NovelToon NovelToon

CINTA SEIRING WAKTU

#1. MENDUNG TAK BERARTI HUJAN

"Wulan, apakah kau tidak ingin mencoba menjalani rumah tangga yang baik dengan ku?"

Pertanyaan Danar berhasil menghentikan langkah sang istri yang akan pergi bekerja, dan diluar tentu kekasih istri nya itu sudah menunggu untuk menjemput.

Wulan berbalik, menatap Danar dengan kening mengkerut. Untuk yang pertama kali suami nya itu menegur dan langsung mengajukan pertanyaan yang tak pernah ia sangka akan terlontar dari bibir suami nya, karena selama sebulan pernikahan mereka baik ia mau pun Danar sama-sama menikmati kehidupan mereka masing-masing sesuai dengan kesepakatan mereka.

"Kenapa memberi ku pertanyaan seperti itu? Bukankah sejak awal perjodohan, kita sudah sepakat untuk tetap menjalani kehidupan kita masing-masing. Aku dengan kekasih ku, begitu pun kau juga dengan kekasih mu." Ujar Wulan.

Danar melangkah mendekati Wulan seiring senyum tipis di bibir nya. Dan senyum ini pun adalah pertama kali nya dilihat Wulan.

Selama satu bulan tinggal di bawah satu atap yang sama, saat pagi menjelang hingga matahari kembali tenggelam, Wulan dan Danar kembali ke rumah dan masuk ke kamar masing-masing melepas lelah setelah seharian bekerja. Jangankan bertegur sapa atau hanya sekedar berbasa-basi, urusan makan pun mereka membeli sendiri-sendiri.

Dan kini Danar sudah berdiri tepat di hadapan Wulan, yang membuat istri nya itu langsung mundur beberapa langkah karena jarak mereka terlalu dekat.

"Setelah aku pikir, aneh saja rasa nya kita kita tinggal di bawah satu atap yang sama, status kita pun suami istri. Tapi rumah ini seperti kontrakan yang di huni oleh dua orang asing. Sampai kapan kita akan terus seperti ini?

Apa menunggu sampai kedua orangtua kita datang dan mencekoki kita denga banyak pertanyaan? Terutama soal keturunan, suatu saat mereka akan datang dan menanyakan hal itu pada kita. Danar, Wulan kapan akan memberikan kami cucu?"

Wulan pun terkekeh lalu membuang muka, seolah kalimat panjang lebar yang di ucapkan Danar adalah sebuah lelucon. Hingga beberapa saat ia masih bergeming di tempatnya berdiri. Apa yang dikatakan Danar memang benar, namun ia sudah terlanjur nyaman dengan kehidupan yang ia jalani sendiri tanpa berniat membina rumah tangga seperti suami istri pada umum nya.

Suara klakson motor di luar sana mengejutkan Wulan dan Danar, mereka berdua serentak langsung menoleh ke arah pintu.

"Maaf Danar, aku harus segera pergi bekerja. Dan kau juga akan pergi bekerja bukan?"

Danar mengangguk pelan, lalu ia kembali mendekati Wulan dan merangkul lengan istri nya.

"Ayo kita keluar bersama." Ajak Danar, namun Wulan menggeleng sembari melepas rangkulan Danar di lengan nya.

"Kita tetap seperti biasa saja. Hargai perasaan pasangan kita masing-masing." Ujar Wulan lalu mengayun langkah keluar dari rumah meninggalkan Danar yang masih berdiri di tempatnya.

Danar baru keluar dari rumah saat motor yang membawa Wulan sudah meningglkan pelataran rumah nya. Namun, Danar masih dapat melihat bagaimana mesra nya Wulan memeluk pinggang kekasih nya di atas motor.

Danar menghela nafas panjang, setelah motor yang membawa istri nya sudah tak terlihat lagi. Sejenak ia masih bergeming menatap ke arah jalanan kosong dengan hati yang di selimuti kebimbangan. Benarkah yang sudah ia putuskan hari ini?

Entah kenapa ia bisa berpikir untuk mengajak Wulan membina rumah tangga yang memang seharusnya, padahal selama sebulan ini ia juga menikmati hidup nya bersama sang kekasih yang pernah berjanji akan ia nikahi, namun kandas di tengah jalan saat orangtua nya menjodohkan nya dengan Wulan.

