Sesampainya di rumah, Danar langsung membawa dua kantong belanjaannya menuju dapur. Wulan pun mengambil wadah untuk menaruh bumbu-bumbu dapur dengan dibantu oleh Danar.
Di saat Wulan sedang menyusun wadah-wadah yang telah terisi berbagai macam bumbu dapur, di atas meja, Danar menghampiri istri nya itu dan berdiri tepat di samping Wulan dengan mengembangkan senyum.
"Pasangan Suami Istri harus berperan seperti dua sayap pada seekor burung yang sama. Keduanya harus bekerjasama atau pernikahan mereka tidak akan pernah sampai ke permukaan. Kau mengerti kan maksudnya?"
Wulan menoleh menatap Danar dan membalas senyuman Danar dengan singkat lalu kembali melanjutkan aktivitasnya menyusun berbagai macam sembako kedalam lemari penyimpanan.
"Pernikahan yang abadi tidak muncul dengan sendirinya, tetapi harus diusahakan bersama," Wulan menghentikan kalimatnya lalu berbalik menatap Danar.
"Kau tahu kita baru akan mencoba, tapi Danar Aku harus bagaimana? Kau sudah memutuskan hubunganmu dengan Dinda, tapi Aku rasanya sulit melakukan itu pada Erick." Sambung Wulan dengan wajah yang sendu.
Danar mengangkat pandangan menatap langit-langit, dan Wulan pun kembali melanjutkan kegiatannya. Sama seperti yang dirasakannya ia pun tahu apa yang Wulan rasakan. Tak semudah itu memutuskan hubungan dengan orang yang telah lama menjalin hubungan dengan kita. Namun, setelah Danar resapi ternyata cintanya tak sedalam itu pada Dinda.
"Sekarang Aku berpikir, ternyata selama ini Aku tak benar-benar mencintai Dinda, dan Aku yakin Kau pun juga tak benar-benar mencintai Erick."
Wulan menghentikan aktivitasnya mendengar ucapan Danar dan kembali menatap Danar dengan kening mengkerut.
"Coba Kau pikir? Jika Aku ataupun Kau memang benar-benar mencintai pasangan kita masing-masing, Aku yakin pernikahan kita tidak akan pernah terjadi. Jika kita mencintai pasangan kita masing-masing, bagaimana pun patuhnya kita pada orang tua, kita akan berusaha menggagalkan perjodohan itu demi orang yang kita cintai. Namun, nyatanya kita tidak melakukan upaya apapun untuk itu. Dan konyolnya kita malah membuat kesepakatan yang kita berdua tidak sadar jika itu sebenarnya adalah jalan menuju jodoh yang sesungguhnya."
Wulan beberapa kali mengerjapkan mata nya bersamaan helaan nafas yang serasa tercekat sembari menyimak apa yang dikatakan Danar. Karena apa yang dikatakan Danar memang benar, ia juga turut tak melakukan upaya apa pun untuk menolak perjodohan itu hanya karena tidak ingin dianggap sebagai anak pembangkang. Ia sama sekali tidak memikirkan bagaimana selanjutnya setelah pernikahan itu terjadi sementara ia memiliki kekasihnya yang sudah lama menjalin hubungan dengannya.
Dengan masih menatap langit-langit, Danar kembali mengatakan sesuatu yang membuat Wulan semakin dilema.
"Aku sudah mengakhiri hubunganku dengan Dinda, meski sakit tapi Aku tidak akan pernah menyesalinya. Kini giliranmu, Wulan. Jika Kau tidak bisa mengakhiri hubunganmu dengan Erick seperti yang Aku lakukan. Maka Aku ingin Kau menguji perasaanmu yang sebenarnya pada Erick. Dengan cara tidak menemuinya selama satu Minggu. Jika dalam waktu satu Minggu Kau tidak merasa sesuatu yang berarti hilang darimu, maka sebenarnya Kau pun tak benar-benar mencintai Erick."
Danar tersenyum samar, meskipun ia tak meminta Wulan untuk tak menemui Erick, ia yakin Erick pun untuk saat ini mungkin tidak akan mau menemui Wulan setelah tipu muslihatnya tadi pagi yang membuat Erick berpikir jika diri nya dan Wulan telah melakukan hubungan suami istri.
.
.
.
