Eza dateng duduk di samping Mova, "Jadi gimana? persiapan buat naik gunung weekend ini?" tanya Eza yang masih ngilu tangannya. Dia dateng telat, nyatronin klinik kampus dulu sambil tepe-tepe sama dokter jaga.
"Udah beres," ucap Rion.
"Ya kan, Mov?" lanjut Rion nanya sama Mova, cewek yang lagi susah payah ngedeketin sang ketua.
"Iyaaa, udah kok udah beres semua!" ucap Mova, dia sedang mengamati garis wajah Rion.
"Oh, syukur kalau gitu! tapi lu ikut kan, Yon?" tanya Eza.
"Mov, jangan ngeces disini!" ucap Eza yang sadar kalau Mova fokusnya ngeliatin Rion, bukan liat catetannya.
"Apaan sih, Zaaaaa!" Move kesel.
"Makanya lu ganti namaa jangan mova, tapi move on! biar lu bisa move on dari Rion, dia kagak mau sama elu----" Eza merepet dan segera di bekep sama Mova.
"Tangan lu bau trasi!" Eza melepaskan tangan Mova.
"Kaki lu tuh yang bau trasi!" serang balik Mova.
"Panggil penghulu, kawinin aja udah mereka berdua, ribut mulu daritadi heran gue! yang kayak gini nih yang biasanya jodoh!" Slamet nakut-nakutin.
Dibalik dua orang yang hobinya cakar-cakaran kalau ketemuan, Rion malah tampak naikin satu alisnya setelah baca sesuatu di hapenya.
"Lu kenape, Yon?" tanya Eza yang melihat Rion anteng ngeliat hapenya, mengabaikan Mova yang udah bertanduk siap nempeleng mulut Eza yang lemesan.
"Nggak apa-apa," ucap Rion.
"Kalau udah kelar semua gue cabut duluan! tanggalnya kan udah fix, jadi persiapkan fisik kalian supaya nggak letoy! oh ya, buat yang lainnya nanti gue kasih pengumuman aja di grup chat," ucap Rion mengakhiri rapat untuk agenda naik-naik ke puncak gunung.
"Riooon!" Mova memanggil sang ketua, tapi dia nggak digubris sama sekali. Rion malah udah jauh meninggalkan ruangan yang dikhususkan untuk extra Mapala.
Dengan langkah yang terburu-buru Rion masuk ke dalam mobilnya. Dia akan menuju suatu tempat.
.
.
.
Dan disinilah dia....
Di sebuah ruangan yang dikelilingi kaca.
"Gue nggak pandai---" ucapan Rion tercekat saat Lorenza berbalik badan.
Dia memakai rok berwarna hitam dengan belahan samping yang dipadukan dengan atasan tanpa lengan dan sepatu berhak tinggi yang akan menemaninya menghentakkan lantai dansa.
"Aku kira kamu nggak akan dateng," ucap Loren mendekat.
"Datenglah, gue jadi orang nggak auka ingkar janji, cuma gue nggak sempet bales aja tadi," ucap Rion, masih jual mahal.
Rambut Loren yang panjang dan sedikit bergelombang membuatnya tampak terlihat begitu menawan, "Kita mulai sekarang?"
"Nanti pas pemilu aja gimana?" celetuk Rion.
"Kalau gitu aku beresin---"
Namun ucapan Loren belum selesai, Arion menarik tangannya.
"Gimana caranya? muter-muter kayak gasing gini?" dia memembuat Loren berputar.
"Atau kayak gini?" Rion mengangkat tubuh Loren ke udara kemudian menurunkannya lagi.
"Kayak gitu apa kayak gimana?" tanya Rion.
"Ya ya kurang lebih seperti itu," ucap Lorenza menyembunyikan senyumannya.
Rion menatap gadis didepannya, "Gue bakal bikin lu ngaku, lu itu sebenernya siapeeehhh, Lorenzaaaaa!" batin Rion.
Loren mengeluarkan hapenya, dia sempat merekam koreografinya dengan teman prianya, "Biar kamu ada gambaran," ucap Loren.
Setelah Rion melihat bagaimana dia harus berdansa, "Eewbuseeeeeeettt, kok begituuuuuuu? kagak bisa gue! kaki gue terlalu kaku buat ngelakuin gerakan kayak gitu!" batin Rion meronta.
"Kamu cuma harus tau kapan harus mengangkat atau menangkap tubuhku," ucap Loren.
"Karena aku yang akan bergerak, kamu tinggal ngimbangin aja," lanjut gadis cantik itu yang bergerak memutar dengan tangan diayun ke atas, membuat roknya mengembang seperti payung. Dia menjauh dari Rion.
