Pukul tiga lebih tiga puluh menit, alarm ponsel Yasmine berbunyi. Membangunkan dirinya yang tertidur dengan posisi meringkuk. Rasanya tubuhnya begitu pegal, matanya juga masih terasa berat. Tapi karena waktu bangun sudah tiba, jadi ia memaksa matanya untuk terjaga. Yasmine lantas duduk untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih mendera.
Ia menoleh ke sana ke mari, ruangan yang sama. Ah, Yasmine pikir semua yang baru saja ia lalui adalah mimpi, ternyata adalah kenyataan.
Yasmine mengedar kan pandangan, ia dapat melihat Alfin tengah menengadahkan tangan ber-do'a. Lalu akhirnya Yasmine memutuskan untuk bangun dan ke kamar mandi. Ia sudah terbiasa bangun tidur langsung mandi dan sholat.
Setelah selesai dengan ritual mandi nya Yasmine keluar, namun saat keluar ia tak lagi melihat Alfin ada di sana.
Yasmine mengedikan bahu tak perduli dan memulai shalatnya.
...***...
Sementara itu, Alfin pergi ke kamarnya dan Alifa. Begitu pintu di buka, ia langsung bisa melihat istri nya ada di atas sajadah, menoleh ke arahnya.
"Mas?!" Panggil nya seraya berdiri. Mengangkat rok mukenah dan mendekat ke arah Suaminya.
"Bagaimana?! Apa Yayas masih marah?!" Tanya nya begitu sudah di depan Alfin.
Alfin tersenyum lebar, menatap wajah ayu meneduhkan di depannya, wajah yang selalu ada di pelupuk matanya, selalu ada di dalam bayangannya.
"Mas?!" Panggil Alifa kembali, karena tak kunjung di jawab oleh suaminya. Justru suaminya malah menatap nya dengan penuh cinta.
"Sudah enggak, Sayang." Alfin menangkup kedua sisi pipi Alifa, "cantik banget sih, istri aku ...," ucap nya gemas.
"Makasih, mas juga ... makin hari makin ganteng," Alifa memeluk suaminya itu.
Alfin mendekap erat wanita yang sudah mem-bersamainya selama sembilan tahun ini. Cinta nya pada Alifa begitu besar, jadi bagaimana bisa dia berpaling?!
"Mas?!" Alifa sedikit mengurai pelukan erat suaminya lalu mendongak.
"Kenapa, Sayang?!" Alfin kembali menatap netra indah sang istri.
"Semalam?!" Pertanyaan Alifa di jawab gelengan kepala Alfin.
"Kita sama-sama tidur di lantai, lagian kamu kenapa sih?! malah mengunci pintu dari luar?!" Ujar Alfin.
"Maaf, aku pikir dengan cara seperti itu. Kalian jadi bisa ngobrol satu sama lain." Jelas Alifa.
"Sayang, tidak semudah itu. Lagian aku belum siap untuk memberikan segalanya pada Yasmine. Dan lagi, aku yakin, Yasmine juga sama. Terus kamu tahu 'kan dia kalau lagi mode jutek kayak gimana?!" Alifa mengangguk mendengar penuturan Suaminya.
Ya. Pastinya sangat susah bukan menyatukan keduanya. Dan pastinya akan membutuhkan waktu yang sangat lama.
...***...
Setelah shalat, Yasmine keluar dari kamar nya. Ia merasa lapar, maklum saja ia makan kemarin pagi saat akan di beri sedikit make-up. Yasmine berjalan menuju dapur, membuka lemari es dan mengambil sebuah apel dan memakannya di meja makan.
Sebenarnya makanan banyak, hanya saja Yasmine tidak bisa menghangatkan nya. Jadilah ia makan buah saja.
Sembari makan matanya menatap sekeliling rumah itu, biasanya ia akan begitu bahagia jika menginap di sana. Namun kali ini, ia malah tidak menginginkan nya. Ia tidak ingin menginap dengan status madu. Sungguh tidak ingin tapi nyatanya. Ah ... kenapa saat mengingat kenyataan, matanya selalu saja mengeluarkan air mata. Ia masih belum menerima semua ini. Belum. Yasmine menyudahi makan apel nya.
Ia lantas bangun dan mengambil air minum. Perutnya memang lapar, tapi mulutnya terasa hambar.
Yasmine akhirnya memutuskan ke kamar kembali, ia akan menunggu Adzan subuh dari kamarnya.
...***...
Suasana rumah Alifa menghangat, Umi Fitri dan Abi Sofyan datang, begitu juga Yahya yang ingin datang menemui sang adik. Entahlah rasanya Yahya masih khawatir pada adiknya itu walaupun adiknya berada di rumah suaminya dan sahabatnya yang kini merangkap menjadi madu-nya.
