Waktu kini menunjukkan pukul 8 pagi dan di saat ini, ujian terakhir pun akan segera dimulai.
Arin yang tadi memutuskan untuk tidak jadi membeli sarapan ini pun akhirnya hanya bisa menahan laparnya.
Dengan langkah lemas, Arin pun melangkahkan kakinya menuju kelas. Sementara Aryo yang memperhatikan gerak-gerik Arin dari belakang ini pun menyipitkan matanya.
Dengan segera dia pun langsung menyusul Arin dan kemudian menepuk pundaknya.
Arin yang biasanya terkejut ini pun hanya terdiam saja saat mendapatkan tepukan seperti itu dari dirinya sehingga membuat Aryo pun merasa heran.
“Rin, lo gak apa-apa kan?” tanya Aryo khawatir.
“Gue gak apa-apa Ar,” sahut Arin.
“Kalau lo gak apa-apa, kenapa lo gak ada respon sama sekali waktu gue tepuk pundak lo tadi? Kan biasanya lo bakalan kaget terus marah-marah sama gue,” ucap Aryo bingung.
“Dah biasa kali, Ar. Jadinya peka. Udah gak kaget lagi,” ucap Arin santai.
“Oh gitu rupanya,” ucap Aryo sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
Setelah beberapa saat kemudian, mereka pun akhirnya sampai di kelas. Dengan wajah penuh dengan tekad, Arin pun menunggu Dosen masuk dengan membawa soal ujian yang terakhir.
“Setelah ujian terakhir ini, gue berharap kalau untuk selanjutnya gue bisa tetap kuliah di sini,” gumam Arin dalam hati.
Tak selang berapa lama kemudian...
“Pagi semuanya,...” ucap seorang Dosen, “Kenalkan, aku Dosen baru di kampus ini, Ryu. Dan ini adalah kali pertama kita bertemu di kelas ini. Untuk mempersingkat waktu kita mulai saja ujiannya kalau begitu.”
Mendengar ucapan Dosen yang bernama Ryu ini sontak membuat seluruh mahasiswa khususnya mahasiswi pun heboh. Bukan karena ujiannya, tapi mereka heboh karena dapat bertemu dengan Dosen baru yang sangat tampan.
Namun Ryu tidak terlalu memedulikan hal ini. Dia justru langsung saja membagikan kertas ujian pada seluruh mahasiswa yang ada di kelas tersebut.
Sementara itu, berbeda halnya dengan mahasiswa yang lainnya, Arin justru tidak menghiraukan siapa Dosen baru yang sedang ada di hadapannya. Dia justru fokus menatap kertas ujian yang sedang dibagikan oleh Dosen tersebut.
Dalam hatinya bergumam, “Setelah ini, semuanya akan segera selesai. Mudah-mudahan hasil usahaku membuahkan hasil.”
Di sisi lain, saat membagikan, Ryu pun terhenti sejenak di meja Arin sehingga membuat Arin merasa bingung kenapa Dosennya itu berhenti di mejanya.
“Pak,” tegur Arin karena menunggu kertas ujiannya di berikan padanya.
Ryu pun tersadar dan kemudian memberikan kertas ujian yang di harapkan oleh Arin.
Dengan segera Arin pun langsung mengambilnya dan melihatnya.
Tanpa menghiraukan apa-apa lagi, Arin pun dengan segera menyelesaikan semua soal ujian.
Dia melakukan itu karena di samping dia harus terburu-buru untuk segera pulang, Arin juga sudah merasakan kalau demamnya akan segera kambuh lagi dan dia harus segera meminum obatnya sebelum sampai di rumah.
Namun siapa sangka, setelah satu jam kemudian, tiba-tiba saja badannya menggigil kedinginan dan itu membuat konsentrasi Arin pun terhambat.
“Aduh. Kenapa di saat-saat seperti ini sih!? Gak. Pokoknya gue harus bertahan dan kuat sebelum semua soal ini berhasil gue isi semua.”
Dengan berusaha semaksimal mungkin menahan rasa dinginnya, Arin pun fokus pada setiap soal yang tersisa.
Hingga setengah jam kemudian, Arin pun akhirnya telah selesai mengerjakan semuanya dan dengan segera dia pun menyerahkannya ke depan.
Namun saat sampai di depan, tepatnya di meja Dosen, tiba-tiba saja...
'Bruk'
***
Di Rumah Sakit...
Arin yang tersadar dari pingsannya ini pun memegangi kepalanya yang masih terasa pusing.
“I—ini di mana?” gumamnya lirih sambil meringis kesakitan.
Sementara itu, orang yang tadi langsung panik dan khawatir melihat Arin pingsan pun bertanya, “Kamu kenapa? Apanya yang sakit?”