#

Saat itu, Danar yang baru pulang bekerja dengan semangat 45 menemui orangtua nya yang berada di halaman belakang. Setelah perbincangannya dengan sang kekasih pagi tadi, mereka sudah sepakat dan yakin untuk melanjutan hubungan mereka menuju jenjang yang lebih serius. Dan Danar pun berniat mengutarakan niat nya pada orangtua nya untuk melamar sang kekasih.

Namun, sebelum Danar mengutarakan niat nya sang ayah lebih dulu mengatakan sesuatu yang membuat Danar langsung terperangah.

"Danar, kamu sudah dewasa dan juga sudah memiliki pekerjaan yang mantap. Jadi sudah saat nya Ayah memberitahu sesuatu pada mu. Ayah mau kamu menikahi anak sahabat Ayah, demi membalas budi atas pertolongan sahabat Ayah yang sudah mendonorkan darah untuk Ibu mu saat itu."

Dengan dada yang sudah berdetak kencang, Danar mengalihkan tatapan pada sang ibu yang nampak tertunduk. Masih segar di ingatan nya kala sang ibu mengalami kecelakaan dan kehilangan banyak darah. Seseorang yang Danar tidak kenal mendonorkan darah pada ibu nya. Namun, yang Danar tidak sangka jika pertolongan itu menuntut sebuah balas budi.

"Ayah, apa tidak bisa membalas dengan cara lain? Kenapa harus Danar menikahi anak sahabat Ayah itu?"

Sebisa nya Danar mencoba menawar, namun gelengan tegas dari sang Ayah membuat nya menghela nafas panjang.

"Tidak bisa Danar, itu sudah janji Ayah!" Ucap ayah telak tak bisa di bantah.

Membuat kata-kata yang sudah tersusun rapi yang ingin ia utarakan pada ayah dan ibu untuk melamar kekasih nya, menguar begitu saja.

Di hari yang sama, Wulan pun mendapatkan desakan yang mengharuskan nya menikah dengan laki-laki yang tidak pernah ia kenal.

Wulan tentu tidak mau karena ia sudah memiliki kekasih, namun tak serta merta ia menunjukkan penolakan itu pada mama dan papa nya karena tidak mau di cap sebagai anak pembangkang.

Beberapa hari kemudian, pertemuan pun tejadi. Kedua orang tua memberi ruang pada anak-anak mereka untuk saling mengenal. Namun kesempatan ini justru digunakan Danar dan Wulan untuk membuat kesepakatan setelah mengetahui jika mereka berdua ternyata sama-sama telah memiliki kekasih.

"Kita terima perjodohan ini, setelah menikah kita tetap pada pasangan kita masing-masing." (Wulan)

"Baik, aku akan membeli rumah dan setelah menikah kita tinggal berdua namun tetap pada kehidupan kita masing-masing." (Danar)

Satu hari sebelum pernikahan, Danar dan Wulan meyakinkan pasangan mereka masing-masing jika pernikahan itu hanya lah di atas kertas. Tak akan menggunakan perasaan apa pun di dalam nya. Hingga pernikahan itu benar-benar terjadi, Danar dan Wulan tinggal di rumah yang sudah di beli oleh Danar dengan status suami istri namun, menjalani kehidupan masing-masing dengan pasangan mereka.

#

Danar baru terhenyak kala ponsel nya berdering, seutas senyum seketika terlintas di wajah nya melihat nama sang kekasih di layar ponsel. Namun, senyum yang terukir diwajahnya hari ini tidak semerekah seperti biasa nya setiap kali sang kekasih menelpon. Seperti awan putih yang perlahan di selimuti awan hitam dan sebentar lagi akan turun hujan. Namun, nyatanya kalimat itu berhasil di patahkan oleh sebuah pepatah. 'Mendung tak berarti hujan.' Meski berat namun, apa yang sudah ia putuskan hari ini tak akan membuat air mata nya jatuh seperti di saat hari pernikahan karena merasa telah mengkhianati sang kekasih.

Danar menyimpan ponsel nya ke dalam saku celana dengan membiarkan terus berdering, kemudian ia menaiki motor yang selalu menemani nya ke tempat kerja.

#2. MEMUTUSKAN HUBUNGAN

"Sayang, maaf ya kayak nya nanti sore Aku gak bisa jemput. Hari ini pemilik Cafe tempat Aku kerja akan mengadakan acara ulang tahun Anak nya di Cafe, jadi semua pelayan akan bekerja dua kali lipat dan kemungkinan akan pulang kemalaman. Kamu pulang naik Taksi atau Ojek, gak apa-apa kan?" Ucap Erick seraya melepas helm dikepala Wulan.