Umi, Abi dan Yahya sudah duduk di ruang keluarga. Mereka baru saja di suguhi minuman hangat oleh Mbak Ina, juga beberapa kudapan dan tengah ngobrol dengan sang tuan rumah. Yaitu Alfin dan Alifa. Yasmine masih belum keluar, tadi saat Yahya mencoba masuk, Yasmine tengah tertidur di atas ranjang begitu pulas, Yahya tak tega untuk membangunkan nya. Mungkin Yasmine tidur kembali setelah shalat.
"Bagiamana Ayah dan Ibu, Kak?!" Tanya Alifa pada Yahya.
"Masih sedih sih, pastinya." Ujar Yahya. "Sedih nya bukan karena Yasmine menikah dengan Alfin, tapi karena kehilangan Reyhan, yang ... kalian tahu lah, kedekatan Ayah dengan Reyhan." Sambung Yahya buru-buru. Takut yang lain tak mengerti akan maksud perkataannya.
"Iya, jelas kalau itu. Umi saja begitu sedih dengan kenyataan ini. Baru malam nya, Umi dan Abi memberi wejangan-wejangan tentang pernikahan, tapi tiba-tiba seperti ini," ucap Umi.
"Ya, inilah. Kenyataan yang pasti. Siapa yang akan menghampiri manusia terlebih dahulu, antara jodoh dan maut?! Dan ternyata Reyhan lebih dekat dengan maut ketimbang jodoh." Ujar Abi.
Semua orang mengangguk membenarkan.
"Yang perlu di beri wejangan kali ini, adalah kamu Al. Sebisa mungkin kamu harus adil kepada keduanya. Terlepas bagaimana perasaan mu terhadap ke dua istrimu, yang jelas kamu harus adil terhadap Alifa dan Yasmine. Abi, yakin, perlahan kalian bisa menerima semua ini dengan ikhlas, jika kalian tetap menjalin persahabatan dengan tulus, seperti sebelum ini." Ujar Abi panjang lebar.
"Umi, hanya berpesan. Kalau kamu, harus berhati-hati dengan lisan mu. Apa yang kamu ucapkan, artinya bisa begitu besar. Layaknya ijab kabul yang tidak bisa di buat mainan, lisan pun sama. Kenapa Umi mengatakan ini, karena Umi takut, takut kamu tidak sabar menghadapi Yasmine yang ... ceria dan sedikit ambekan."
"Tidak seperti saat kamu mengahadapi Alifa yang begitu dewasa. Walaupun mereka berusia sama, namun mereka berdua memiliki karakter yang berbeda Al. Dan kamu harus ingat ini. Se kesal-kesal nya kamu terhadap Yasmine, se-marah-marah nya kamu terhadapnya, jangan sampai kamu mengucapkan kata-kata buruk, apalagi sampai mengucap kata pisah." Nasehat Umi. Sebenarnya dulu pun Umi sudah pernah mengatakan ini pada Alfin, saat Alfin baru saja menikahi Alifa. Tapi dulu, Umi tak mengatakan se panjang ini.
"In Syaa Allaah, Mi." Jawab Alfin singkat.
Yahya bersyukur, adiknya berada di keluarga yang begitu baik. Sebenarnya, tanpa menikah kan Yasmine dengan Alfin pun, keluarga mereka sudah dekat dan Yasmine sudah begitu di sayang oleh mereka, Umi dan Abi. Hanya sekarang mungkin sayang mereka berubah, menjadi lebih sayang lagi.
Yahya tersenyum mengarah ke Alfin dan Alifa, " iya, benar apa yang Umi bilang. Yasmine dan Alifa itu berbanding terbalik. Adikku itu memang istimewa, saking istimewanya, memasak air saja tidak bisa. Haha," Yahya tertawa saat mengingat dulu, saat ia memerintah Yasmine untuk menyeduhkan kopi instan miliknya, tapi Yasmine dengan pintarnya membuat panci kesayangan ibu gosong karena di masak terlalu lama dan air yang sangat sedikit.
"Iya, tapi ... Kakak tenang saja, kebutuhan dapur Mas Alfin 'kan ada aku. Yasmine cukup menerima kita saja. Iya 'kan Mas?!" Ujar Alifa sembari menoleh ke arah Alfin. Alfin tersenyum dan mengangguk.
Entah apa yang ada di pikiran Alifa, entah kenapa ia begitu bahagia suaminya menikahi sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Yuli Chaca
Kye Alifa tau klo GK bisa ksh keturunan deh, drpd suaminya dpt istri lg yg blm dia kenal jd mending ma temannya.. 9thn menikah blm ada anak pasti ada apa2nya kan..
2023-04-26
0
Putri Minwa
semangat
2023-04-20
0
Mom Dian
Apa ada sesuatu yang masalah yang di simpannya yaa sampai Alifa relah berbagi kemungkinan punya anak misalnya🤔 wis gak usah di pikir takok ae karo mbak Authornya🤭
2023-02-14
3