#9. MEMBERI PENGERTIAN

Sesampainya di cafe, Danar langsung menuju ruangannya. Danar disambut dengan tatapan tajam Erick namun, ia tak menghiraukan itu.

"Kalian boleh lanjutan pekerjaan kalian, Erick biar Saya yang mengurusnya." Ucap Danar pada dua orang waiters yang menahan Erick di ruangannya dengan kedua tangan yang terikat kebelakang kursi serta mulut yang dibekap kain, rekan kerja Erick terpaksa melakukan itu karena Erick terus berontak dan berteriak.

"Baik, Pak."

Setelah pintu ruangannya tertutup, Danar melangkah mendekati Erick dengan raut wajah yang datar sementara Erick begitu tajam menyoroti nya. Jika saja mulut Erick tak dibekap mungkin kalimat sumpah serapah sudah terlontar dari mulut kekasih istrinya itu.

Dan benar saja, Erick langsung memaki Danar sesaat setelah kain yang membekap mulutnya dilepaskan oleh Danar.

"Brengsek! Kau benar-benar brengsek, Danar! Lepaskan Aku! Aku akan menghabisi mu karena sudah mengambil Wulan dariku!"

Danar mengerutkan keningnya sembari terkekeh, "Tapi Aku sama sekali tidak merasa mengambil Wulan darimu, justru takdir lah yang sudah menyatukan kami dan seharusnya Kau sadar jika takdirmu bukan bersama Wulan. Oh ayolah Erick, seharusnya Kau bisa menerima kenyataan itu. Aku saja yang sangat mencintai Dinda rela memutuskan hubungan kami karena Aku percaya jika Wulan lah takdirku."

"Tidak! Wulan itu milikku dan hanya akan menjadi milikku! Lepaskan Aku Danar, Aku akan membuat perhitungan denganmu karena sudah,,," ucapan Erick terhenti, kedua tangannya yang masih terikat mengepal erat mengingat apa yang dilihatnya tadi pagi bahwa Danar dan Wulan telah melakukan hubungan suami istri.

"Danar, lepaskan Aku!"

"Aku akan melepaskan mu tapi Kau harus mendengarkan Aku dulu." Danar menarik kursi kehadapan Erick, lalu duduk di kursi itu.

Erick berdecak kesal sembari mengalihkan tatapannya dari Danar, kearah lain. Ia benar-benar muak melihat wajah laki-laki yang duduk didepannya ini. Laki-laki yang telah mengambil masa depannya bersama Wulan.

"Dengar Erick, tentang jodoh kita tidak ada yang tahu, ada yang sudah dipertemukan, ada yang masih mencari, ada yang masih menanti. Semua memiliki waktunya masing-masing. Dan Aku yakin bahkan sangat yakin jika Wulan lah jodoh yang dipersiapkan Tuhan untukku. Ada saatnya kamu memperjuangkan dan diperjuangkan oleh seseorang. Tapi kamu harus menerima kenyataan jika seseorang itu bukanlah Wulan. Yakinlah Tuhan akan hadirkan dan tunjukkan jodohmu di saat yang tepat. Jadi Aku mohon dengan sangat padamu, Erick. Lupakan Wulan, ikhlaskan Dia bersamaku. Perjalanan hidupmu masih panjang Aku yakin diluar sana Kamu akan menemukan yang lebih baik dari Wulan dan dialah adalah jodohmu yang sebenarnya." Ucap Danar panjang lebar.

Namun, Erick sama sekali tidak bisa menerima semua perkataan Danar. Baginya, Wulan adalah miliknya, cintanya yang telah direbut oleh Danar. Tidak sedikit waktu yang ia habiskan bersama Wulan, tak semudah itu untuk Erick melupakan apalagi meninggalkan Wulan setelah semua suka duka yang mereka lalui bersama.

"Lagipula, apa lagi yang Kau harapkan dari Wulan? Dia sudah menjadi Istriku dan Kau tahu pasti apa yang dilakukan oleh pasangan Suami Istri. Tinggal menunggu kabar, bahwa Wulan telah mengandung Anakku. Lalu bagaimana dengan dirimu? Apa Kamu masih mau menerima Wulan dengan keadaan seperti itu? Apa Kamu mau membesarkan yang bukan darah daging mu? Aku yakin Kau masih punya akal sehat untuk itu."

Danar sengaja mengatakan hal yang sebenarnya tidak pernah terjadi antara dirinya dan Wulan, agar Erick mau meninggalkan Wulan dengan suka rela dan mengikhlaskan Wulan untuknya.

