5. Misi Memalukan

Laura berjalan menuju ruang rapat bersama dengan sang sekretaris bernama Cindy. Di sana telah menunggu seorang pria bernama Edward. Dia seorang produser di sebuah produsen house. Dia ingin mengadakan sebuah acara besar, yakni pembukaan anak perusahaannya yang baru. Namun, masih membutuhkan dana tambahan berupa investasi dari seorang Rivena Claudya.

Perwakilan dari perusahaan tersebut mempresentasikan proposal rencana acara yang akan mereka buat. Laura menyimak dengan seksama, namun dia merasa tidak suka dengan rancangan tersebut. Sehingga membuat Laura bersandar di kursi putar, mengayun kursi tersebut ke kiri dan ke kanan.

Alis Edward tampak menyatu melihat tingkah Presdir Vena. Ini bukan lah seorang Rivena Claudya yang dia kenal. Lalu Edward duduk lurus tepat menghadap sang presdir wanita tersebut.

Laura menyadari, pria yang bernama Edward tersebut memperhatikannya. Dengan segera, dia memperbaiki posisi duduk. Mengembangkan senyum tipis, meski matanya terlihat tajam. Dia kembali memperhatikan perwakilan perusahaan tersebut, saat mempresentasikan rancangan kerja mereka.

Jelas sekali, Laura sangat tidak berminat bekerja sama dengan Edward. Sehingga Laura belum bisa memberi jawaban apa-apa atas pengajuan investasi dana tersebut.

"Kau boleh kembali. Aku akan memikirkan terlebih dahulu, apakah perusahaanmu layak untuk diberi investasi atau tidak."

Edward terlihat berpikir sejenak. "Aku harap, kamu mau bekerja sama denganku. Akhir pekan ini, acara tersebut dilaksanakan. Kamu akan aku undang sebagai tamu paling istimewa." Edward dan perwakilan yang ikut dengannya berdiri dan menyalami Presdir Rivena Caludya serta sekretarisnya.

Usai memastikan mereka sudah tidak ada di tempat Laura kembali ke ruang kerjanya. Tidak lupa, Cindy sang sekretaris mengikuti langkahnya hingga ke dalam ruang tersebut.

"Kenapa kau mengikutiku?" tanya Laura.

"Apakah saya boleh memberikan pendapat, Bu?"

Laura berpikir sejenak. "Hmmm, apakah itu?"

"Jika saya memiliki dana dua triliun, saya akan menginvestasikan dana tersebut pada perusahaan itu. Karena saya tahu, perkembangan perusahaan tersebut sangat pesat. Nanti pasti akan membuat saya menjadi kaya raya."

Laura menopangkan satu tangan ke atas meja. Lalu menyandarkan kepala pada tangan tersebut. Dia melirik sang sekretaris dengan sudut matanya yang tajam. Cindy merasa salah tingkah melihat kelakuan atasan yang ditakuti oleh semua orang yang ada di kantor ini.

"Maaf, Bu. Jika Anda tidak suka, juga tidak apa. Kalau begitu saya akan kembali ke meja kerja saya."

Laura mengangguk, dan Cindy segera keluar dari ruangan tersebut. Laura kembali memikirkan setting waktu novel yang ia tulis. Di mana dalam novel tersebut merupakan masa kelam.

Di mana semua orang bisa mengumpat dan berbicara kotor dengan sesuka hati. Laura membayangkan seberapa riwehnya acara itu nantinya.

Meskipun nantinya tamu yang akan hadir disaring dengan sangat ketat, tetap saja bisa bertemu dengan orang-orang yang gemar berkelakar dengan sangat menjijikan.

"Aaah, sebaiknya aku tidak usah pergi. Acara itu pasti sangat menyebalkan."

Laura melanjutkan pekerjaannya hingga ujung waktu di mana acara tersebut akan digelar. Semua orang tahu, pimpinan mereka tidak akan mengikuti acara tersebut. Mereka sangat menyayangkan hal itu. Karena yang mereka tahu Produsen House milik Edward sangat berkembang di negara ini.

