Malam setelah makan malam selesai. Yasmine duduk di sofa ruang keluarga. Di sebelahnya ada Alifa, dan di sebelah Alifa agak jauh ada Alfin. Padahal biasanya saat Yasmine main ke sana, Alfin akan duduk menempel di tubuh Alifa seperti lintah. Tak perduli pada Yasmine yang terus saja ngobrol dengan Alifa.
Tak perduli jika obrolan mereka tentang baju atasan, gamis dan yang lain. Yang jelas di saat Alfin di rumah, maka di sanalah tempatnya bersama Alifa. Tak perduli ada siapa.
Lantas sekarang, apakah dengan itu berarti Alfin menghargai Yasmine yang kini juga adalah Istrinya?! Jawabnya adalah tidak. Itu semua karena perintah Alifa, bukan inisiatif dari Alfin sendiri. Sungguh jika Yasmine tahu, pasti ia akan lebih merasa tidak enak hati.
Alifa memberi kode pada Alfin untuk bicara, tapi yang di beri kode malah senyam-senyum terhadapnya. Alifa mendengus kesal, lantas kembali menghadap Yasmine yang kini tengah bermain ponsel.
Setelah menikah dengan Alfin, Yasmine jadi seolah orang baru di sana. Tidak sedekat dulu, saat semua ini belum terjadi.
"Yas," panggil Alifa.
Yasmine mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Alifa yang duduk di sebelahnya, "ya, Lif."
"Kamu, mau ya ... menempati kamar di atas?!" Ujar Alifa.
Yasmine menarik napas dalam-dalam dan mengeluarkan nya secara pelan, " kalau kita duduk di sini, hanya untuk membahas kamar. Aku nggak mau." Ujar Yasmine. "Aku sudah nyaman di sana, kalau masih maksa, aku mau pulang saja. Aku nggak suka di sini dengan status ini." Sambung Yasmine jujur.
"Maksud kamu gimana Yas?!" Tanya Alfin. Ia menegakan duduknya.
"Ya, maksud aku, nggak masalah bukan, mau tinggal di kamar yang mana. Lagian masak iya aku harus di kamar atas, buat apa?! Buat jadi saksi cinta kalian, gitu?!" Keluar lah sifat asli dari Yasmine.
Entah kenapa dia merasa kesal. Padahal sudah sering kali dirinya mengatakan pada dirinya sendiri untuk sabar dan menjadi Yasmine yang dewasa. Tapi ternyata itu tidaklah mudah. Ini sangatlah susah, apalagi setelah mendengar kalimat Mbak Ina tadi siang, jujur saja ia merasa kesal. Yang kesalnya entah ke siapa.
"Bukan gitu maksudnya, Yas, 'kan kamu sekarang istri Mas Alfin, jadi Mas Alfin ingin adil, jadi untuk masalah kamar juga seperti itu. Kamar di atas 'kan besarnya sama kayak kamar utama." Begitu tutur Alifa menjelaskan pada Yasmine.
"Nggak perlu. Kamar di bawah juga cukup kok buat aku." Kata Yasmine lagi.
Alfin menarik napas kasar. Di sini lah nasihat Umi nya terngiang-ngiang di telinganya.
"Umi, hanya berpesan. Kalau kamu, harus berhati-hati dengan lisan mu. Apa yang kamu ucapkan, artinya bisa begitu besar. Layaknya ijab kabul yang tidak bisa di buat mainan, lisan pun sama. Kenapa Umi mengatakan ini, karena Umi takut, takut kamu tidak sabar menghadapi Yasmine yang ... ceria dan sedikit ambekan."
"Tidak seperti saat kamu mengahadapi Alifa yang begitu dewasa. Walaupun mereka berusia sama, namun mereka berdua memiliki karakter yang berbeda Al. Dan kamu harus ingat ini. Se kesal-kesal nya kamu terhadap Yasmine, se-marah-marah nya kamu terhadapnya, jangan sampai kamu mengucapkan kata-kata buruk, apalagi sampai mengucap kata pisah."
"Ya, sudah. Tidak apa-apa di kamar bawah. Yang selanjutnya adalah waktu." Alfin tidak ingin mengatakan ini. Tapi, ini jelas perlu di bicarakan. Keduanya harus mendapatkan perhatian darinya secara adil bukan?!
"Waktu, gimana?!" Tanya Yasmine dengan dahi berkerut.