Nafas Erick memburu, apa yang dikatakan Danar benar-benar membuatnya panas. Ia tidak bisa membayangkan jika suatu saat Wulan benar-benar mengandung anak Danar.

"Kau brengsek Danar! Kau benar-benar brengsek! Seharusnya sejak awal Kau menolak perjodohan itu, Wulan pasti akan tetap bersamaku." Hanya makian yang terus terlontar dari bibir Erick yang bergetar. Perasaan marah, kecewa dan putus asa bercampur menjadi satu.

"Sama sepertiku, Aku tahu apa yang Kau rasakan. Memang sakit rasanya harus berpisah dari orang yang kita cintai. Tapi Erick, satu hal yang harus Kau tahu. Bahwa cinta tak selalu harus memiliki. Bukan hanya hubunganmu dan Wulan yang harus berakhir. Hubunganku dengan Dinda pun juga berakhir. Bukan hanya Kau yang berkorban atas cintamu pada Wulan, Aku pun mengorbankan cintaku pada Dinda. Dan ini menjadi pembelajaran untuk kita, jangan mencintai seseorang dengan berlebihan karena akan sangat menyakitkan jika dia tidak ditakdirkan untuk kita."

Erick menghela nafasnya dengan kasar, perlahan sorot matanya mulai sendu. Bayangan kebersamaannya dengan Wulan terlintas di ingatannya. Apakah setelah ini ia sanggup menjalani hari-hari diluar sana tampa Wulan lagi? Membayangkan hal itu Erick menggeleng pelan kepalanya.

"Aku yakin Kau pasti bisa Erick."

Suara Danar kembali terdengar, Erick langsung mengangkat pandangan menatap Danar dengan raut wajah datar tidak seperti sebelumnya yang seolah ingin membunuh Danar.

"Lepaskan Aku, Aku mau pulang!"

Danar mengulas senyum, lalu beranjak dari tempat duduknya membuka tali yang mengikat kedua tangan Erick di belakangnya kursi.

Setelah ikatan tangannya terlepas, Erick meregangkan otot-otot tangannya yang serasa kaku karena hampir satu jam terikat.

"Aku harap setelah ini kita bisa berteman, dan Kau tetap bisa bekerja disini." Ucap Danar.

Erick menarik sudut bibirnya menyeringai seraya berdiri dari duduknya. Tanpa diduga ia langsung melayangkan bogem mentah nya ke wajah Danar. Kembali sudut bibirnya Danar mengeluarkan cairan kental berwarna merah dibuatnya.

Meski sebelumnya memiliki niat untuk membalas Erick namun, saat ini Danar tidak melakukannya. Ia menerima pukulan Erick kali ini sebagai balasan sakit hati Erick yang harus kehilangan orang yang dicintainya.

"Aku tidak sudi melihat wajahmu lagi!" Tukas Erick, kemudian pergi begitu saja setelah kembali melukai wajah Danar untuk yang ketiga kalinya.

.

.

.

Hari sudah beranjak sore, Danar masih berada di cafe, tepatnya berada di ruangannya seorang diri. Padahal Wulan menyuruhnya cepat pulang jika urusannya sudah selesai. Jika saja Wulan tak mengatakan sesuatu yang sedikit menyentil hatinya mungkin saat ini ia sudah berada di rumah, tak perduli dengan keadaan wajahnya yang bertambah babak belur karena ulah Erick.

Sementara di rumah, Wulan duduk termenung di ruang makan sambil menatap sepiring rendang yang sudah ia masak beberapa saat lalu untuk Danar. Rendang itu sudah dingin, namun yang menginginkan makan rendang itu belum juga pulang padahal hari sudah sore.

Mungkin saja masalah di cafe sedang genting sehingga Danar belum pulang, begitu pikir Wulan. Namun, saat mengingat perubahan wajah Danar karena ucapannya, ia jadi bertanya-tanya dalam hati. Apakah Danar marah karena ucapannya itu?

Terpopuler

Comments

Dinda Ainun

Dinda Ainun

Jelaslah Wulan, hati Danar pasti sakit denger perkataanmu itu, pengorbanan dan perjuangan dia seakan tdk brti utkmu, sia sia belaka.
Danar lg memulihkan hati dlu, sblm meneguhkan hati kembali utk berjuang... Butuh hati yg luar biasa tangguh utk istri yg blm menganggap dan memperlakukan dirinya sbg suami...

2023-01-07

2

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

ya jelas Danar sakit hati Wulan ,
seolah dia begitu tak diinginkan,
semoga Erick mau mengikhlaskan wulan

2023-01-07

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!