18. Hak Cipta

Fernando Jose mengejar Elsa yang terus berusaha kabur darinya. Menarik Elsa yang berada tepat di sisi wanita yang dibenci. Dia menarik Elsa dan membawanya menjauh dari Presdir Vena.

Laura menatap kegigihan pria tersebut menyunggingkan senyum tipis. Ada perasaan bangga terhadap pria itu yang terus berusaha untuk mengajak Elsa berbicara dari hati ke hati.

Sepertinya akan lama, batin Laura.

Dia mulai mengeluarkan ponsel, dan mencari sesuatu yang menjadi hobinya. Dia mencoba mencari beberapa referensi novel yang dianggap populer. Mencoba membaca sinopsis sembari menanti kedua anaknya ini berdamai, atau bisa jadi bertengkar.

Elsa bersidekap dada menahan amarahnya. Matanya nanar melihat pria bernama Fernando Jose ini. Sementara Fernando Jose merasa sangat heran atas tingkah Elsa yang semakin hari semakin aneh. Ada satu hal yang membuat jarak yang sangat panjang di antara hubungan mereka.

"Dia mengatakan apa saja kepadamu?"

Mendengar pertanyaan dari Fernando Jose barusan, membuat Elsa menatapnya dengan nanar. Dia mendengkus kasar. Lalu membuang muka kembali.

"Katakan padaku! Pengaruh apa saja yang diberikannya kepadamu?"

Elsa mulai merasa kedinginan kembali. Dia mengenakan pakaian tanpa lengan. Sehingga angin malam di beranda hotel tersebut membuat Elsa tergidik karena kedinginan.

Fernando Jose kembali melepaskan jas yang melekat pada tubuhnya. Memasangkan pada tubuh gadis muda yang menurutnya sangat polos dan lugu. Serta langsung memeluknya dari belakang. Fernando Jose meletakan dagunya di bahu Elsa, hingga pipi mereka bertemu.

"Tubuhmu sangat dingin. Maafkan aku telah membawamu kemari. Aku sangat merindukan masa-masa ini kembali."

Elsa meronta, tetapi dekapan Fernando Jose sangat kuat. Beberapa waktu mereka berada di dalam posisi tersebut.

"Aku ingin kita kembali seperti dahulu," lirih Fernando Jose.

"Apa yang diperbuatnya hingga gadis lugu sepertimu berubah menjadi seperti ini?"

Elsa paham apa yang dimaksud oleh Fernando Jose. Lelaki ini terus saja menyalahkan orang yang sangat dikaguminya. Padahal Presdir Vena sama sekali tidak mengatakan apa-apa.

"Kamu jangan sok tahu! Jangan terus menyalahkan orang lain!" bentak Elsa yang berusaha lepas dari kehangatan ini.

"Tunggu! Aku masih menikmati waktu bersamamu," cegah Fernando Jose.

"Kamu jangan menyalahkan dia terus. Dia itu orang baik." ucap Elsa.

Fernando Jose menegakan kepalanya dengan lurus. Memutar tubuh Elsa hingga mereka berhadapan satu sama lain. Elsa masih membuang muka tak mau menatapnya dengan benar.

"Kenapa kamu selalu membelanya?"

Elsa menyibak kedua tangan Fernando Jose dengan kedua lengannya. Dengan gerakan cepat Elsa meninggalkan pria itu. Fernando Jose menatap kepergian Elsa dengan sangat dalam. Hal ini membut dia semakin yakin bahwa Rivena Claudya telah memberi pengaruh buruk terhadap gadis itu.

*

*

*

Beberapa waktu kemudian, setelah syuting film tersebut selesai, Presdir Vena memanggil Elsa menghadap ke ruang kerjanya. Setelah itu mereka membicarakan satu hal yang sangat penting.

Dia memperlihatkan perusahaan cabang miliknya. Bagi Presdir Vena, perusahaan cabang tersebut terasa lebih cocok untuk mengembangkan ilmunya selama magang ini. Dia bisa memiliki kesempatan untuk diterima di perusahaan tersebut saat dia menyesaikan perkuliahan nanti tanpa perlu melamar lagi.

"Apakah Anda akan bekerja di sana juga?" tanya Elsa kepada Laura.

"Hmmm, saya akan berkunjung sesekali ke sana. Jika ada hal yang penting tentunya."

