#4. MEMANAS-MANASI

Pagi yang cerah menyapa...

Danar bangun lebih dulu membuka tirai jendela yang membuat Wulan juga terbangun karena terkena silau matahari tepat diwajah nya.

"Selamat pagi," sapa Danar yang sudah berjongkok ditepi ranjang tepat didepan Wulan.

Wulan yang masih mengumpulkan nyawa langsung terbangun dari pembaringan begitu mendengar suara Danar.

"Danar, sebaiknya Kamu kembali ke kamarmu karena Aku ingin mandi." Ucap Wulan sambil mengusap wajahnya.

"Bisa tidak hari ini Kau izin tidak masuk kerja?" Danar berdiri lalu duduk ditepi ranjang disamping Wulan.

"Kenapa?" Tanya Wulan sembari menggeser duduk nya yang terlalu dekat dengan Danar.

"Hari ini kita pergi berbelanja keperluan dapur. Aku bosan setiap hari membeli makanan cepat saji, mulai hari ini Aku ingin makan masakan rumah."

Wulan mengusap wajahnya lagi seraya berdiri. Ia berjalan ke arah dinding dimana bathrobe dan handuk kecilnya tergantung.

"Tapi Danar, Kau tahu sendiri kita sama-sama bekerja jadi mana ada waktu untuk memasak." Ujar Wulan yang kini sudah menenteng bathrobe dan handuk kecilnya bersiap untuk mandi.

Danar menghela nafas nya, "Seandainya Kau mau jika Aku memintamu untuk berhenti bekerja. Kau fokus saja menjadi Istri mengurus rumah dan Suami. Huhhh alangkah bahagianya Aku setiap pulang kerja ada yang menyambut dan makanan sudah tersedia. Apalagi jika kita sudah punya Anak, pasti rumah ini akan ramai dengan suara Anak-Anak." Danar mengembangkan senyum membayangkan hal itu.

"Anganmu terlalu tinggi, Danar. Jika Kau jatuh rasanya pasti sakit sekali. Sudahlah Aku mau mandi, Aku sudah hampir terlambat." Wulan berbalik lalu masuk ke kamar mandi.

Biasanya Wulan selalu bangun sebelum jam 6 pagi namun, hari ini ia bangun terlambat karena semalam hampir menjelang subuh ia baru bisa tertidur untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Danar nekat melakukan hal lebih yang seperti Danar katakan sebelum tidur.

Tak lama setelah Wulan masuk ke kamar mandi, terdengar suara klakson motor diluar rumah. Danar mengintip dari jendela dan ternyata dugaannya benar, Erick benar-benar tidak mendengar peringatannya kemarin dan masih berani datang untuk menjemput Wulan.

Danar tersenyum menyeringai kala terbesit satu ide untuk memanas-manasi Erick.

Dengan cepat Danar kembali ke kamarnya, membuka baju dan celana dan hanya menyisahkan ****** ***** nya. Kemudian mengambil handuk dan melilitkan dipinggang. Sebelum keluar dari kamar, Danar mencubit bagian dada dan lehernya sehingga meninggalkan bekas memerah, sangat kentara terlihat dikulitnya yang putih.

"Sempurna." Gumamnya tersenyum lalu segera keluar menemui Erick.

Berdiri tepat dihadapan Erick dengan kedua tangan bertengger dipinggang. Danar juga sengaja meliukkan lehernya kekiri dan kekanan agar Erick dapat melihat dengan jelas bekas memerah di lehernya.

Wajah Erick memerah menahan marah kala tatapan nya tertuju pada dada dan leher Danar yang memerah. Terlebih melihat Danar yang hanya mengenakan handuk dipinggang. Namun, Erick tak ingin berprasangka jauh karena Wulan pernah mengatakan jika ia tidak pernah tidur sekamar dengan Danar.

"Dimana Wulan?" Tanya Erick dengan nafas yang naik turun karena berusaha menghalau pemikirannya tentang bekas memerah di dada dan leher Danar.

"Ada, Wulan lagi mandi. Tadinya Aku juga mau mandi tapi mendengar suara motormu jadi Aku menyuruh Wulan untuk mandi duluan karena jika kita mandi bareng pasti akan lama. Ini saja kami sampai terlambat bersiap-siap dan rasanya juga masih sedikit lelah." Ucap Danar dengan santainya sembari memijit-mijit lengannya seolah ia habis bekerja berat. Ia berpura-pura tidak melihat tatapan Erick yang seakan ingin membunuhnya.

'Panas gak tuh!' Danar tertawa dalam hati melihat ekpresi Erick.