Wulan tersenyum lalu mengangguk, "Iya gak apa-apa. Kamu yang semangat ya kerja nya. Hati-hati di jalan."

Setelah mendapat kecupan di pipi dari Wulan seperti biasanya, Erick pun melajukan motor nya meninggalkan pelataran sebuah butik multi brand tempat Wulan bekerja. Sementara Erick sendiri bekerja di sebuah cafe ternama sebagai witers sejak tiga hari lalu dan sebelum nya Erick bekerja di restoran namun, di pecat karena sering datang terlambat.

Wulan pun berbalik setelah motor yang dikendarai Erick hilang dari pandangan, mengayun langkah masuk ke dalam butik.

.

.

.

Sementara itu Danar baru saja tiba di sebuah Cafe tempat nya bekerja sebagai manager. Danar langsung mengumpulkan para pegawai untuk memberi arahan tentang tugas-tugas mengenai perancangan perayaan ulang tahun anak pemilik cafe yang akan di adakan sore hari. Danar mengabsen satu persatu wajah-wajah pegawai dan ia langsung tersenyum kecut mendapati satu pegawai yang belum hadir. Seorang witers yang ia terima bekerja tiga hari lalu melalui pegawai lain nya tanpa bertemu langsung dengan nya. Bukan tanpa alasan, karena Danar tidak ingin membuat kekasih istri nya merasa rendah karena menjadi bawahannya. Namun, hari ini ia sudah memutuskan dan akan menekankan pada kekasih istrinya itu akan status nya sebagai suami Wulan.

Para pegawai menyimak dengan seksama apa yang dijelaskan oleh Danar, hingga beberapa saat kalimat panjang lebar Danar terhenti saat kedatangan witers baru yang merupakan kekasih istrinya-Erick.

Seketika Erick terkejut melihat laki-laki yang berdiri di hadapan para pegawai. Sementara Danar masih terlihat santai dan melanjutkan kalimatnya yang terhenti.

"Baiklah, Saya rasa semua nya sudah paham dan silahkan kerjakan tugas kalian masing-masing. Dan Erick, mari ikut ke ruanganku." Dengan menautkan kedua tangan kebelakang, Danar mengayun langkah menuju ruangan nya dengan di ikuti oleh Erick dibelakangnya.

Para pegawai berbisik-bisik, mereka berpikir Erick akan mendapat surat peringatan karena selama tiga hari ini Erick selalu datang terlambat.

Setelah berada didalam ruangan manager dan duduk di kursi yang berhadapan, baik Danar mau pun Erick saling menatap tanpa kata. Erick tak menyangka jika suami kekasih nya adalah manager cafe tempat nya bekerja.

Hingga beberapa saat Danar pun membuka suara.

"Kamu tahu? Kenapa Aku panggil kesini?" Tanya Danar.

Erick tak langsung menjawab pertanyaan Danar, melainkan menarik sudut bibir tersenyum miring. "Jika Kamu memanggil Aku karena Aku selalu datang terlambat, seharus nya kamu lebih tahu jawaban nya." Ujar Erick dengan santai nya.

Danar pun tersenyum mendengar ucapan Erick, tentu ia tahu Erick terlambat karena mengantar Wulan terlebih dahulu ke tempat kerjanya.

"Baikah jika itu alasan nya. Dan mulai besok Kamu tidak perlu mengantar jemput Wulan lagi karena Suami nya sendiri yang akan mengantar jemput nya." Ujar Danar yang langasung mendapat tatapan tajam dari Erick.

"Aku harap kamu tidak melupakan kesepakatanmu dengan Wulan, dan kembali aku ingatkan jika pernikahan kalian hanyalah di atas kertas!" Ujar Erick dengan nada tinggi.

Danar terkekeh sembari menggeleng pelan kepalanya. "Kesepakatanku dengan Wulan hanya berupa lisan, jadi Aku bisa menarik kata-kataku kapan pun. Dan Kau sebaiknya menjauhi Wulan, jangan sampai Kau mendapat julukan Pebinor karena memacari Istri orang."

Wajah Erick langsung memerah, ia berdiri seraya menggebrak meja, "Jika ada yang harus mundur itu adalah Kau!" Ujar Erick dengan menunjuk tepat didepan wajah Danar. "Kau hanya orang asing yang tiba-tiba hadir diantara Aku dan Wulan." Lanjut nya.