"Waktu untuk tidur di kamar kalian." Alfin tidak bisa melihat wajah kedua nya, ia menoleh ke arah lain. Lebih tepatnya ia tak suka dengan ini. Tapi, ah ... lagi-lagi harus di paksakan dengan keadaan ini.
"Oh, nggak perlu. Aku bisa kok tidur sendirian. Nggak usah lah Alfin tidur di kamar aku juga!" Ujar Yasmine pada Alifa. Jujur saja Yasmine rasanya jadi lebih enggan pada Alfin.
"Ya tidak bisa seperti itu, dong Yas. 'Kan kita sama-sama istri dari Mas Alfin." Alifa si super lembut selalu saja seperti itu saat bicara pada siapapun.
"Iya, aku tahu Lif. Tapi, tidak harus tidur di kamar aku 'kan?! Aku nggak nuntut keadilan apapun kok. Aku di selamatkan sari rasa malu saja aku sudah bersyukur, jadi aku nggak mau lebih. Udah seperti ini saja." Kata Yasmine. Yang entah kenapa matanya kembali berembun.
Ia tidak mau Alfin, ia mau sendirian saja kalau bisa. Dia tidak mau di keadaan seperti sekarang. Canggung, padahal duduk dengan sang suami dan sahabat. Bingung, padahal bisa di katakan dia juga berada di rumahnya, karena itu adalah rumah suami nya.
Terlepas apapun alasannya, nyatanya sekarang dia adalah istri Alfin, tapi, kenapa semua orang seperti tengah menyudutkan dirinya, yang berada di tengah-tengah Alfin dana Alifa. Tidak tahukah mereka, kalau dia juga tidak ingin berada di keadaan ini.
Perlahan air yang di tahan itu pun keluar. Hanya gara-gara mengingat apa yang Mbak Ina katakan tadi siang, nyatanya hari ini Yasmine selalu kepikiran dan hatinya mendadak kembali melow, ia sedih kembali.
"Yas_"
"Aku, mau ke kamar Lif. Maaf, aku belum bisa bicara lagi untuk sekarang." Yasmine beranjak dari duduknya. Berjalan cepat menuju kamarnya.
Alifa mengembuskan napas kesal. Lantas menoleh ke arah Suaminya. "Mas, kenapa tidak di kejar isteri nya?!" Ujar Alifa.
Alfin menggeleng, "biarkan dia sendiri dulu, Sayang ...," ucap Alfin seraya mendekat ke arah Istrinya.
"Mas, beri Yasmine pengertian dong." Alifa membuat Alfin mengembuskan napas kasar dan beranjak dari duduknya.
Alifa tersenyum, "kasih pengertian yang benar ya Mas, jangan sampai Yasmine salah paham."
Alfin belum melangkah kan kakinya, ia masih menatap wajah istrinya yang tersenyum lebar, "apa kamu nggak cemburu, Sayang?! Jika aku sampai bisa menghabiskan malam ku bersama Yasmine?!"
Alifa menggeleng, "tidak dong! 'kan sudah seharusnya, lagian nanti akan ada masanya sama Lifa lagi. Ya 'kan?!"
"Hatimu terbuat dari apa, Sayang?!" Alfin menangkup wajah istrinya yang masih duduk di depannya, sementara Alfin masih berdiri.
"Terbuat dari rasa cinta Mama dan Papa, kasih sayang Ayah Ilyas dan ibu Radiah, perhatian Umi dan Abi, Dari cinta luar biasa milik Mas Alfin, kebahagiaan dari sahabat tercinta. Yasmine." Tutur Alifa dengan mengusap tangan suaminya yang masih setia di sisi pipinya.
"I Love You, Zaujati ...," Alfin mengecup puncak kepala Istrinya itu dengan sayang.
"I Love You Too, Zauji," Alifa membalas suaminya dengan mencium telapak tangan dan punggung tangan suaminya.
"Sudah, sekarang Mas ke kamar Yayas dulu sana," Alifa melepas tangan suaminya dan mendorong pelan suaminya agar berjalan ke arah kamar Yasmine.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Suhartik Hartik
sabar ya Alifa.....jika berprinsip berbagi itu indah
2023-04-10
1
Uba Muhammad Al-varo
sahabat yang begini ini nih yang menurut pikiran nya baik belum tentu menurut orang lain baik,suka memaksa kehendak tanpa memikirkan perasaan orang lain.hadeuh....
2023-03-31
0
Hanipah Fitri
ada gak ya rikehifupam nyata seperti ini, yg ada malah saling cemburu
2023-03-10
0