"Kapan kamu bisa berubah hah? Tetap saja pria lah yang akan memberimu nafkah! Setinggi apa pun jabatanmu di dunia ini, tak akan mengubah kodratmu sebagai seorang wanita! Wanita tak akan bisa hidup tanpa ada pria di sisinya! Begitu juga dengan pria. Hidup seorang pria tak akan pernah lengkap tanpa ada wanita di sisinya."
Laura memperbaiki posisi duduknya. Lalu bergantian memandangi kedua orang tua ini. "Aku bisa membuktikan bahwa aku bisa hidup tanpa laki-laki."
Mendengar pernyataan Vena, membuat Adam darah tinggi dengan seketika. "VENA, apa yang kau katakan hah? Kenapa kamu selalu saja menentang apa pun yang Papa katakan?"
Laura berpikir dalam beberapa waktu. Dia teringat akam perbincangannya dengan Cindy sang asisten. Kebetulan sekali dia memiliki sesuatu yang bisa digunakan untuk per cek cokan antara ayah dan anak ini.
"Pa, beri aku waktu hingga tiga tahun ke depan. Jika dalam tiga tahun aku tidak berhasil mengembangkan uang usaha yang aku miliki, maka aku akan menuruti semua keinginan Papa. Aku hanya ingin membuktikan kepada Papa bahwa aku bisa hidup tanpa laki-laki."
Adam memperhatikan kembali putrinya yang memiliki sorot mata yang tajam. Dia menggelengkan kepala merasa mendapat sebuah kutukan karena memiliki anak yang tak bisa diajak bicara dengan baik-baik.
"Hah, Inggrid. Lihat lah anakmu. Kenapa kau pergi terlalu cepat? Sepertinya aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk mendidik anakmu dengan baik." Adam sengaja bergumam demikian agar ucapannya bisa didengar oleh sang anak.
Namun, ternyata gumamannya tidak hanya didengar oleh sang anak. Vivian istrinya juga ikut mendengarkan apa yang keluar dari mulut suaminya, Adam. Hal ini membuat dia terbakar api cemburu.
"Jadi kamu masih merindukannya?"
Adam melirik istrinya yang telah bersidekap tangan di dada. Dia melihat kemarahan pada wajah sang istri. "Apa kamu cemburu pada orang yang telah meninggal istriku?"
Sang ibu tiri terlihat marah. Tanpa menjawab apa-apa dia berlalu masuk kamar meninggalkan ayah dan anak itu. Wajah Laura terlihat sedikit puas. Entah kenapa dia ikut senang melihat ibu tirinya itu marah akibat pembicaraab mereka. Padahal itu bukan ibu tirinya, hanya ibu tiri seorang Rivena Claudya.
"Lanjutkan apa lagi!" titah Adam pada putrinya.
"Jadi, jika aku bisa membuat uang dua triliun menjadi 20 triliun, maka aku berhak memilih gaya hidupku sendiri. Bagaimana, Pa?"
Adam memandang putri keras kepalanya ini. Dia menggeleng tak percaya bahwa putri kecil yang dulu begitu manis, kini telah berubah memiliki watak yang sangat keras, melebihi kerasnya batu.
"Baik lah! Jika kamu gagal, Papa pastikan kamu menikah dalam waktu tiga tahun itu."
"Deal!" Laura mengembangkan senyum tipis di bibirnya.
*
*
*
Diam-diam Laura menemui sang ibu tiri yang sedang ngambek di dalam kamar orang tuanya. Tanpa bicara apa-apa, mata Laura terus memperhatikan ekspresi wajah ibu tirinya yang tengah bersedih. Ibu tirinya itu mulai menyadari bahwa Vena sedari tadi memperhatikannya.
"Ada urusan apa sedari tadi kamu melihatku seperti itu?"
Laura menyandarkan dirinya pada dinding di ruang sana. "Apa kamu marah pada papaku? Jika kamu marah, lanjutkan lah kemarahanmu. Dengan kemarahanmu, aku akan memberikan uang yang banyak nantinya."