Saat ini Dinda berada di sebuah Taman setelah pertemuannya beberapa saat lalu dengan Danar. Ini bukan akhir pekan, tapi suasana di Taman sangat ramai sekali. Langit pun terlihat sangat cerah, namun tak secerah hati Dinda saat ini.
Dinda menengadah menatap awan-awan yang terlihat bergerak perlahan berubah bentuk. Jika hatinya ibarat awan, maka Naura akan melakukan hal yang sama, berubah, kemudian perlahan menghilangkan rasa yang ada untuk seseorang yang telah menyakiti hatinya.
'Danar, jika harus melepasmu, Aku ingin melepasmu baik-baik. Seperti awan yang melepas hujan. Namun rindu yang kusembunyikan di balik awan, akan turun melalui tetesan hujan untuk menemuimu menyampaikan rinduku'
Dinda tersenyum ketika terik itu mulai meredup, namun tak membuat langit menjadi mendung. Dan begitulah harapan Dinda untuk kehidupannya di masa depan. Dia akan tetap kuat, meski pun suatu hari nanti tak akan menemui cinta sebaik cinta Danar.
Puas menatap langit yang seolah tahu keluhan hatinya, Dinda pun menurunkan pandangannya menatap keramaian orang-orang yang berlalu lalang di hadapannya. Kemudian mengedarkan pandangan menatap keseliling taman. Di taman ini dulu Danar menjadikannya seorang kekasih, dan di taman ini pula tadi malam Danar mengakhiri hubungan mereka dengan tiba-tiba yang meninggalkan luka tak berdarah.
.
.
.
Meski selalu datang terlambat namun, Erick selalu gesit dalam melakukan pekerjaannya. Tetapi hari ini diri nya seolah tak memiliki tenaga barang membawa secangkir kopi saja untuk pelanggan. Apa lagi beberapa saat lalu ia mendengar salah satu rekannya sesama witers mengatakan jika hari ini adalah pertama kali Danar tidak masuk kerja mungkin karena ingin menghabiskan waktu dengan istri nya di rumah dengan beralasan sakit.
Mendengar itu, Erick semakin kesal terlebih mengingat apa yang ia lihat tadi pagi membuatnya ingin menghabisi Danar karena telah mengambil sesuatu dari diri Wulan yang seharus nya ia yang mendapatkan itu.
Karena tidak fokus, Erick menjatuhkan nampan berisi secangkir kopi yang membuatnya tersentak sendiri.
"Sial! Ini semua gara-gara Danar! Lihat saja nanti Kau akan mendapatkan akibatnya karena mengambil sesuatu yang seharusnya menjadi milikku!"
"Beruntung Loh, Pak Danar hari ini tidak masuk. Kalau enggak Lo bakalan di pecat karena sudah teledor mana selalu datang terlambat lagi." Ucap salah satu witers yang tidak begitu menyukai Erick.
Erick mengepalkan kedua tangannya, rahangnya mengetat mendengar ucapan laki-laki yang seprofesi dengan nya itu menyebut nama Danar. Jika saja tadi pagi tidak ada warga yang menghalanginya, pasti Danar sudah habis di tangannya.
"Pelanggan udah nungguin pesanannya, cepet Loh beresin tuh jangan bengong aja di situ. Gue laporin nanti sama Pak Danar karena kerja Lo gak becus!"
Erick sudah kehilangan kesabaran, dengan kedua tangan yang mengepal erat ia menghampiri laki-laki itu dan langsung menghajar wajahnya sama seperti yang ia lakukan terhadap Danar.
Beberapa witers lain nya dan beberapa pengunjung langsung bertindak menghentikan Erick yang menyerang secara membabi buta laki-laki itu.
Dengan di apit oleh beberapa pengunjung, Erick berkata dengan suara lantang sembari menunjuk laki-laki yang ia hajar.
"Laporin aja kalo Lo mau, kalau perlu suruh tuh si Danar berhadapan denganku. Aku sama sekali gak takut!"
Para pegawai terkejut mendengar ucapan Erick yang sangat menantang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Dinda Ainun
Erick tuh tipe emosian, bahaya nti kl lg berantem dg pasangan... Main kasar...
2023-01-07
2
Nany Setyarsi
semoga Wulan.malkin tahu sebesar apa cinta dan.perasaannya pada Erick .
duh kalo emosi gini dan gk profesional kerjanya,Erick bakalan kehilangan pekerjaan dan kehilangan kekasih sekaligus 😅
2023-01-05
2