Danar masih duduk dengan santai di kursi putarnya, wajah nya pun masih mengembangkan senyum meski rivalnya sudah melampaui batas.

"Dalam waktu satu bulan sudah cukup menyadarkan Aku jika apa yang sedang terjadi adalah kehendak Tuhan. Pernikahanku dan Wulan tidak mungkin terjadi jika Tuhan tidak menghendaki, jadi seharus nya Kau pun sadar jika Wulan tidak ditakdirkan untuk mu. Begitu pun Aku dengan Kekasihku tidak ditakdirkan untuk bersama. Jadi Aku tekankan, sebaiknya Kau menjauhi Wulan, putuskan hubungan kalian dan biarkan Wulan membinah rumah tangga nya!"

Erick tidak terima, ia menatap Danar dengan tatapan permusuhan. "Sampai kapan pun Aku tidak akan mundur!" Ucap nya dengan penuh penekanan, lalu membalik badan keluar dari ruangan Danar.

.

.

.

Malam hari...

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam sementara acara ulang tahun anak pemilik cafe masih berlangsung dengan meriah nya.

Danar pun meminta izin pada pemilik cafe untuk pergi sebentar dan akan kembali ke cafe setelah urusannya selesai. Beberapa saat lalu Danar mengirim pesan pada kekasihnya-Dinda, untuk bertemu di taman ingin membicarakan tentang hubungan mereka.

Sesampainya di taman, Danar disambut dengan senyuman hangat sang kekasih yang selalu meneduhkan hatinya namun, kali Danar tak membalas senyuman itu. Wajah nya terlihat datar bahkan ia menolak saat kekasih nya ingin memeluk nya.

"Danar, kamu kenapa sih? Dari pagi gak angkat telepon Aku, sekarang juga gak mau Aku peluk lagi. Kamu kenapa?"

Danar membuang muka sembari menarik nafas dalam. Rasanya sangat sakit harus memutuskan hubungan dengan orang yang sudah sejak lama menjalin hubungan dengan nya. Namun, ini harus ia lakukan demi kebaikan bersama.

Danar sadar jika apa yang sedang ia jalani selama sebulan ini tidaklah benar. Hubungan Wulan dan Erick, juga hubungan nya dengan Dinda adalah sebuah kesalahan, dan sesuatu yang salah harus segera diperbaiki agar tidak semakin rumit dikemudian hari.

Danar kembali menatap kekasihnya seiring helaan nafas panjang, "Dinda, sebelumnya Aku minta maaf Aku rasa hubungan kita cukup sampai disini. Aku sudah menikah dan Kamu juga bisa mencari Laki-laki yang lebih baik dari Aku."

"Danar, Kamu bicara apa sih? Kamu kesambet di mana sampai ngelantur kayak gini?" Dinda terkekeh, ia menganggap ucapan Danar adalah candaan.

"Dinda, Aku tidak sedang bercanda. Kita tidak bisa seperti ini terus, Aku tidak mau Kamu mendapat cemoohan orang-orang karena menjalin hubungan dengan Pria beristri. Terima kasih atas waktu nya selama ini, tapi sayangnya kita tidak ditakdirkan untuk bersama. Semoga Kamu segera dipertemukan dengan Laki-laki yang memang adalah jodohmu."

"Danar," Dan kali ini wajah Dinda berubah pias, terlebih melihat Danar yang bersungguh-sungguh mengatakannya, ia menggeleng tanda tak terima dengan apa yang baru saja diucapkan Danar.

"Maaf, Dinda, ini yang terbaik untuk kita. Aku pergi ya dan jaga dirimu baik-baik."

Danar segera berbalik bersamaan dengan air mata nya yang jatuh. Teriakan Dinda tak menghentikan langkahnya, dengan tubuh yang gemetar ia melajukan motornya kembali ke cafe. Apa yang diputuskannya hari ini sudah benar dan ia tidak akan menyesalinya. Karena ia percaya jika pernikahan nya dengan Wulan terjadi karena takdir Tuhan dan ia yakin ini adalah yang terbaik untuk hidupnya kedepan.

#3. AKAN MENCOBA

Baru saja turun dari motor nya, Danar terhuyung ke belakang saat tiba-tiba Erick mendaratkan kepalan tinju di wajah nya.

"Dasar brengsek, serakah! Bisa-bisanya Kau menyuruhku menjauhi Wulan tapi Kau sendiri masih menemui Dinda!"

