Bu Weni menjadi-jadi

Siang itu, di saat Arin sedang beristirahat merebahkan dirinya sejenak di atas tempat tidur setelah meminum obat yang diberikan oleh Ryu, di saat yang bersamaan itu pula tiba-tiba saja Bu Weni datang sambil mendobrak pintu kamar Arin sehingga membuat Arin terkejut.

“Hei, bangun! Suruh siapa kamu tidur, hah!?” bentak Bu Weni.

Arin yang merebahkan dirinya ini pun sontak langsung bangun dan kemudian melihat ke arah Bu Weni.

“Bu Weni!?” gumam Arin dalam hati.

Sementara itu, Bu Weni yang di lihat seperti itu oleh Arin pun berkata, “Kenapa lihatnya seperti itu!? Bangun sekarang juga dan cepat masak untuk Tuan.”

“Masak!? Kenapa masak juga harus aku?” tanya Arin.

“Kamu tanya kenapa!? Itu karena kamu sudah sering kali bolos kerja dan sebagai gantinya, mulai saat ini kamu lha yang mengerjakan semua pekerjaan di rumah ini,” ucap Bu Weni.

“A—apa, Bu!? Kalau semuanya aku yang kerjakan, lalu apa yang akan kalian kerjakan?” tanya Arin.

“Bukan urusanmu. Udah. Jangan banyak tanya dan protes. Cepat masak!” bentak Bu Weni yang kemudian langsung pergi.

Dengan menghela nafas panjang, Arin pun berdiri dan kemudian melangkahkan kakinya ke dapur.

Sesampainya di dapur, untuk sesaat Arin pun terdiam sejenak.

“Enaknya masak apa ya!?” gumam Arin di depan lemari es.

Setelah beberapa saat berpikir, dia akhirnya teringat dengan masakan nasi goreng sederhana yang biasa dia buat saat sedang tidak disisakan makan oleh Mama Tya dan juga Yuke.

Dengan segera dia pun langsung membuka pintu kulkas dan melihat apakah ada bahan yang bisa dia pakai untuk membuat makanan tersebut.

“Waaaaaah, ada banyak sekali yang bisa di campur,” ucap Arin yang kemudian mengambil sedikit demi sedikit beberapa sayuran dan juga memotong sedikit daging.

Kini bahan-bahan untuk bumbu sudah di siapkan termasuk juga bahan campurannya.

Dengan segera, Arin pun langsung mengeksekusi semuanya itu. Hingga beberapa saat kemudian...

“Hmm... Harumnya,” gumam Arin sambil mengolah semuanya dalam satu wajan penggorengan.

Setelah beberapa saat kemudian, masakan pun siap di sajikan. Dengan sajian sederhana tanpa hiasan apa-apa di piring, Arin pun langsung menaruhnya di atas meja makan.

Tidak lupa juga Arin menaruh seteko air putih dan satu gelas kosong. Lalu di sampingnya di selipkan sebuah tulisan...

“Minum yang banyak supaya tidak haus.”

Setelah semuanya dirasa sudah beres, Arin pun segera kembali ke kamar.

Sepuluh menit kemudian, Ryu yang sudah tidak bisa menahan laparnya ini pun langsung pergi ke ruang makan dan melihat ada hidangan apa di atas meja makan.

Betapa terkejutnya dia, saat melihat ada sepiring nasi goreng, seteko minuman dan juga secarik kertas.

Dengan rasa penasaran, Ryu pun membaca tulisan di kertas tersebut dan kemudian mencicipi sedikit-sedikit nasi goreng yang sudah disiapkan oleh Arin.

Ada segurat senyuman di wajah Ryu yang kemudian dalam hatinya bergumam, “Ternyata masakan buatanmu ini sederhana tapi enak. Tidak rugi aku tadi sempat melihatmu masak.”

\=\=Flash back On\=\=

“Harum sekali bau masakannya,” gumam Ryu yang kala itu sedang berada di ruang belajar namun tanpa disadari kakinya berjalan ke arah dapur.

“A—Arin!? Ngapain dia di dapur dan masak. Bukannya itu bukan tugas dia!? Pasti ini kerjaannya Weni. Awas kamu, Wen,” gumam Ryu yang kemudian pergi membereskan pekerjaannya.

\=\=Flash back Off\=\=

Di saat Ryu sedang menikmati makanannya, di sisi lain ada seorang perempuan yang lagi-lagi didatangi oleh Bu Weni.

“Hei, Arin! Mana masakan yang sudah kamu buat, hah!?” bentak Bu Weni.

“Sudah aku taruh di atas meja makan. Emangnya ada apa, Bu?” tanya Arin bingung.

“Jadi kamu gak menyisakan makanan untuk kami di dapur?” tanya Bu Weni dan Arin pun pelan menggelengkan kepalanya.

