Semua media memotret kejadian tersebut. Laura tidak peduli dengan apa yang dikatakan oleh pria yang bernama Fernando Jose itu. Seorang aktor tampan yang dijadikan sebagai protagonis oleh sang penulis bernama Laura Marrie.
Berita tersebut beredar dengan sangat cepat. Berita mengenai aktor yang dilahirkan oleh Rivena House Production telah memutuskan kontrak kerja sama di antara mereka. Berita tersebut telah beredar secara cetak maupun tak cetak. Baik di laman media sosial, maupun dari mulut ke mulut.
Semua pegawai yang bekerja di perusahaan tersebut pun menjadi heboh. Semua orang yang ada di sana sangat menyayangkan peristiwa itu terjadi begitu saja. Mereka menyayangkan tindakan aktor tersebut yang dirasa terlalu gegabah. Mereka seperti mampu membayangkan apa yang akan dilakukan oleh seorang Rivena Claudya terhadapnya nanti.
Fernando Jose membawa pengacaranya untuk mendatangi Presdir Vena agar segera menyetujui pemutusan kontrak kerja sama tersebut. Vena memutar kursi kerjanya dengan santai. Dia sama sekali tidak tampak goyah, ketika mengetahui bahwa aktor yang telah meraup keuntungan besar pada perusahaannya itu menghentikan kontrak kerja dengannya.
Fernando Jose merasa geram melihat tingkah wanita itu. "Nona Vena, apakah kau tidak bisa duduk dengan tenang?"
Laura menghentikan permaiman dengan kursi kerja tersebut. Memukul meja kerja dengan kedua tangan dan bangkit. Dia berjalan dengan lirikan di ujung mata.
"Huh, apa kau benar-benar yakin untuk menghentikan semuanya?" Laura terus melangkah menuju jendela, menatap pemandalangan di luar gedung tersebut.
Nando mengikuti langkah Vena dengan gusar. Rahangnya mengeras karena dia sangat kesal mendekat pada Vena. Dia sengaja mengambil posisi berdiri tepat di belakang Vena.
"Kau harus tau, ini adalah keputusan yang paling tepat dalam hidupku. Aku sudah muak bekerja denganmu!" ucapnya tepat di telinga Laura.
Laura memutar tubuhnya. Kali ini wajah mereka berdua berada di posisi yang sangat dekat. Namun, tak ada satu pun rasa gentar Laura kepada sang protagonis pria ini. Laura mendorong tubub pria itu dengan kasar. Tubuh Nando terdorong beberapa langkah ke belakang.
"Kau tahu? Aku tak akan menahanmu. Aku tak akan memohonmu untuk tetap hadir bekerja sama denganmu."
Laura melangkahkan kakinya menuju meja kerja. Dia duduk di atas meja, lalu menyilangkan kaki mengangkat wajah. Dia tengah memberi ancang-ancang mengatakan sesuatu yang tak pernah ada di dalam tulisannya. Di dalam cerita sesungguhnya, Rivena Claudya memohon-mohon kepada pria tampan itu untuk jangan berhenti.
"Kau boleh boleh menghentikan kontrak kerja sama denganku."
Laura sengaja memberi jeda pada ucapannya. Dia menikmati ekspresi terkejut pria itu yang menyangka Vena sangat tergila-gila kepada seorang Fernando Jose. Namun, dia adalah Laura, bukan Rivena Claudya.
"Tapi ada syarat! Kau boleh menghentikan kontrak dengan membayar pinalti sebanyak satu miliar rupiah."
Laura kembali menikmati wajah Fernando Jose yang ternganga mendengar angka yang tidak sedikit itu. Fernando Jose tersentak hingga mundur beberapa langkah.
"Bagaimana, Saudara Nando yang sangat tampan dan rupawan? Apa bisa kau serahkan uang itu dengan segera?"
"Jika sudah, aku pastikan kau lepas dari kami dengan segera. Aku beri kau waktu dalam seminggu, dan kita selesaikan semuanya."
Jadi lah sang aktor tampan pontang panting mengumpulkan semua dana yang dimilikinya. Uang yang selama ini telah susah payah dikumpulkan, kini lenyap demi membayar ganti rugi pemutusan kontrak di tengah jalan. Namun, tekadnya telah bulat.
Fernando Jose berhasil mengumpulkan dana tersebut. Dia mendatangi Vena menyerahkan uang pinalti yang telah dijanjikan. Tanpa pikir panjang, Vena langsung menandatangani pemutusan kontrak kerja sama mereka. Pria itu berlalu meninggalkan Vena dengan uang yang sangat banyak.