Arin yang merasa kalau ada seseorang yang sedang berkata sesuatu padanya ini pun akhirnya menyadarkan diri sesadar-sadarnya sambil kemudian langsung melihat ke arah sumber suara.
Betapa terkejutnya dia saat melihat siapa orang yang sedang ada di dekatnya itu.
“Ba—bapak!?” ucap Arin.
“Kamu, apanya yang terasa sakit?” tanya orang tersebut yang ternyata Ryu.
“Masih terasa pusing, Pak. I—ini di mana?” tanya Arin.
“Ini di Rumah Sakit. Tadi kamu pingsan jadinya aku langsung bawa kamu ke sini,” sahut Ryu.
Mendengar kata-kata 'Rumah Sakit' membuat Arin pun spontan langsung turun dari tempat tidur namun langsung di tahan oleh Ryu.
“Kamu mau ke mana? Kamu kan masih sakit,” ucap Ryu.
“P—pak, aku harus segera pulang. Aku gak bisa lama-lama di sini. Aku gak punya uang buat bayar Rumah Sakit, Pak,” sahut polos Arin.
Mendengar ucapan Arin, Ryu pun langsung menghela nafas panjang dan kemudian berkata, “Ya ampun. Aku kira tadi apa. Biaya Rumah Sakit sudah aku yang bayar. Kamu tenang aja.”
“Ta—tapi Pak,...”
Ucapan Arin pun langsung di potong oleh Ryu yang berkata, “Kamu istirahat dulu di sini. Gak usah banyak tapi-tapian.”
Arin pun terdiam sejenak hingga akhirnya dia melihat ke arah jam di dinding menunjukkan pukul 4 sore.
“Alamak. Udah jam segini. Bisa kacau urusan kalau nenek lampir tahu aku gak ada di rumah. Ini sih alamat aku bakalan kerja rodi lagi,” gumam Arin dalam hati.
Ryu yang dari awal selalu saja memandangi wajah Arin ini pun tiba-tiba terkejut melihat sikap Arin yang langsung begitu saja pergi lari meninggalkannya.
Melihat situasi seperti ini, Ryu pun bergumam, “Gak berubah. Kabur begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih. Tapi ini gimana obatnya? Dia pasti demam lagi kalau gak minum obat.”
Dengan segera Ryu pun langsung menyusul Arin. Namun setelah berusaha, Ryu tetap tidak bisa menyusul karena Arin sudah terlebih dahulu naik kendaraan umum.
Satu-satunya jalan yang terpikirkan oleh Ryu adalah membuntutinya.
Dengan segera, Ryu pun langsung mengambil mobilnya dan kemudian menyusul Arin.
Setelah beberapa saat membuntuti Arin, Ryu pun terkejut melihat di mana Arin turun dari kendaraan umum tersebut.
“Ini!?”
Ryu pun langsung melihat ke sekeliling dan kemudian kembali melihat ke arah Arin yang langsung memasuki gerbang.
“Ternyata,...”
Ryu pun tidak melanjutkan ucapannya. Dia hanya tersenyum sambil melihat ke arah Arin.
***
“Dari mana saja kamu, hah!? Rupanya hukuman dariku kemarin masih belum membuatmu jera,” ucap Bu Weni yang tiba-tiba saja menghadang Arin.
Arin yang terkejut melihat Bu Weni sedang dalam keadaan emosi berat ini pun hanya bisa menunduk.
Siap tidak siap, Arin pun hanya bisa pasrah menerima hukuman dari Bu Weni padanya.
Melihat Arin hanya diam sambil menunduk ini pun akhirnya dengan nada marah berkata, “Jika kamu bilang kalau kamu menyesal, itu terlambat. Soalnya untuk hari ini, aku akan pastikan kamu akan mendapatkan hukuman yang sangat berat melebihi kemarin.”
Dan di saat yang bersamaan, tiba-tiba saja ada salah satu pembantu yang datang dan berkata, “Bu Weni, Ibu di panggil Tuan sekarang.”
“Apa!? Tuan udah pulang?” tanya Bu Weni memastikan dan kemudian diangguki oleh pembantu tersebut.
“Baik. Nanti aku ke sana,...” ucap Bu Weni, “dan untuk kamu, Arin. Diam di sini dan jangan pergi ke mana-mana. Awas. Tunggu sampai aku kembali.”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
sitimusthoharoh
liat aj wen kamu bakalan kapok dah ngerjain si arin kikikiki
lanjut
2023-01-21
0
🍭ͪ ͩSUHU🐝₆₉🔵
bu weni ini kejam banget sih.. sama sama bekerja juga
2023-01-21
0
𝓢𝓮𝓷𝓳𝓪 𝓜𝓪𝓵𝓪𝓶
wait wait jadi ryu tuh dosennya arin sekaligus bos nya yahh
2023-01-21
0