Musik yang didominasi suara biola dan piano itu mulai mengalun di ruangan itu.
Trap
Trap
Trap
Loren dan Rion berjalan saling mendekat.
"Gue nggak tau---"
"Cukup ikuti kemana aku pergi," ucap Loren yang kini menyatukan tangannya dan Rion.
Mereka mulai bergerak mengikuti tempo musik. Rion tanpa ragu menempatkan tangannya di pinggul Loren, sedangkan kaki gadis itu bergerak dengan lincahnya. Suara hentakan langkah Loren seirama dengan musik yang menggema saat itu.
Rion memberikan ruang untuk Loren berputar, lalu menangkapnya ketika Loren menjatuhkan badannya.
Dan satu bisikan di telinga Loren membuatnya berhenti sesaat, "Gue tau lu itu bukan sepupu Adam!" pancing Rion.
Namun Loren hanya menjawab, "Oh ya?" lalu dia bangun lagi.
Ketika Loren dan Rion saling mengunci pandangan.
Namun, tanpa sepengetahuan Rion, Loren membuka telapak tangannya dibelakang tubuh pria yang mengikat rambutnya ke belakang, dia mengucapkan, 'Come, now!' selirih mungkin. Menyuruh aeauatubuntuk datang padanya.
Sreet...!
Sebuah cahaya warna merah berpendar.
Dan....
Dengan sigap dia menunduk dan menarik Loren ke dalam pelukannya. Rion melindungi gadis itu dari kaca yang mungkin bisa melukainya.
Duaaaaaaarrrrrr!!!!!
Duaaaaaarrrrrrr!!!!
Praaaaankkkkk
Praaaankkkkkk
Seluruh kaca yang ada di ruangan itu pecah seketika.
"Arrrrghhhhh," pekik Rion. Dia menutup matanya.
Setelah kira-kira udah aman, Rion perlahan mengangkat wajahnya, melihat ke sekeliling.
"Kamu nggak apa-apa?" tanya Rion pada gadis di hadapannya. Loren menggeleng.
"Syukurlah," Rion memegang kedua lengan Loren, dan saat itu dia merasakan ada cairan yang membasahi tangannya.
Rion sontak kaget melihat lengan kanan Loren terluka, "Lu berdarah!"
"Nggak apa-apa..." ucap Loren terlaubsatar. Dia nggak menampilkan wajah ketakutan atau cemas.
Rion jadi curiga, "Sebenarnya apa yang sedang terjadi? kenapa setiap gue deket sama lu, ada aja hal aneh yang gue alami. Sebenernya lu itu siapa Lorenza?" tanya Rion, mencengkram lengan gadis itu.
"Nanti kamu juga tau!" ucap Loren melepaskan tangan Rion.
"Lebih baik kita keluar dari sini," Ucap Rion mengajak Loren keluar ruangan yang penuh dengan pecahan kaca.
"Aku ambil tas dulu," ucap Loren tenang, mata Rion mengawasi pergerakan gadis itu.
"Dia diem aja, nahan sakit apa emang nggak ngerasain sakit?" batin Rion melihat Loren bergerak menjauh.
Setelah mendapatkan tasnya, Loren mengiyakan ajakan Rion untuk segera meninggalkan ruangan. Sedangkan orang yang sedang di luar studio pun nggak mendengar apa-apa, karena ruangan itu kedap suara.
Loren hanya melaporkan kejadian yang menimpanya pada staff yang ditemuinya saat keluar. Dan dia mengatakan akan membayar ganti ruginya.
"Urusan itu bisa diurus nanti, sekarang obatin dulu yang ini!" Rion mengangkat sedikit lengan Loren.
Ada kecurigaan terhadap gadis yang bersamanya kini, tapi dia terluka dan Rion nggak bisa membiarkannya begitu aja.
Ya, sekarang mereka masuk ke dalam mobil milik Rion.
Pria itu membuka kotak obat, dia mulai membersihkan luka di lengan Loren.
"Katakan, siapa kamu sebenarnya?" Rion mengulangi dengan nada serius mengikuti cara bicara Loren.
"Bukan siapa-siapa," ucap Loren.
"Nggak usah bikin teka-teki, kita buka lagi main games!" ucap Rion.
Loren hanya senyum sekilas.
"Seandainya aku mengatakannya, apa kamu akan percaya?" tanya Loren.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
siapa Loren ..masa iya anaknya karla
2023-12-19
0
Widodo Wilujeng
mungkin loren itu anak dari musuhnya Reva, bisa jadi anaknya Carla , cucunya mbah dukun
2023-08-02
1
Devii Arga
bikin penasaran
2023-01-09
2