Erick ingin kembali melayangkan tinju nya ke wajah danar namun, dengan cepat Danar menghindar sembari mengusap cairan kental berwarna merah disudut bibir nya.

"Aku memang pergi menemui Dinda, tapi Aku menemuinya untuk mengakhiri hubungan kami. Jadi sebaiknya Kau juga menjauhi Wulan!" Ucap Danar menyentak, ia tidak terima dengan serangan Erick yang tiba-tiba. Jika saja didalam cafe tidak sedang ada pesta, upasti ia sudah membalas perbuatan Erick. Namun, sebisanya ia menahan karena tidak ingin membuat keributan yang bisa mengacaukan acara ulang tahun anak pemilik cafe.

Erick tersenyum menyeringai, "Aku tidak percaya dan sampai kapan pun Aku tidak akan menjauhi Wulan karena sejak awal Dia milikku!" Ucap Erick dengan nada tinggi, jika saja tidak ada musik yang menggema pasti suaranya terdengar hingga kedalam cafe.

"Maka Aku yang akan membuat Wulan meninggalkanmu!" Balas Danar dengan suara tak kalah tinggi dari Erick.

"Itu tidak akan terjadi karena Aku dan Wulan saling mencintai!"

Danar terkekeh. Ia saja yang sangat mencintai Dinda bisa mengakhiri hubungan nya, maka tidak mungkin jika Wulan juga tidak mengakhiri hubungan nya dengan Erick.

"Sudahlah Aku tidak punya banyak waktu untuk meladenimu. Satu hal yang harus Kau ingat, Aku Suami Wulan dan akan Kubuat Wulan menjauhimu!" Ucap Danar dengan begitu percaya diri nya, lalu mengayun langkah masuk kedalam cafe.

.

.

.

Acara ulang tahun anak pemilik cafe telah usai beberapa jam lalu, dan Danar tiba dirumah mendekati pukul dua belas malam.

Biasanya saat pulang ia akan langsung menuju kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Wulan. Namun, kali ini ia membawa diri nya duduk diruang tengah sambil memperhatikan keheningan suasana rumah yang baru ia sadari. Kedua sudut bibir nya tertarik membentuk sebuah senyuman kala terbayang suasana rumah ini ramai dengan suara anak-anak.

Beberapa saat duduk seorang diri diruang tengah dalam keheningan malam, Danar pun beranjak lalu mengayun langkah menuju kamar. Baru membuka pintu kamar nya, Danar menutupnya kembali kala teringat dengan keputusannya hari ini yang telah memutuskan hubungan dengan Dinda karena ingin membangun rumah tangganya bersama Wulan.

Danar pun berpindah kedepan kamar Wulan dan perlahan mengetuknya.

Didalam kamar, Wulan yang belum tidur terlonjak kaget mendengar suara pintu kamarnya diketuk karena selama sebulan ini tidak pernah terjadi. Wulan mulai khawatir karena menurutnya tidak mungkin Danar yang mengetuk pintu kamar, terlebih saat ia pulang ia tidak mendapati ada motor Danar diluar dan artinya Danar belum pulang.

"Wulan, apa Kau sudah tidur?"

Suara ketukan berganti dengan suara laki-laki yang cukup familiar ditelinganya, membuat Wulan langsung menghembuskan nafas lega. Ia pun beranjak dari atas tempat tidur untuk membuka pintu kamar nya.

"Maaf menganggu, apa Kamu sudah tidur?" Tanya Danar setelah pintu kamar Wulan terbuka.

"Belum, kenapa mengetuk pintu kamarku?" Wulan balik bertanya dengan tatapan menyelidik.

"Mulai malam ini Aku ingin tidur sekamar denganmu." Ucap Danar yang langsung membuat kedua mata Wulan membulat.

"Ti-dak bisa, ingat kesepakatan kita!" Ucap Wulan dengan tersendat, memperingati Danar akan kesepakatan mereka.

"Kesepakatan itu sudah tidak berlaku karena Aku sudah memutuskan hubunganku dengan Dinda. Aku harap Kau juga memutuskan hubunganmu dengan Erick dan mari kita bangun rumah tangga kita bersama."

Wulan terperangah, rasanya ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan Danar. Memutuskan hubungan? Membangun rumah tangga? Itu tidak mungkin bagi Wulan.

