Masih Dikejar Setan
"Om, Please. Ngomong sama Mami kalau aku mau naik gunung. Acara ini penting banget buat aku, Om?!" ucap Rion pada Karan Perkasa yang notabene adik sepupu dari maminya, Reva Velya.
"Kamu tentu sudah tau watak mami mu itu kan, Rion?"
"Iya, Om. tapi aku nggak mungkin absen di kegiatan ini. aku itu ketua Mapalanya, Om!" Rion memaksa.
"Mami mu itu tau kalau kamu ikut extra Mapala? Beneran tau?" om Karan naikin satu alisnya, sambil sesekali melihat ke arah tumpukan kertas yang ada di mejanya.
"Ya..." lirih Rion.
"Ya apa? Hem?"
"Ehm, ya nggak tau. Mami taunya aku cuma ikut taekwondo," ucap Rion mbleret
"Nah, dari situ aja kamu sudah tidak jujur," ucap Karan dengan senyum khasnya.
"Tapi, tapi aku punya alasan untuk itu, Om..." ucap Rion kalang kabut.
"Begini Rion, Kalau kamu minta mobil baru, atau minta tiket liburan ke Luar Negeri, Om akan kasih tanpa pikir panjang. Tapi kalau kamu minta Om buat bikin mami mu berubah pikiran, Maaf Rion. Kamu datang pada orang yang salah," ucap om Karan.
"Maksudnya?"
"Coba kamu minta tolong papi kamu, Rion, dia berhasil atau tidak,"
"Udah, aku udah minta tolong. Tapi gatot, gagal total?!"
"Papi mu saja gagal, apalagi Om?" ucap Om Karan sambil menandatangi berkas.
"Terus aku harus minta tolong sama siapa?"
"Tuhan?!" ucap Om Karan enteng.
"Berdoa saja supaya mami mu itu bisa berubah pikiran," lanjutnya.
Karan Perkasa bangkit dari kuburan, eh bukan dong ya. Dia bangkit darin kursinya dan berjalan mendekat pada Arion Putra Menawan, keponakan satu-satunya.
"Om Karan, Pleasee..." Rion tetap berharap Karan mau menolongnya.
"Semangat, Rion?! Kamu pasti bisa!" ucap Karan sambil menepuk pundak lelaki tampan yang datang ke perusahaannya.
"Om bantu Rion, Om....!" seru Rion, dia bangkit dan memutar badannya melihat Om Karan yang kini menarik handle pintu.
"Berusahalah lebih keras, anak muda?! Good luck...!" sahut Om Karan tanpa menghentikan langkahnya, dia berjalan keluar dari ruangannya.
Rion kemudian keluar dari ruang kerja Om Karan. Rambutnya yang panjang sebahu yang sengaja diikat ke belakang membuat garis rahangnya terlihat sangat jelas. Beuuh, kalian kalau lihat juga pasti klepek-klepek, nggak sanggup dengan kegantengan dia yang udah nggak ketolong.
Drrrt....?!
Drrrt....?!
"Ada apaan?" tanya Rion pada salah satu teman gengnya yang meneleponnya.
"Lagi dimana lo?" tanya Eza.
"Di kantor om gue, kenapa?"
"Ada yang harus kita diskusiin, kita tunggu lo di tempat latian?!" ucap Eza.
"Hem," Rion hanya menjawab dengan deheman, lalu ia mematikan sambungan telepon itu.
Rion bergerak cepat menuju basement. dia memperhatikan ke beberapa sudut.
"Ck, apaan sih? Hantu jaman sekarang kok ya pada caper banget?! Ck, tau aja ada orang ganteng?!" gumam Rion setelah masuk ke dalam mobil, dan sesekali merapikan rambutnya lewat kaca spion depan sebelum ia tancap gas meninggalkan perusahaan Perkasa Group.
Melihat sesuatu yang ghoib bukan sesuatu yang baru untuk Rion. Bahkan sedari kecil dia sudah terbiasa akan hal itu, namun dia sama sekali tidak mau ambil pusing, selama para ghoib itu hanya sebatas caper-caper dan tidak mengganggu ketentraman hidupnya dan juga keluarganya.
Sesekali Rion menghidupkan musik, biar nggak sepi. Dan mobil yang dikendarainya saat ini, mobil sport keluaran terbaru pemberian dari Om Karan beberapa bulan yang lalu. Hal ini sukses membuat mami Reva heboh di rumah. Dia meminta Rion untuk segera mengembalikan barang mewah itu.
Tapi bukan Rion namanya kalau dia nggak bisa mendapatkan apa yang dia inginkan, terlebih lagi dia anak tunggal.
Sudah pasti walaupun awalnya sang mami keukeuh tidak memperbolehkannya memakai barang mewah, akhirnya luluh atas bujukan Karan yang mengatakan garasinya sudah tidak muat untuk menampung mobil baru. apalagi, istrinya Luri nggak bisa nyetir mobil sendiri.