Di mana produsen house tersebut telah mencetak film dan drama yang sangat disukai oleh masyarakat. Membuat para aktor dan aktris pendatang baru menjadi melejit dengan cepat. Karya-karyanya sangat dikenal oleh semua orang.

Ryan, seorang yang bekerja bagian produksi cukup dekat dengan Vena. Dia masuk ke dalam ruang kerja Vena duduk santai mengajak Vena berbicara

"Aku dengar kau tidak akan datang pada acara Launching Produsen House milik Edward?"

Laura cukup ingat dengan pria yang menjadi figuran ini. Namanya Ryan, seorang staff bagian produksi. Hubungan yang ditulis dalam cerita tersebut sebagai teman Vena pada saat kuliah dulu. Bahkan Vena lah yang mempekerjakannya di perusahaan tersebut.

"Ya, kira-kira begitu lah."

Ryan menyilangkan kaki dan menyandarkan tubuhnya pada sofa. "Ini bukan seperti Vena yang aku kenal."

Laura tersenyum sinis mendengar ucapan pria itu. "Lalu yang kau kenal itu seperti apa?"

"Vena yang aku kenal adalah seorang yang menyukai tantangan. Kau tak pernah menolak undangan dari mitra kerja kita sebelumnya."

Laura bangkit dari kursi kerjanya menuju sofa yang diduduki oleh Ryan. "Jadi menurutmu, aku ini harus bagaimana? Aku tak menyukai keramaian seperti itu."

Ryan duduk maju memperhatikan kembali teman yang telah dikenal skian tahun lamanya. "Sejak kapan kau tak menyukai pesta? Bukan kah selama ini kau ini ratu pesta?"

Laura bersidekap dada menyilangkan kaki. "Jadi, hanya itu yang kau pikirkan tentangku?"

"Kau tak akan pernah menolak undangan. Aku rasa, kau juga harus mengikuti acara tersebut. Biar kau bisa melihat dan memutuskan sendiri setelah mengikutinya."

Laura memimirkan kembali apa yang dikatakan oleh Ryan. Akhirnya dia memyetujui untuk menghadiri acara tersebut.

*

*

*

Laura melangkahkan kakinya pada acara semi formal yang diadakan oleh Edward dalam Peresmian Anak Perusahaan miliknya. Semua mata memandang ke arah Rivena Claudia. Laura yang ada dalam tubuh wanita itu merasa cukup canggung akan tatapan yang berpusat kepada dirinya.

Laura hanyalah seorang gadis berusia 25 tahun, yang keseharianya sibuk dalam menulis. Dia sangat jarang berhubungan dengan orang di luar sana. Waktunya selalu dihabiskan dalam menulis novel.

Laura merasa ada sepasang mata yang terus memantaunya. Laura mengedarkan pandangan mencoba mencari tahu siapa orang yang membuat perasaannya menjadi tidak nyaman seperti ini.

Lalu dia terfokus pada satu sosok pria yang terus melanglah mendekat padanya. Pria tampan yang mengingatkannya akan suatu hal yang buruk beberapa waktu lalu.

"Akhirnya kau datang juga Nona Rivena Claudya. Aku sudah menunggumu sejak tadi." Pria itu mengelilingi Vena dengan melirik di ujung matanya.

Semua orang mengenal sosok pria itu. Dia adalah aktor ternama yang dengan bayaran kontrak yang sangat fantastis. Dia bekerja sebagai aktor pada perusahaan Rivena Claudia.

"Aku rasa, aku ingin menghentikan kerja sama kita! Mulai hari ini, aku bukan lah aktor yang bernaung di bawah perusahanmu lagi," ucap pria itu.

Semua mata yang memperhatikan mereka merasa terkejut. Wajah mereka tampak sangat tegang. Mereka menyangka bahwa pria ini telah membuat seorang CEO yang berkuasa bernama Rivena Claudya jadi murka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!