Melihat respons yang diberikan oleh Arin, sontak membuat Bu Weni pun emosi dan kemudian berkata, “Ariiiiiin! Kamu seharusnya itu masakin juga buat kita semua yang ada di sini dan bukan hanya untuk Tuan saja.”

“Oooh... Aku kan gak tahu. Ibu sih tadi gak bilang,” ucap Arin yang emang tidak tahu akan hal itu.

“Ya sudah. Sekarang kamu buatkan juga untuk kami semua,” ucap Bu Weni.

“Ha!?” ucap spontan Arin.

“Apa ha ha ha!? Sudah sana masak lagi. Cepetan!” bentak Bu Weni sambil menarik tangan Arin dan mendorongnya ke dapur.

Sementara itu, Ryu yang tadinya hendak pergi meninggalkan ruang makan ini pun mengurungkan niatnya karena tiba-tiba saja mendengar kasak-kusuk dari arah dapur dan juga samar terdengar suara seseorang berkata, “Ingat, kamu harus buatkan untuk kami semua yang ada di sini.”

Ryu yang mendengar ucapan itu pun menjadi penasaran dengan apa yang terjadi di dapur.

Dengan mengendap-endap, Ryu pun mengintip ke arah dapur. Lagi-lagi betapa terkejutnya dia melihat Bu Weni masih berani memperlakukan Arin seperti itu.

“Wen, kamu sungguh tidak mengindahkan ucapanku tadi rupanya,...” gumam Ryu kesal, “baik jika itu yang kamu mau. Maka jangan salahkan aku jika bersikap lebih keras padamu.”

Ryu pun langsung pergi dan berjalan memutar arah menuju pintu dapur yang ada di sisi lain.

Sementara itu, Bu Weni yang telah selesai memberikan perintah pada Arin ini pun kemudian keluar.

Dan sesampainya di luar, betapa terkejutnya dia melihat Ryu sedang berdiri tidak jauh dari pintu dapur tengah menatapnya tajam.

“Ikut aku!” perintah Ryu tanpa banyak bicara.

Bu Weni yang merasa akan ada kejadian buruk yang akan menimpanya ini pun akhirnya hanya bisa pasrah dan kemudian mengikuti Ryu dari belakang.

Sesampainya di ruang belajar, Ryu pun menghentikan langkahnya dan kemudian bertanya, “Dia ngapain di dapur?”

“Ma—masak, Tuan,” sahut Bu Weni.

“Masak!? Siapa yang sudah menyuruhnya untuk masak?” tanya Ryu dengan nada marah.

“Sa—saya, Tuan,” sahut Bu Weni.

“Apa!? Kamu nyuruh dia masak!? Kenapa kamu nyuruh dia masak? Bukannya ini tugas pembantu yang lainnya?” tanya Ryu yang masih dengan nada emosi.

“E... E... Anu Tu—tuan. A—aku menyuruhnya masak karena itu bagian dari hukuman buat dia karena kemarin hampir satu minggu dia menyelinap keluar tanpa ijin terlebih dahulu,” jelas Bu Weni.

“Apa!? Hukuman!? Menyelinap keluar!?” ucap Ryu.

Bu Weni pun mengangguk dan kemudian berkata, “Iya, Tuan. Kemarin dia diam-diam pergi dari rumah.”

“Alasannya?” tanya Ryu.

“Alasannya, katanya sih dia harus berangkat ke kampus buat ujian. Tapi kan mana mungkin ya, Tuan. Mana ada pembantu yang kuliah!? Jadi aku rasa dia bohong, Tuan. Palingan dia menyelinap keluar untuk main,” ucap Bu Weni begitu saja tanpa sadar kalau Ryu sedang diam-diam mengepalkan tangannya karena benar-benar merasa emosi.

Bu Weni yang melihat Ryu hanya diam saja ini pun akhirnya berkata, “Tuan!?”

Ryu yang benar-benar sudah sangat emosi ini pun akhirnya berkata, “Wen, mulai detik ini, kamu sudah bukan lagi kepala pelayan di rumah ini. Kamu mengerti!? Sekarang kamu sama seperti yang lainnya yaitu pembantu biasa dan mulai saat ini juga tugasmu itu adalah memastikan kondisi rumah ini dalam keadaan rapi dan bersih.”

“A—apa, Tuan!? Tapi bukannya itu tugasnya Arin?” protes Bu Weni.

“Kenapa!? Gak terima?”

Bersambung...

Terpopuler

Comments

𝐕⃝⃟🏴‍☠️𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐

𝐕⃝⃟🏴‍☠️𝐀⃝🥀иσνιєℛᵉˣ𝓐𝔂⃝❥࿐

Kapookk.sokoor..enak Wen..sok2an lu..
Tingkahmu melebihi majikan yang menggajimu.

2023-01-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!