Sorot mata yang tajam dengan kedua tangan mengepal erat, ingin sekali Erick melayangkan tinju nya ke wajah Danar seperti tadi malam. Namun, ia berusaha menahan untuk tidak membuat keributan yang bisa membuatnya jelek dihadapan Wulan.

'Tidak, ini tidak mungkin. Wulan sendiri yang bilang dia tidak sekamar dengan Danar. Jadi tidak mungkin mereka melakukan itu.' Bagaimana pun Erick berusaha menghalau pemikirannya tentang Danar dan Wulan namun, nyatanya apa yang ia lihat mengarah kepada hal tersebut.

"Hei, sebaiknya Kau pergi bekerja jangan sampai Kau dipecat lagi karena selalu datang terlambat." Ujar Danar yang membuat Erick terkesiap.

"Bukankah kemarin Aku sudah bilang jika Aku yang akan mengantar jemput Wulan ke tempat kerja nya. Tapi tidak akan lama lagi Wulan akan segera berhenti bekerja, semalam kami sudah membahasnya. Wulan ingin fokus mengurus rumah dan Suami nya saja. Wulan juga bilang dia akan cepat hamil jika dia berhenti bekerja." Sambung Danar yang membuat Erick semakin memanas.

Merasa tak tahan lagi, Erick langsung melayangkan bogem mentahnya dengan keras di wajah Danar dan kali ini bukan hanya disudut bibir, tapi hidung Danar juga mengeluarkan cairan kental berwarna merah.

Refleks, Danar langsung berteriak meminta tolong.

Beberapa tetangga yang lewat langsung berlari menghampiri Danar yang sudah terduduk ditanah, salah satu dari mereka berusaha menahan Erick yang kembali ingin memukul Danar sementara yang lain nya membantu Danar untuk berdiri.

Wulan yang baru saja keluar dari kamar mandi langsung berlari keluar mendengar keributan didepan rumah nya seolah lupa bahwa saat ini ia hanya mengenakan bathrobe dan handuk kecil yang ia lilitkan dikepala.

"Ada apa ini?"

"Mbak Wulan, orang ini memukuli Mas Danar." Ucap salah satu warga sembari menunjuk Erick.

Wulan yang tadinya ingin menghampiri Erick namun, saat melihat wajah Danar yang lebam dan hidung nya mimisan langsung beralih menghampiri Danar.

Sementara Erick yang melihat penampilan Wulan yang hanya mengenakan bathrobe dan handuk yang terlilit dikepala langsung mengusap wajahnya dengan kasar, ia bukan anak kecil yang tidak mengerti apa yang sudah dilakukan oleh Danar dan Wulan, ia sudah merasa dikhianati oleh Wulan. Tanpa mengatakan apa pun lagi Erick langsung menaiki motor nya dan segera pergi dari sana.

Wulan hanya bisa menatap nanar motor Erick yang sudah menjauh dengan pertanyaan dibenakanya. Kenapa Erick sampai memukuli Danar? Sebenarnya apa yang sudah terjadi?

"Mbak Wulan, sebaiknya Mas Danar segera diobati takutnya infeksi."

Wulan mengangguk, dan dengan bantuan beberapa warga Danar dibawah masuk kedalam rumah.

"Kami pamit ya Mbak Wulan, Mas Danar." Ucap Warga setelah mendudukkan Danar disofa ruang tengah.

"Terima kasih semua nya sudah membantu Suami Saya." Ucap Wulan, sementara Danar hanya bisa mengangguk lemah. Namun, dalam hati ia senang mendengar Wulan mengakuinya sebagi suami didepan warga.

"Sama-sama, Mbak Wulan."

Setelah beberapa warga yang membantu Danar, pergi, Wulan pun begegas ke kamar nya mengambil kotak obat untuk mengobati wajah Danar. Setelah mendapatkan kotak obat, dengan masih mengenakan bathrobe Wulan kembali keruang tengah dimana Danar berada.

Terpopuler

Comments

ning sora

ning sora

hahahaaaaa.. somplak 🤣🤣🤣

2024-12-21

1

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

pinter Danar 🤩😂😅,
meskipun babak belur kena bogem yg penting berhasil bikin Erik panas dan sakit hati,
ntar dia menjauh sendiri dr Wulan.
dan Wulan jadi simpati sama kamu 🤩👍🥳

2023-01-03

1

Dinda Ainun

Dinda Ainun

Luar biasa triknya Danar...
Pokoknya aku dukung Danar... Pernikahan gk boleh dipermainkan...

2023-01-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!