. huek..’

Sementara itu, Bu Weni yang melihat Arin seperti itu pun langsung berkata, “Oh, rupanya kamu sedang hamil. Baik. Aku akan melaporkannya pada Tuan supaya Tuan langsung mengusirmu. Di sini tidak menerima perempuan yang murah.”

Setelah mengatakan hal tersebut, Bu Weni pun langsung pergi menemui Ryu di kamarnya. Sementara itu, Arin yang ditinggalkan seperti ini pun tidak bisa melakukan apa-apa. Dia masih tetap saja melanjutkan muntahnya.

***

Di depan kamar Ryu...

'Tok.. tok.. tok..’

Pintu kamar Ryu pun diketuk oleh Bu Weni. Ryu yang saat itu sedang bersiap-siap hendak berangkat ke kampus ini pun langsung membukakan pintu kamarnya saat dia mendengar suara ketukan.

“Ada apa, Wen?” tanya Ryu.

“Tuan, aku mau memberitahukan kalau Tuan harus segera memecat Arin. Soalnya tadi aku ke kamarnya dan melihat dia muntah-muntah gitu. Kaya’ sedang hamil. Gak ta.. u.. i..tu a..nak sia..pa,” ucap Bu Weni sambil melihat Ryu yang langsung pergi begitu saja meninggalkan dirinya.

Sementara itu, Ryu yang tadi langsung bergegas ke kamar Arin ini pun kini sudah berada di kamar Arin dan mendapati Arin tengah lemas berdiri sambil bersandar di pintu kamar mandi.

Melihat ini, Ryu pun langsung merangkul Arin dan bertanya, “Masih ingin muntah lagi?”

Arin pun menggelengkan kepalanya dan Ryu pun langsung memapah Arin menuju tempat tidur manakala sudah mendapatkan jawaban dari Arin.

Didudukkannya Arin di tepi tempat tidur dengan perlahan. Lalu setelah itu Ryu pun kembali bertanya, “Apa yang kamu ingin sekarang, Rin? Biar aku ambilkan.”

Arin pun lagi-lagi menggelengkan kepalanya dan kemudian Ryu teringat akan sesuatu hal.

“Tunggu sebentar, Rin. Aku buatkan teh manis hangat,” ucap Ryu yang kemudian langsung bergegas menuju dapur.

Hingga beberapa saat kemudian Ryu pun kembali dengan membawa segelas teh hangat.

“Ini, Rin. Minumlah,” ucap Ryu sambil memberikan gelas tersebut.

Arin pun langsung menerimanya dan kemudian meminumnya sedikit demi sedikit.

Bu Weni yang dari tadi rupanya ada di kamar tersebut dan melihat sikap Ryu pada Arin yang seperti ini pun kemudian protes dengan bertanya, “Tuan, kenapa Tuan peduli dan perhatian sekali dengan pembantu ini? Bukannya dia hanya pembantu di perkerjakan hanya untuk membayar hutang orang tuanya!?”

Ryu yang saat itu sedang fokus mengkhawatirkan kondisi Arin ini dan di saat yang bersamaan mendengar ucapan Bu Weni seperti itu, sontak membuat Ryu pun menjadi marah lalu kemudian berkata, “Wen, apa hakmu mengurusi urusanku. Sudah berapa kali aku katakan, kamu ini hanya pembantu biasa dan bukannya kepala asisten lagi.”

“Ta—tapi, Tuan. Aku hanya mengingatkan Tuan saja agar tidak terlalu bersikap baik padanya. Kalau gak, bisa-bisa dia nanti akan lupa siapa sebenarnya dirinya dan tujuan awal dia bekerja di sini,” ucap Bu Weni.

Mendengar ucapan Bu Weni yang seperti itu, sontak membuat Ryu pun akhirnya berdiri dan memutarkan badannya hingga mengarah pada Bu Weni.

“Wen, dengar ya. Jangan pernah lagi mengungkit-ungkit soal hutang. Ingat itu!” ucap Ryu penuh emosi.

Bu Weni yang mendengar itu pun lagi dan lagi berkata, “Tapi dia ini sedang hamil anak haram, Tuan. Gak seharusnya baik sama orang seperti ini.”

Dengan menahan agar emosinya tidak meluap, Ryu pun berkata, “Kata siapa anak ini anak haram. Dia adalah anakku. Sekarang, kemasi barang-barangmu dan cepat pergi dari sini. Hari ini, kamu aku pecat.”

Mendengar ucapan Ryu seperti itu, sontak membuat Bu Weni pun langsung berjongkok sambil berkata, “Tuan, maafkan aku. Tolong jangan pecat aku, Tuan. Jika aku di pecat, aku akan makan apa?”

“Bukan urusanku. Cepat pergi sekarang juga sebelum aku panggilkan penjaga untuk menyeretmu keluar,” ucap Ryu penuh emosi.

Melihat respons Ryu seperti itu, mau tidak mau dengan pasrah Bu Weni pun pergi.

Sesaat setelah Bu Weni pergi, Ryu pun kembali memperhatikan Arin dengan bertanya, “Rin, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa sudah jauh lebih baik?”

Arin pun mengangguk dan kemudian berkata, “Sudah jauh lebih baik, Pak.”

“Syukurlah,” ucap Ryu.

Setelah apa yang dirasa sudah reda, Arin pun berkata, “Apa Bapak gak kelewatan melakukan itu pada Bu Weni? Lalu bagaimana jika nanti dia akan mengadukan hal ini pada Kakeknya Bapak?”

“Sudah. Kamu gak perlu urusi soal itu. Sekarang yang penting kamu perhatiin aja dirimu sendiri dan juga janin dalam kandunganmu,” ucap Ryu.

“Ya sudah kalau begitu Pak,” ucap Arin.

“Ya sudah. Aku mau ke kampus. Hari ini aku ada jam ngajar. Untuk sementara waktu, kamu jangan ke kampus dulu sebelum kondisimu kuat ya,” ucap Ryu yang kemudian diangguki oleh Arin.

Setelah mendapatkan jawaban dari Arin dan memastikan kalau keadaan Arin sudah jauh lebih baik, Ryu pun kemudian berangkat ke kampus.

***

Sementara itu, di rumah Mama Tya...

“Yuke, kamu lihat Arin gak di kampus?” tanya Mama Tya.

“Gak tuh, Ma. Emangnya kenapa?” tanya Yuke yang ternyata sekampus dengan Arin.

“Ya gak ada apa-apa, sih. Hanya saja mama mau berpesan padamu supaya memberitahunya untuk datang ke rumah,” ucap Mama Tya.

“Mau ngapain Ma, mama nyuruh dia ke sini?” tanya Yuke.

“Ini lho, akhir pekan nanti ada pengacara Almarhum Ayahmu yang ingin bertemu dengan Arin. Mungkin ingin membicarakan soal warisan,” ucap Mama Tya.

Mendengar kata warisan, Yuke pun langsung merasa semangat dan kemudian berkata, “Baik Ma. Kalau hari ini aku bertemu dengannya di kampus, aku akan menyuruhnya pulang.”

“Bagus.”

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!