Melihat Wulan mematung dengan ekpresi terkejut, Danar pun langsung masuk ke kamar Wulan namun, baru beberapa langkah Wulan sudah meneriakinya.

"Hei jangan masuk ke kamarku! Kamarmu ada disebelah!"

Seolah tidak mendengar teriakan Wulan, dengan santai nya Danar membawa diri nya duduk ditepi ranjang lalu membuka sepatunya.

"Danar, tolong keluar dari kamarku!" Tukas Wulan sembari menunjuk kearah pintu kamar.

"Kenapa Aku harus keluar? Kita kan Suami-Istri jadi sudah seharus nya kita tidur bersama." Usai melepas sepatu dan kaos kakinya, Danar menyimpannya dibawah tempat tidur.

Sementara Wulan masih dengan celotehnya yang terus menyuruh Danar keluar dari kamar nya. Hingga Danar berdiri dan langsung mencium bibir Wulan dengan singkat yang membuat Wulan seketika terdiam.

"Kalau Kau masih berisik maka Aku akan melakukan yang lebih dari itu. Sekarang tidurlah ini sudah larut malam. Aku juga ingin tidur, Aku lelah dan mengantuk sekali."

Danar terkekeh melihat wajah Wulan menegang dan salah tingkah. Perlahan ia menarik tangan Wulan dan membawanya duduk ditepi ranjang, dan bagai terhipnotis Wulan menurut saja saat Danar menarik tangannya.

"Aku tahu Kau pasti terkejut dengan apa yang Aku katakan. Tapi Aku bersungguh-sungguh ingin membangun rumah tangga kita. Aku sadar selama ini telah mempermainkan sesuatu yang sakral. Dan Aku tidak ingin terlalu jauh menodai pernikahan kita yang suci. Wulan, Aku mohon gerakkan hatimu seperti yang Aku lakukan. Aku tahu ini akan sulit tapi kita bisa saling membantu."

"Bagaimana kalau Aku tetap tidak bisa?" Satu pertanyaan terucap dari bibir Wulan setelah beberapa saat terdiam karena ciuman singkat itu.

Danar mengulas senyum, seraya meraih kedua tangan Wulan kedalam genggamannya. "Aku yakin Kau pasti bisa. Semuanya harus kita mulai dengan saling membiasakan diri. Jika sudah terbiasa, maka perlahan cinta akan tumbuh diantara kita."

"Kenapa Kau bisa seyakin ini? Kau tahu ini akan sulit tapi kenapa Kau malah ingin mempersulit dirimu?"

"Aku tahu ini memang akan sulit, tapi akan semakin sulit jika kita masih menempuh jalan yang berbeda sementara kita terikat hubungan yang suci. Maka dari itu Aku ingin mengajakmu untuk membangun rumah tangga kita dan lupakan masa lalu. Dan kenapa Aku bisa seyakin ini, karena Aku sadar jika pernikahan kita terjadi karena kehendak Tuhan dan Aku yakin inilah yang terbaik untukku dan juga untukmu dari pilihan Tuhan."

Wulan termangu, mencoba meresapi setiap kata yang diucapkan Danar. Namun, yang terbesit dalam hatinya hanyalah sebuah pertanyaan untuk diri nya sendiri. 'Apa Aku bisa menjalani rumah tangga ini bersama Danar?'

"Akan Aku coba, tapi Aku minta maaf jika pada akhirnya Aku tetap tidak bisa." Ucap Wulan pada akhirnya setelah beberapa saat memikirkan kata-kata Danar.

Danar seketika tersenyum dan semakin mengeratkan genggaman tangannya. "Setidaknya Kau ingin mencobanya itu adalah sebuah kemajuan. Dan Aku yakin seiring berjalannya waktu cinta itu akan tumbuh diantara kita."

Wulan menanggapi nya dengan senyuman tipis dibibirnya. Perlahan ia melepas genggaman tangan Danar lalu naik keatas tempat tidur. Merebahkan tubuh nya dengan posisi membelakangi Danar.

"Kau boleh tidur disini, tapi Aku mohon jangan macam-macam!" Ucap Wulan seraya memejamkan mata.

Danar tersenyum, "Baiklah. Kau tenang saja Aku juga sangat lelah dan mengantuk jadi Aku tidak mempunyai tenaga untuk itu."

Dengan mata terpejam Wulan bergidik ngeri mendengar ucapan Danar, terlebih saat merasakan pergerakan Danar yang naik keatas tempat tidur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!