Baru mau naik motornya Eza, dari belakang papi Ridho manggil.
"Rion, naik ke mobil. Papi pengen ngobrol sama kamu " ucap Ridho.
Berbeda dengan Reva yang kalau marah langsung nyap-nyap nggak ada berhentinya, Ridho lebih tenang dalam menghadapi anak semata wayangnya.
"Yuk, masuk. Papi anterin kamu ke kampus," ucap Ridho menggerakkan kepalanya.
Rion pun turun dari motor dan mengikuti papi nya masuk ke dalam mobil.
Dalam perjalanan Rion masih kepikiran cahaya biru yang dia lihat.
"Apa iya bintang jatuh warnanya biru? tapi cahayanya tuh bersinar banget kayak neon!" batin Rion, dia sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Rion..." panggil Ridho.
Rion yang baru aja mau mengawang, buyar seketika.
"Ada apa, Pih?" sahut Rion
"Papi kalau liat kamu itu, persis kayak papi jaman dulu,"
"Dulunya kapan pih? satu abad yang lalu?" sindir Rion.
"Sembarangan kamu! jangan salah, kalau kata anak muda jaman sekarang papi tuh masuk kriteria sugar daddy!"
"Rion bilangin nih sama mami, kalu papi mau jadi sugar daddy!" ancam Rion.
"Hehhhhh, jangan macam-macam kamu, Rion! itu kan hanya istilah saja, kalau aura ketampanan papi itu belum luntur dari dulu sampai sekarang," ucap papi Ridho.
"Ngeles teroooooosss!" ledek Rion.
"Papi kayaknya takut banget sama mami? tapi berami-beraninya mau jadi SD!"
"Apaan tuh SD?"
"Ya tadi Sugar Daddy!" sahut Rion.
"Heh, Rion, tadi kan papi sudah bilang itu hanya istilah saja! kamu jangan bikin mami merong-merong di rumah!" Raut cemas terlihat sangat jelas di wajahnya, sedangkan Rion senyum penuh kemenangan.
Papi Ridho kembali lagi melanjutkan obrolannya dengan Rion.
"Rion, kamu suka dengan tantangan?" tanya papi Ridho.
"Ya,"
"Dulu papi juga kayak kamu. Suka dengan hal-hal baru. Tapi kamu harus mempertimbangkan dampak baik dan buruknya," ucap papi Ridho.
"Papi yakin kamu paham soal itu," papih Ridho ngomong sambil fokus nyetir.
"Iya, Pih..." ucap Rion.
Papi Ridho sekilas melihat anaknya, "Oh ya, kapan kamu siap masuk ke perusahaan?"
"C'mon, Pih! kita udah sering ngobrolin ini, dan jawaban Rion tetep sama. Rion nggak ada passion disana," ucap Rion.
"Terus harus diapain itu perusahaan? kita jual aja apa gimana?" celetuk papi.
"Perusahaan itu papi terima karena om Karan yang memberikannya atas nama kamu, Rion. Dan papi pikir, sekarang sudah saatnya kamu mulai mengelola perusahaan itu, atau kalau kamu nggak mau, kamu bisa balikin itu semua sama om kamu!" ucap papi Ridho.
"Coba pikirkan dan pertimbangkan dulu..." lanjut papi.
Rion diem-diem bae. Dia berpikir, saat ini rasanya untuk memikirkan strategi bisnis bisa membuatnya tua sebelum waktunya. Yang dia inginkan itu kebebasan bukan beban mencari cuan.
"Mobil kamu parkir dimana? di kantor Om Karan lagi?" papih nanya santuy.
"Kok Papih tau?"
"Kamu tau? sepandai-pandai tupai melompat akhirnya dia kepleset juga..." ucap papi dengan kerennya.
"Emang kayak gitu ya peribahasanya? kok kedengerannya agak janggal, ya?" Rion mikir.
"Jangan sering-sering markirin mobil disana, apalagi sampai malam," kata papi.
Dan ucapan papi itu sukses membuat Rion sedikit was-was.
"Jangan-jangan papi tau juga gue ikut extra pecinta alam dan kerja paruh waktu?" batin Rion.
"Papi beberapa kali ke perusahaan om kamu dan liat mobil kamu ada disana, tapi yang punya nggak ada. Berarti kan kamu kesana cuma mau numpang parkir!" jelas papi Ridho.
"Papi juga tau kalau kamu diminati banyak ciwik-ciwik. Emang kamu itu mewarisi gantengnya papi, Rion! Kolega papi aja banyak yang ngira kalau papi itu masih bujangan loh," papi Ridho muji dirinya sendiri.
"Kalau itu terlalu berlebihan, Pih!" Rion hanya geleng-geleng.
"Inget umur pih, umuuuur!" lanjut Rion.
"Umur itu jangan diinget-inget, itu yang
bikin kita tetep awet muda," sahut papih Ridho.
"Sakarepmu lah, Pih!" batin Rion.
Sekilas dia melihat ada cahaya biru yang dia lihat semalam. Dan cahaya biru itu secara nyata dan gamblang berada di atas langit. Udah fix, saat ini Rion nggak lagi berhalusinasib.
"Cahaya itu..." batin Rion.
Sedangkan papi kayaknya anteng-anteng bae, dan Rion pikir berarti papi nya itu nggak lihat.
"Pih? papi nggak liat?" tanya Rion.
"Lihat apa?" tanya papi Ridho.
"Lihat ada yang jual bubur ayam apa nggak!" ucap Rion ngawur.
"Loh emangnya kamu masih laper?" papi Ridho balik nanya.
"Lumayan. Tapi nggak usah deh, Pih. Nanti Rion makan lagi aja di kantin," ucap Rion.
Dan cahaya itu hilang lagi.
.
.
.
Akhirnya setelah beberapa puluh menit berkendara, mereka sampai juga di kampus Rion.
Rion keluar dari mobil papinya dan masuk ke dalam area fakultasnya. Setelah memaatikan papinya sudah pergi, Rion berbalik. Dia pergi menuju suatu tempat.
Ya, Rion absen satu mata kuliah.
Sekarang ini Rion sedang menghadap manager restoran tempatnya bekerja.
"Bukannya kamu hari ini libur?" tanya pak manager.
"Begini, Pak. Saya kesini mau mengundurkan diri," jawab Rion.
"Ada masalah atau ada yang membuat kamu tidak nyaman?"
"Jadwal kuliah saya sedang padat. Jadi saya kerepotan mengatur waktu," sahut Rion.
"Padahal kamu salah satu karyawan paling rajin yang kami miliki. Tapi baiklah saya terima surat pengunduran diri kamu. Nanti sisa honor kamu, secepatnya akan di transfer," ucap pan manager.
"Baik, terima kasih, Pak..." Rion menjabat tangan pria itu, lalu keluar dari ruangan manager.
Sebelum pergi, Rion sempatkan diri untuk berpamitan dengan teman-temannya.
"Sering-sering mampir kesini," ucap salah satu teman pria yang menepuk pundaknya.
"Pasti," sahut Rion.
Kemudian dia pun pergi dari tempat itu.
Setelah menyelesaikan urusannya, Rion ke kantor Om Karan untuk mengambil mobil. Dia mau balik lagi ke kampus
Selama menyetir dia keinget sama Lorenza.
"Gue berhenti kerja bukan untuk latian dansa dengan Loren, bukan! Gue bergenti kerja itu supaya emak gue nggak merepet mulu tiap malem. Dan gue juga kan mau naik gunung, biar fokus aja selama pendakian, nggak mikirin tuker-tukeran shift sama temen," Rion meyakinkan diri sendiri.
Namun saat ini, Rion merasa ada yang aneh dengan dirinya, dia merasakan ada hawa panas yang menjalar di tengkuknya.
"Nggak mungkin seumuran gue udah punya penyakit kolesterol kan?" gumam Rion.
Dia menyentuh tengkuknya dengan satu tangannya.
Rion mencoba mengabaikan rasa nggak nyaman yang dia rasakan dan fokus menyetir di jalanan yang lumayan lengang.
Sampai akhirnya mobilnya melambat saat memasuki area kampus.
Rion memarkirkan mobilnya di tempat biasa.
"Ini nih yang dicariin!" Eza menepuk pundak Rion, tapi kmseketika Rion menangkap tangan Eza dan memelintirnya.
"Aaaaaw awwwwwww!" Eza memekik kesakitan
"Eh, sorry, sorry!" Rion melepaskan Eza.
"Main pelintir aja lu! tangan gue atit nih!" keluh Eza.
Rion pun nggak sadar kalau udah melakukan hal itu pada Eza.
"Sorry, Za. Gue kira---" Rion nggak melanjutkan ucapannya.
"Kok lu naik mobil? motor gue mana?" tanya Eza.
"Tenang aja belum gue loakin?!"
"Sembarangan kalau ngomong! gue gibeng lu baru tau rasa, motor begitu juga punya nilai sejaraaaaah, tau nggak?!" ucap Eza.
"Sakarepmulah, Za!"
Sementara disisi lain, Rion merasa heran. Karena memang dia bisa bela diri. Tapi yang dilakukannya tadi terlalu berlebihan.
"Ada apa sebenarnya denganku?" batin Rion.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 177 Episodes
Comments
Zuhril Witanto
curiga ma Loren
2023-12-18
0
Euis Yohana
jangan jangan itu ulah Loren deh ..tengkuk panas kan waktu di bonceng jarinya gambar gambar gitu ..🤔
2023-02-10
0
Rindi ZieVanya ⍣⃝కꫝ 🎸
cahaya biru itu apakah ya
2023-01-16
1