#18. BELUM KETEMU

Erick merengkuh ponselnya kedalam genggaman kala pesannya tak lagi terbalas, angin yang tiba-tiba bertiup dengan sepoi-sepoi mengalihkan perhatiannya pada dedaunan yang bergoyang.

Saat ini Erick tengah duduk di teras rumah dengan ditemani secangkir teh hangat dan sepiring tiwul sebagai sarapannya pagi ini. Menu ini terbilang sudah menjadi favoritnya selama dua bulan terakhir.

Ketika angin berhenti bertiup, Erick melepas sesuatu yang bertengger di atas kepalanya, mengibaskan benda itu ke wajahnya menggantikan angin yang berhenti bertiup.

"Nanti Paman marah loh, Kamu lepas Blangkon nya."

Erick hanya tersenyum miring mendengar peringatan dari wanita yang kini sudah duduk di sampingnya.

"Pernah gak Kamu dengar tentang kisah si pahit lidah? Apa yang diucapkannya selalu terjadi. Nah itu, Pamanmu itu adalah si pahit lidah versi Jawa." Erick terkekeh sendiri dengan ucapannya.

Ia tidak menyangka jika apa yang dikatakan oleh paman Dinda malam itu di stasiun kereta kini benar-benar menjadi kenyataan.

Sebulan berkelana di kota yang baru dan belum mendapatkan pekerjaan apapun, belum lagi uangnya yang semakin menipis membuatnya terpaksa mendatangi alamat yang diberikan oleh Dinda saat itu.

Erick diterima dengan baik oleh paman Dinda namun tidak diterima bekerja melainkan diterima seolah seorang siswa yang hendak belajar. Yah, paman Dinda ingin Erick belajar membuat batik, dan tentunya dengan satu syarat. Selama berada di kawasannya Erick harus mengenakan pakaian khas jawa lengkap dengan blangkon nya seperti yang paman Dinda kenakan. Dan saat itu Erick tak punya pilihan dari pada menjadi pengangguran di kota rantau dan tak mungkin juga kembali ke kotanya yang penuh dengan kenangan menyesakkan dada.

Seketika Erick mendengus kesal kala mengingat bagaimana paman Dinda tertawa terbahak-bahak dihadapannya saat pertama kali ia mengenakan pakaian itu.

"Menyebalkan!" Satu kata yang selalu Erick ucapkan ketika mengingat paman Dinda.

"Ini Teh sama Tiwul nya kok belum dimakan?"

Erick menoleh pada Dinda yang bertanya padanya.

"Kalau Kamu mau makan saja, kebetulan Aku belum lapar." Ujar Erick kemudian mengalihkan pandangannya ke depan.

Dinda mengangguk pelan, "Enggak ah, Aku sudah makan tadi didalam sama Bibi." Ucapnya, namun jari lentiknya tetap bergerak meraih sendok menyuapi sesendok tiwul itu kedalam mulutnya.

Erick mengulas senyum tipis ketika ekor matanya menangkap apa yang dilakukan Dinda tak sesuai dengan apa yang barusan diucapkannya.

"Gak mau tapi masih dimakan juga."

"Cuma cicip aja sedikit," kekeh Dinda.

Hening pun mengambil alih, hanya suara burung-burung yang berkicau ria seolah memanggil angin agar bertiup kembali.

Dinda mengangkat pandangan pada sepasang burung di atas pohon sana, dari kedua sisi terdapat masing-masing satu burung yang seolah sedang mencari. Dinda tersenyum melihat pemandangan itu.

"Mantan kita pasti sudah bahagia sekarang, tapi kita masih begini-begini saja." Ucap Dinda tiba-tiba.

Erick kembali menoleh menatap Dinda. "Ya mau bagaimana lagi, jodoh yang sebenarnya belum ketemu." Timpal Erick.

"Erick........

"Dinda........

Teriakan dari dalam rumah membuat Erick dan Dinda serentak beranjak dari tempat duduk, jika nama mereka sudah diteriaki mereka harus segera bergegas menghampiri lelaki paruh baya yang memanggil mereka, karena jika tidak mereka akan kena tulah dari si pahit lidah versi jawa, begitulah kata Erick.

Serentak mengayun langkah, Erick dan Dinda pun masuk kedalam rumah dengan langkah cepat.

Terpopuler

Comments

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

jodoh Erick ya Dinda mungkin ya 🤩.
jadi jodoh yg tertukar 😅

2023-01-14

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!