"Apa maksudmu?" Vivian memasang wajah heran mengusap air mata yang terus berjatuhan di pipinya.
"Aku tahu kamu hanya lah wanita yang gila harta. Aku akan membantumu untuk mendapatkan uang tersebut. Apa kau tertarik?"
Vivian bangkit dari tempat tidur. Setelah itu dia berjalan mendekati Vena. "Bagaimana caranya?"
"Bercerai lah dari Papaku. Bukankah kamu marah kepada papaku? Setelah kalian bercerai, aku pastikan kamu akan mendapat uang yang banyak. Kamu bisa mengambil setengah harta yang dimiliki Papa."
Vivian tersentak dan mengeluarkan sebuah senyuman tipis. Dia melemparkan tisu yang sedari tadi digenggam untuk menghapus air mata. "Kau gila ya? Meski papamu tak terlalu mencintaiku, tapi aku pastikan bahwa kami tidak akan pernah bercerai."
"Dasar benalu, maunya hidup menumpang saja? Jika kamu resmi bercerai dari Papa, kamu pasti mendapat uang yang lebih banyak."
Vivian tersenyum sinis menggelengkan kepala. "Sekali lagi aku katakan! Sampai kapan pun, aku tak akan bercerai dari papamu! Lagian, perceraian hanya akan membuatku menderita. Kami telah melakukan perjanjian pranikah. Jika terjadi suatu hal yang membuat kami berpisah, aku menyetujui tidak akan mendapatkan satu sen pun milik papamu yang pelit itu. Makanya aku akan berusaha sebaik mungkin menjadi istri bagi papamu itu."
Laura merasa kecewa mendengar penjelasan dari Vivian. "Hahah, dasar benalu."
Laura pergi dan langsung mengajak Roger untuk mengantarkannya kembali ke rumahnya. Laura mulai memikirkan bagaimana cara agar mengubah uang dua miliar menjadi 50 miliar dalam tiga tahun.
*
*
*
Pada hari kerja, Laura harus megunjungi satu perusahaan mitra. Namun, kali ini Cindy menawarkan untuk berangkat menggunakan mobil yang dimilikinya.
"Seperti biasa ya, Bu?"
Laura tidak memahami maksud Cindy dengan kata tersebut. Dia hanya setuju saja. Cindy membuka pintu pengemudi. Laura secara refleks membuka pintu di sebelah pengemudi.
"Bu?" Wajah Cindy terlihat heran.
"Kenapa?" Tanya Laura tak kalah heran.
"Bukan kah kata Anda seperti biasa? Biasanya kan Anda yang mengendarai mobilku ini?"
Laura melongo mendengar ucapan Cindy. Lalu Cindy bergerak menarik sang big boss untuk duduk di bangku pengemudi. Setelah keduanya duduk dengan baik, mereka berdua memasang sabuk pengaman.
Dalam beberapa waktu, Laura masih belum menyalakan kendaraan tersebut. Tubuhnya mengeluarkan keringat dingin. Dia masih teringat pada masa kecelakaan yang membuatnya terlempar ke dunia fiksi ini. Hal ini membuat Cindy menjadi heran.
Cindy menyentuh pundak Presdir Vena. Dia terlihat kaget dan wajahnya pucat. "Bu, Anda kenapa? Apakah Anda baik-baik saja?"
Laura menggeleng tipis. Lalu menyalakan kendaraannya. Saat kendaraan mulai melaju, pintasan bayangan kecelakaan kembali menghantuinya.
Braaaak
Mobil itu menabrak dinding parkiran perusahaan. Cindy mulai semakin heran atas keanehan-keanehan pada diri ibu presdir ini. Dia mulai merasa bahwa Presdir Vena yang sekarang bukan lah Presdir Vena yang dulu. Yang dia tahu, Presdir Vena adalah wanita yang suka membawa kendaraan ugal-ugalan layaknya pembalap wanita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments