"Wiih ada mahasiswa baru kayaknya!" Eza matanya berbinar saat melihat Thalita bersama Lorenza.
"Deeuhh babang Eza berasa diperebutkan dua wanita. Siapa yang bakal menjadi tambatan hati ini?" Eza lebay mengusap dadanya, sedangkan Rion mendadak mual mendengar celotehan Eza yang nggak sesuai dengan kenyataan.
"Gue masih wangi nggak, Yon?" Eza angkat tangannya, nyuruh Rion nyium keteknya.
"Lu belum tau kan ketek dicabein itu rasanya gimana? lagi-lagi tu ketek disodorin ke gue, jangan harap ketek lu Slamet!"
"Ya emang ketek gue Eza bukan Slamet!" sahut Eza.
Pria yang super rajin tepe-tepe itu merapikan rambutnya, "Dek Loren, babang Eza coming!" Eza ngeloyor pergi ninggalin Rion yang nhgak percaya kok bisa dia temenan sama orang modelan Eza.
"Dia nggak tau aja kemarin gue dansa sama Loren. Kalau dia liat, bisa kejang-kejang dia!" batin Rion.
Pria tampan dan menawan sesuai dengan namanya itu, menyusul Eza yang udah duduk di samping Loren, dia berhadapan dengan Thalita.
"Bang Riooooon!" Thalita manggil kakak sepupunya.
"Guebleeeg! kenapa gue malah kesini, harusnya kan gue menghindar," Rion diem aja, pura-pura nggak kenal.
"Awas aja kalau dia ngaku sodara gue!" batin Rion.
Rion yang kepalang tanggung nongol di depan Thalitha, terlebih lagi Loren pun menoleh dan melihat padana, Rion nggak mungkin mundur dan hilang begitu aja dari peradaban. Dia sebagai cowok cool harus tetep maju.
"Ehm, Za! ke tempat biasa!" Rion dengan suara coolnya.
"Oh ya, gue Eza. Nama lu siapa tadi?"
"Thalita!"
"Sungguh nama yang cantik seperti orangnya!" Eza gombal.
"Makasiih!" Thalita tersipu, "Emang udah banyak sih yang bilang gitu," lanjutnya.
"Zaaa!"
"Bang Eza temennya bang Rion?"
"Oh ya, kita temen akrab! saking akrabnya kita dikira saudara, muka juga hampir mirip-mirip, kan?" Eza nunjuk dirinya dan Rion.
"Kita juga sama-sama suka manjat! dan Rion ini juga ketuaa---"
"Brisik lu, Za!" Rion bawa Eza secara paksa menjauh dari sepupunya.
"Thalita, nomor gue, 081xxxxxxx" Eza kodein tangan di kuping, yang artinya 'ntar telpon gue, yaaaakk'.
Yeeuuuh si Eza, modus banget. Bisa-bisanya dia nyuruh cewek nelpon dia duluan, sok kegantengan banget emang si Eza nih.
Rion bawa Eza sampai ke tempat dia biasa wall climbing.
"Yooon! lepasiiin gue, Yoooon!" Eza memberontak seakan dia akan dimacem-macemin.
"Jijay banget gue! lebih horor suara lu daripada suara setan!" Rion kesel, dia ngleepasin Eza saat mereka udah di tempat panjatan, dan lebih keselnya lagi hampir aja congor si Eza mengingkap sesuatu yang ia rahasiakan selama ini dari keluarganya. Kan kamvreto banget temen modelan beginian yak. Netijen yang budiman cuma bisa bilang, 'sabar ya Riooon'.
"Zaaa, lu boleh tepe-tepe sama siapa aja kecuali sama Lorenza sama Thalita!" tegas Rion.
"Lah kenapa emang? wah lu serakah lu, Yon?! masa lu suka dua-duanya?" Eza merepet, nggak terima.
"Apa?" Rion ngerutin keningnya denger perkataan Eza itu.
"Giliran ada cewek nih yang menangkap sinyal baik dari gue, eh si Rion malah ngelarang-larang! nggak bener nih si Rion. Jangan-jangan dia mulai merasa tersaingi sama kegantengan gue?" suara hati Eza.
Saking jengkelnya lagi pedekate tapi malah digagalin sahabatnya, timbulah suatu perkataan dari Eza yang bikin Rion naikin alis, "Pokoknya nggak ada yang bisa larang gue deketin Thalita, termasuk lu, Yon!" Eza sok serius.
Dia ninggalin Rion gitu aja, "Slamet aja yang muka pas-pasan bisa punya cewek, masa gue yang mirip Lee min ho, sekian purnama gagal terus dapetin cewek yang gue suka? ini nggak boleh terjadi," batin Eza.