"Hahahaha, akuu kayaaaaa!" sorak Laura.
"Seumur-umur aku tidak pernah memiliki uang sebanyak ini. Jangankan satu miliar, 500 juta saja aku tak pernah memegangnya."
Lalu Laura tersadar. Saat ini dia bukan berada di dunia nyata. Dia hanyalah sebuah jiwa yang diteleportasi oleh SISTEM ke dalam novel yang ditulisnya sendiri. Novel dengan alur yang perlahan mulai berubah.
"Tak apa lah, meski ini bukan lah dunia nyata, yang penting saat ini aku kaya raya!" Laura menari-nari sendiri tanpa ia sadari bahwa banyak mata memandangnya dari arah luar jendela.
Para pegawai yang sedari tadi penasaran, mengintipnya lewat jendela. Setelah aktor tampan itu berlalu, pimpinan tertinggi mereka menari-nari seperti orang gila. Terdengar dari meja kerja Cindy panggilan cepat dari sang presdir.
Cindy yang ikut mengintip tergopoh menjawab panggilan tersebut. "Selamat siang, Bu."
"Cepat ke sini, ada yang ingin aku bicarakan!"
Cindy memberi kode pada semua makhluk kepo tersebut untuk segera bubar. Lalu semuanya bubar, dan Cindy masuk memenuhi panggilan atasannya itu.
"Ada apa, Bu? Sepertinya Anda gembira sekali? Saya pikir Anda akan sangat sedih saat Fernando Jose lepas dari perusahaan kita."
"Ooh, tentu saja tidak. Masih banyak ikan di laut. Mutiara bukan hanya dia saja. Masih banyak aktris dan aktor lain yang bisa kita angkat jadi lebih tinggi," jelas sang presdir.
Cindy mulai merasa aneh akan kelakuan presdirnya. Ini bukan seperti orang yang dia kenal. Dia tahu, bahwa sang presdir ini dulunya sangat tergila-gila pada Fernando Jose. Namun entah kenapa, saat ini seolah tak memiliki rasa sama sekali pada aktor tampan itu.
"Lalu, apakah ada yang bisa saya bantu, Bu?"
"Saya ingin kamu menyewakan satu unit jet pribadi. Saya ingin berkeliling dunia dengan uang ini," ucap Laura dengan wajah sumringah.
Namun berbeda dengan sang sekretaris, Cindy tampak bingung. Keningnya berkerut, matanya menyipit. "Anda mau berkeliling dunia dengan siapa, Bu?"
"Ooh, tentu sendiri saja. Aku ingin menikmati masa muda ini dengan sebaiknya." Laura kembali berputar dengan kursi kerja yang sangat dia sukai ini.
Cindy kembali tampak heran, dia tak pernah melihat seorang Presdir Rivena Claudya bertingkah kekanakan seperti ini. "Sebaiknya, Anda minta izin terlebih dahulu kepada Tuan Adam, Bu!" Cindy mengingatkan.
"Siapa Tuan Adam?" tanya Laura spontan.
"Anda jangan bercanda, Bu. Meski Anda selalu berselisih dengan beliau, tetapi dia tetap lah Ayah yang membuat Anda hadir di dunia ini."
Laura baru teringat, Rivena Claudya memang masih memiliki seorang ayah. Ayah yang lebih memilih istri barunya dibanding anaknya sendiri. Hal ini lah yang membuat karakter Rivena Claudya memiliki watak yang keras dan kejam. Karena dia merasa tak memiliki keluarga.
"Baik lah, aku akan segera ke sana."
*
*
*
Laura menekan bel yang ada di tepi pintu pada rumah yang besar itu. Tak lama, seorang asisten paruh baya membukakan pintu tersebut. Wajah sang wanita paruh baya itu terlihat heran. Tak biasanya nona ini datang sambil menekan bel. Biasanya menyelonong begitu saja sambil marah-marah.
"Ayahku mana, Bi?"
"Tuan masih belum pulang, Non. Kalau begitu Bibi akan memanggilkan Nyonya ya?" Bibi itu masuk dan memberitahukan bahwa anak tirinya baru saja datang setelah sekian lama tidak kemari.
Laura melemparkan sepatu nya satu persatu secara asal. Setelah itu melepas stoking yang hari ini dikenakan dengan asal juga. Membuka majalah yang menurutnya telah kadar luasa lalu melemparnya dengan asal juga.
Melihat hal ini, Nyonya Vivian, sang ibu tiri membelalakan matanya dengan penuh amarah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments