CINTA SEIRING WAKTU

CINTA SEIRING WAKTU

#1. MENDUNG TAK BERARTI HUJAN

"Wulan, apakah kau tidak ingin mencoba menjalani rumah tangga yang baik dengan ku?"

Pertanyaan Danar berhasil menghentikan langkah sang istri yang akan pergi bekerja, dan diluar tentu kekasih istri nya itu sudah menunggu untuk menjemput.

Wulan berbalik, menatap Danar dengan kening mengkerut. Untuk yang pertama kali suami nya itu menegur dan langsung mengajukan pertanyaan yang tak pernah ia sangka akan terlontar dari bibir suami nya, karena selama sebulan pernikahan mereka baik ia mau pun Danar sama-sama menikmati kehidupan mereka masing-masing sesuai dengan kesepakatan mereka.

"Kenapa memberi ku pertanyaan seperti itu? Bukankah sejak awal perjodohan, kita sudah sepakat untuk tetap menjalani kehidupan kita masing-masing. Aku dengan kekasih ku, begitu pun kau juga dengan kekasih mu." Ujar Wulan.

Danar melangkah mendekati Wulan seiring senyum tipis di bibir nya. Dan senyum ini pun adalah pertama kali nya dilihat Wulan.

Selama satu bulan tinggal di bawah satu atap yang sama, saat pagi menjelang hingga matahari kembali tenggelam, Wulan dan Danar kembali ke rumah dan masuk ke kamar masing-masing melepas lelah setelah seharian bekerja. Jangankan bertegur sapa atau hanya sekedar berbasa-basi, urusan makan pun mereka membeli sendiri-sendiri.

Dan kini Danar sudah berdiri tepat di hadapan Wulan, yang membuat istri nya itu langsung mundur beberapa langkah karena jarak mereka terlalu dekat.

"Setelah aku pikir, aneh saja rasa nya kita kita tinggal di bawah satu atap yang sama, status kita pun suami istri. Tapi rumah ini seperti kontrakan yang di huni oleh dua orang asing. Sampai kapan kita akan terus seperti ini?

Apa menunggu sampai kedua orangtua kita datang dan mencekoki kita denga banyak pertanyaan? Terutama soal keturunan, suatu saat mereka akan datang dan menanyakan hal itu pada kita. Danar, Wulan kapan akan memberikan kami cucu?"

Wulan pun terkekeh lalu membuang muka, seolah kalimat panjang lebar yang di ucapkan Danar adalah sebuah lelucon. Hingga beberapa saat ia masih bergeming di tempatnya berdiri. Apa yang dikatakan Danar memang benar, namun ia sudah terlanjur nyaman dengan kehidupan yang ia jalani sendiri tanpa berniat membina rumah tangga seperti suami istri pada umum nya.

Suara klakson motor di luar sana mengejutkan Wulan dan Danar, mereka berdua serentak langsung menoleh ke arah pintu.

"Maaf Danar, aku harus segera pergi bekerja. Dan kau juga akan pergi bekerja bukan?"

Danar mengangguk pelan, lalu ia kembali mendekati Wulan dan merangkul lengan istri nya.

"Ayo kita keluar bersama." Ajak Danar, namun Wulan menggeleng sembari melepas rangkulan Danar di lengan nya.

"Kita tetap seperti biasa saja. Hargai perasaan pasangan kita masing-masing." Ujar Wulan lalu mengayun langkah keluar dari rumah meninggalkan Danar yang masih berdiri di tempatnya.

Danar baru keluar dari rumah saat motor yang membawa Wulan sudah meningglkan pelataran rumah nya. Namun, Danar masih dapat melihat bagaimana mesra nya Wulan memeluk pinggang kekasih nya di atas motor.

Danar menghela nafas panjang, setelah motor yang membawa istri nya sudah tak terlihat lagi. Sejenak ia masih bergeming menatap ke arah jalanan kosong dengan hati yang di selimuti kebimbangan. Benarkah yang sudah ia putuskan hari ini?

Entah kenapa ia bisa berpikir untuk mengajak Wulan membina rumah tangga yang memang seharusnya, padahal selama sebulan ini ia juga menikmati hidup nya bersama sang kekasih yang pernah berjanji akan ia nikahi, namun kandas di tengah jalan saat orangtua nya menjodohkan nya dengan Wulan.

#

Saat itu, Danar yang baru pulang bekerja dengan semangat 45 menemui orangtua nya yang berada di halaman belakang. Setelah perbincangannya dengan sang kekasih pagi tadi, mereka sudah sepakat dan yakin untuk melanjutan hubungan mereka menuju jenjang yang lebih serius. Dan Danar pun berniat mengutarakan niat nya pada orangtua nya untuk melamar sang kekasih.

Namun, sebelum Danar mengutarakan niat nya sang ayah lebih dulu mengatakan sesuatu yang membuat Danar langsung terperangah.

"Danar, kamu sudah dewasa dan juga sudah memiliki pekerjaan yang mantap. Jadi sudah saat nya Ayah memberitahu sesuatu pada mu. Ayah mau kamu menikahi anak sahabat Ayah, demi membalas budi atas pertolongan sahabat Ayah yang sudah mendonorkan darah untuk Ibu mu saat itu."

Dengan dada yang sudah berdetak kencang, Danar mengalihkan tatapan pada sang ibu yang nampak tertunduk. Masih segar di ingatan nya kala sang ibu mengalami kecelakaan dan kehilangan banyak darah. Seseorang yang Danar tidak kenal mendonorkan darah pada ibu nya. Namun, yang Danar tidak sangka jika pertolongan itu menuntut sebuah balas budi.

"Ayah, apa tidak bisa membalas dengan cara lain? Kenapa harus Danar menikahi anak sahabat Ayah itu?"

Sebisa nya Danar mencoba menawar, namun gelengan tegas dari sang Ayah membuat nya menghela nafas panjang.

"Tidak bisa Danar, itu sudah janji Ayah!" Ucap ayah telak tak bisa di bantah.

Membuat kata-kata yang sudah tersusun rapi yang ingin ia utarakan pada ayah dan ibu untuk melamar kekasih nya, menguar begitu saja.

Di hari yang sama, Wulan pun mendapatkan desakan yang mengharuskan nya menikah dengan laki-laki yang tidak pernah ia kenal.

Wulan tentu tidak mau karena ia sudah memiliki kekasih, namun tak serta merta ia menunjukkan penolakan itu pada mama dan papa nya karena tidak mau di cap sebagai anak pembangkang.

Beberapa hari kemudian, pertemuan pun tejadi. Kedua orang tua memberi ruang pada anak-anak mereka untuk saling mengenal. Namun kesempatan ini justru digunakan Danar dan Wulan untuk membuat kesepakatan setelah mengetahui jika mereka berdua ternyata sama-sama telah memiliki kekasih.

"Kita terima perjodohan ini, setelah menikah kita tetap pada pasangan kita masing-masing." (Wulan)

"Baik, aku akan membeli rumah dan setelah menikah kita tinggal berdua namun tetap pada kehidupan kita masing-masing." (Danar)

Satu hari sebelum pernikahan, Danar dan Wulan meyakinkan pasangan mereka masing-masing jika pernikahan itu hanya lah di atas kertas. Tak akan menggunakan perasaan apa pun di dalam nya. Hingga pernikahan itu benar-benar terjadi, Danar dan Wulan tinggal di rumah yang sudah di beli oleh Danar dengan status suami istri namun, menjalani kehidupan masing-masing dengan pasangan mereka.

#

Danar baru terhenyak kala ponsel nya berdering, seutas senyum seketika terlintas di wajah nya melihat nama sang kekasih di layar ponsel. Namun, senyum yang terukir diwajahnya hari ini tidak semerekah seperti biasa nya setiap kali sang kekasih menelpon. Seperti awan putih yang perlahan di selimuti awan hitam dan sebentar lagi akan turun hujan. Namun, nyatanya kalimat itu berhasil di patahkan oleh sebuah pepatah. 'Mendung tak berarti hujan.' Meski berat namun, apa yang sudah ia putuskan hari ini tak akan membuat air mata nya jatuh seperti di saat hari pernikahan karena merasa telah mengkhianati sang kekasih.

Danar menyimpan ponsel nya ke dalam saku celana dengan membiarkan terus berdering, kemudian ia menaiki motor yang selalu menemani nya ke tempat kerja.

Terpopuler

Comments

SkySal Alfaarr

SkySal Alfaarr

Kirim vote biar semangat

2023-06-01

1

Subaedah

Subaedah

seru ceritanya 😘😘

2023-05-29

1

Clair

Clair

lama lama juga bakal suka cuma butuh proses ehem

2023-01-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!