Rion hanya melihat sahabatnya yang lagi pundung.
"Ck, tuh bocah bener-bener, yaaa!" Rion gedeg sama kelakuan Eza yang terlalu sensitif untuk kali ini.
Bukan apa-apa, Rion hanya takut kalau Eza deketin Telolet, bisa ember bocor dia tentang Rion yang menjabat sebagai ketua Mapala dan rencana mereka yang besok bakal berangkat tuh naik-naik ke puncak gunung.
"Rion...!" ada suara perempuan yang familiar di telinganya.
Dia berbalik,
"Loren?" batin Tion, tapi keyika dia sudah melihat sosok Loren, gadis itu malah berdiri membelakanginya.
"Kau sudah memegangnya? kalau sudah, jaga baik-baik. Dan pakailah, bawa kemanapun kamu pergi kecuali ke kamar mandi!" ucap Loren.
"Dan, lebih baik batalkan niatmu untuk pergi mendaki!" lanjut Loren, dia menengok sebentar sebelum akhirnya pergi meninggalkan Rion.
"Kenapa semua orang jadi nyebelin hari ini! huuufhhh!" Rion memandang kepergian Loren sambil memikirkan pedang yang pagi ini dia temukan di kamarnya.
Lantas Rion merogoh sakunya, dilihatnya lagi liontin itu. Seketika dia menghentikan jarinya ketika dia akan mengusapnya.
"Nanti berubah jadi pedang cahaya lagi, bisa berabe!" Rion menyimpan barang itu lagi di sakunya.
.
.
.
Setelah nggak ada lagi urusan, Rion celingukan di parkiran nyari mobil.
"Astaga, kan gue kesini pakai motornya si Eza. Mau dicari sampai taun depan juga nggak bakal nongol mobil gue disini!" Rion merutuki kebodohannya.
Namun langit yang cerah berubah menjadi mendung.
"Perasaan tadi cerah-cerah aja!" gumam Rion.
Tess...
Tess...
Hujan mulai membasahi bumi yang fanasshhh.
Tanpa terasa ada sebuah tangan yang menariknya masuk ke sebuah mobil.
Ya, dia Loren.
Dan beneran, setelah mereka masuk ke dalam mobil, ujannya segede itu. Tapi untungnya nggak ada petir, jadi aman sentosa lah ya.
"Kalau kita duduk di belakang semua, siapa yang nyetir?" tanya Rion.
"Memang perlu orang buat nyetir? karena aku nggak bisa," ucap Loren.
"Lah ini mobil elu kan? atau? mobil colongan?" Rion nuduh.
Seketika dia inget kalau dia pernah melihat Loren dengan tingkah anehnya menyentuh bagian depan mobil ini. Yang waktu disamperin dia malah kabur ke kelasnya.
Rion mau buka pintu, tapi Loren melarang.
"Ini mobilku, di luar hujan. Anggap aja ini balas budiku setelah kemarin kamu nolongin balut luka di lenganku ini," ucap Loren. Tapi matanya tetep awas gitu liatin sana-sini.
"Sebenernya lu itu siapa sih? karena setelah nganterin lu terakhir kali, gue udah nggak diikutin sama fans-fans astral gue, dan itu cukup bikin gue penasaran," Rion menatap Loren serius.
"Jalankan mobilnya!" ucap Loren.
"Gue lagi ngajak lu ngomong, malah lu nyuruh gue nyetir!" Rion udah kesel banget sama Loren.
Tapi baru mau nyap-nyap lagi, itu mobil jalan sendiri. Iya, setirnya itu gerak-gerak sendiri.
"Nggak heran gue, mobil kan bisa auto pilot!" batin Rion, tapi sesaat dia menyadari kalau tipe mobil yang mereka tumpangi bukan mobil dengan kecanggihan seperti itu. Dan terlebih lagi mereka duduk di belakang, seandainya terjadi sesuatu nggak ada yang ambil kendali stir kemudi.
Loren menggerakkan tangannya, "Sesuai rencana!" ucapnya seakan memberi perintah pada stir yang seakan dikendalikan oleh seorang supir.
"Jadi sebenernya kamu itu siapa?" tanya Rion.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
Loren hebat nih
2023-12-19
0
Zuhril Witanto
astaga
2023-12-19
0
Euis Yohana
waaaaaah ...jd kepengin punya ajian seperti loreng🤭🤭 ...bisa nyuruh kendaraan melaju sendiri ....🤣🤣
2023-02-11
1