"Yakin banget, kalau nanti Om Karan bisa membujuk mami sama seperti waktu itu. Saat mami marah-marah dan nyuruh gue buat ngembaliin nih mobil," Rion menepuk pelan stir mobilnya, jari tangannya kini berpindah mengelus bibirnya yang semerah dan semanis strawberry.
"Gue harus bujuk Om Karan lagi," Rion bergumam sendiri.
Nggak sampai setengah jam, Rion sudah sampai di tempat yang menjadi wadah untuk mengeksplore hobi panjat memanjatnya.
"Weeeeyh," ucap Rion saat bertemu teman-temannya. Dia menyodorkan tangannya yang menggenggam pada temannya yang juga melakukan hal yang sama, toss yang biasa mereka lakukan.
Rion duduk di bawah sambil melihat beberapa temannya yang sedang melakukan wall climbing.
"Gimana? tempat, sarpras dan gamesnya udah fix semua?" tanya Rion pada Eza.
"Udah nih, tinggal nunggu konfirmasi masalah sewa tendanya," jawab Eza.
"Buat konsumsinya?"
"Urusan si Mova itu, gue belum nanya," sahut Eza enteng.
"Kenapa belum? katanya cuma nunggu konfirmasi soal tenda?" Rion naikin alisnya
"Ya kalau Mova mah urusan lu aja, Yon?!" kata Eza, dia meneguk air yang ada di botol minumannya.
"Lah kok gue?"
"Ya kan dia nurutnya sama lu, Yono?! kalau kita yang nanya, yang ada kita digeprek pake cobek?! ogah gue?!" Eza gelelng-geleng.
"Yono Yono?! itu mulut sembarangan kalau ngomong, mami gue susah-susah itu kasih nama Rion?! Kalau mami gue denger, bisa diuber pake sapu lidi lu, Za?! kalau nggak mulut lu itu bisa dikruwes-kruwes kayak kertas contekan," Rion ngremes tangannya.
"Heleh, anak mami lu?!" ledek Eza.
"Ck, lu kagak tau aja. Menurut sejarah, gue udah ganti nama sampe tujuh kali, tau nggak lu?"
"Buseeet, tujuh kali? kok gue baru tau?" tanya Eza.
"Ya emang gue nggak pernah cerita, nggak ada faedahnya juga..." sahut Rion yang matanya nggak lepas dari papan tinggi yang menjadi media teman-temannya manjat kayak anak onyet.
"Ya udah, nanti suruh Slamet aja kalau gitu, buat nanya ke Mova," ucap Rion.
"Slamet lagi, dia kan paling ogah sama Mova, Yon?!"
"Jangan pada bertingkah deh lu, ah?! pokoknya gue taunya semua beres, capek gue!"
"Capek apaan lu? capek ngeladenin adek tingkat yang pada sok caper?" Eza nyindir.
"Ya gimana ya? sesuai nama ya, Za. Me-na-wan, dari nama aja udah gede banget damage-nya. Jadi hawanya cewek-cewek maunya pada nemplok sama gue, Za?! Jadi, bukan salah gue dong kalau mereka pada terpesona sama kegantengan gue?" ucap Rion pada Eza yang sekarang pengen gumoh .
"Sama kita aja lu gesreknya, giliran sama ciwik-ciwik aja lu jaim, cemen lu?!" ledek Eza. Rion.
Rion yang sudah biasa diledekin pun hanya naikin dua sudut bibirnya ke atas.
Rion bersikap santai hanya pada Eza, Slamet dan Adam. Selain itu, Rion terkenal dengan sikap dinginnya pada perempuan. Sebanyak itu kaum hawa yang mendekatinya tidak ada satu pun yang mengena di hati Rion. buatnya tidak ada waktu untuk mencintai dan dicintai, hidupnya dia dedikasikan buat sekedar temen belanja mami dan manjat dinding wall climbing.
"Mau naik nggak?" tanya Rion pada Eza setelah melihat Slamet turun dan membuka kaitan tambang di tubuhnya.
"Siapa yang yang kalah, dia yang harus ngomong ke Mova?!" lanjut Rion.
"Woke lah, siapa atut?" Eza merasa tertantang dengan ucapan Rion.
Dua lelaki itu pun akhirnya dan mulai mengikatkan safety belt di tubuhnya, dia melumuri tangannya dengan serbuk putih.
"Jangan heran kalau nanti gue yang menang," ledek Eza.
"Sakarepmu, Za?!" ucap Rion.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
✨-Queenzy` 🌠🔥
wah seru keknya, bau bau holor
2023-08-15
1
Widodo Wilujeng
nyari2 baru ketemu karyamu thor.. HIDUP REVA !!!
2023-08-02
0
Trio Dara Tanjung
heeee hmm
2023-05-27
0