Tubuh Elsa seakan lemah. Dia merasa tidak suka jika dipindahkan ke tempat lain. Apalagi dia sudah merasa sangat nyaman berada di sini. Di mana dia selalu merasa dilindungi oleh Presdir Vena.

"Menurutmu bagaimana dengan uji coba menjadi artis beberapa waktu ini?"

Secara spontan Elsa tertawa malu. "Sepertinya, menjadi artis bukan lah gaya saya, Bu. Saya lebih nyaman bekerja seperti ini tanpa perlu berakting."

"Bukan kah banyak yang ingin merambah masuk ke dalam dunia perfileman? Menurut saya ini adalah kesempatan yang bagus untukmu agar lebih berkembang lagi."

Elsa menggelengkan kepalanya lagi. "Sudah cukup, Bu. Menurutku keglamoran artis tidak cocok dalam gaya hidupku. Aku lebih nyaman begini saja, Bu."

"Ya udah, terserah kamu saja. Kalau begitu kamu ke perusahaan cabang ya? Biar nanti bisa langsung bekerja di sana. Kariermu pasti berkembang pesat di sana."

Tanpa menjawab apa-apa, Elsa memasang wajah kecewa. Namun, bagaimana lagi. Itu adalah kesempatan emas baginya. Presdir Vena telah menjamin dan dia tidak enak bila terus beralasan.

Waktu pun terus berlalu. Elsa sudah tidak bekerja di perusahaan yang sama dengan Presdir Vena. Meskipun dia diterima dengan baik di perusahaan baru ini, tetapi membuat dia masih merasa canggung berada di sana.

Memang benar seperti apa yang dikatakan orang yang dikaguminya itu. Pekerjaan yang ada di tempat ini terasa lebih cocok dengan disiplin ilmu yang dia pelajari di kampus. Mau tidak mau dia harus bekerja dengan sebaik mungkin.

Elsa harus berjuang kembali dari awal. Dia harus mengenal kembali karakter karyawan di sana. Bagaimana cara bisa beradaptasi dengan kondisi yang berbeda. Beruntung di sana dia mendapat perlakuan yang sangat baik.

Sementara Laura kembali tertarik pada dunia pernovelan. Dia merasa seakan utuh menjadi seorang Laura Marrie jika melihat novel-novel tersebut.

Masa dia berada saat ini, adalah masa di mana masyarakat sudah jarang melirik novel cetak. Dunia yang sudah praktis, membuat masyarakat beralih kepada hal-hal yang berbau praktis dan mudah.

Platform novel online mulai tumbuh. Sebelumnya platform komik online sudah merambah diminati oleh masyarakat. Masyarakat sudah mulai meninggalkan segala sesuatu yang berbentuk fisik.

Hal ini membuat Laura sebagai seorang penulis novel cetak, menjadi merasa sangat sedih. Dia mulai memilah-milah novel yang menurutny sangat menarik. Setelah menimbang semua itu, Laura akhirnya memutuskan untuk membeli hak cipta beberapa novel tersebut.

Semua orang di perusahaannya menjadi heran. Kenapa Presdir Vena yang mereka kenal tidak menyukai dunia fiksi malah membeli hak cipta novel-novel tersebut. Bagi mereka, Presdir Vena dulunya merupakan orang yang sangat kaku.

Sehingga menganggap perubahan sang pimpinan karena dia sudah terpaut gara-gara membaca novel. Membuat hatinya menjadi lebih lembut dan penuh cinta. Jauh berbeda dengan Rivena Claudya yang dulu.

Cindy sang sekretaris akhirnya memberanikan diri. Kepalanya terus diisi oleh pertanyaan alasan wanita yang saat ini dikagumi oleh semu orang ini, membeli hak cipta novel-novel tersebut. Menurutnya itu merupakan sesuatu yang sia-sia.

Akhirnya, Cindy mendapatkan jawaban yang sangat mengejutkan. Akhirnya dia ikut menyetujui rencana sang CEO Rivena Home Production. Ternyata rencana sang pimpinan tak jauh dari visi dan misi perusahaan mereka.

"Saya membeli hak cipta tersebut adalah untuk, membuatnya menjadi film yang hebat. Biar masyarakat kembali melirik dunia literasi. Biar masyarakat tahu, bahwa karya sastra tak kalah menariknya dengan permainan-permainan pada ponsel pintar mereka."

"Jika melihat hasil luar biasa, tentunya akan meningkatkan animo masyarakat dalam mencari tahu apa saja bacaan lain yang lebih menarik."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!