#8. JANGAN GEER

"Oh ya, ngomong-ngomong mau masak apa untuk makan malam nanti?" Tanya Danar yang kini tengah duduk di meja makan sambil memperhatikan Wulan yang masih sibuk menata barang belanjaannya.

"Kamu maunya dimasakin apa?" Wulan balik bertanya yang membuat Danar tersenyum dan langsung beranjak dari tempat duduknya menghampiri Wulan.

"Em, Aku mau dimasakin ini aja." Jawab Danar sembari menunjukkan sebutir telur dan sebungkus mie.

Wulan terkekeh, "Untuk apa kita repot-repot belanja sebanyak ini kalau ujung-ujungnya cuma mau makan Mie dan Telor juga."

Danar pun terkekeh sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Sebenarnya Aku pengen makan rendang, tapi kan masak rendang agak ribet lagian juga tadi kita gak beli daging."

"Ada kok daging, Kamu gak lihat tadi Aku masukin ke kulkas? Ada Ayam dan beberapa jenis Ikan juga." Wulan berjalan ke arah lemari pendingin lalu membukanya.

Danar tercengang melihat isi lemari pendingin yang sudah dipenuhi berbagai menu untuk bahan masakan. Karena sibuk dengan lamunannya sampai-sampai ia tidak memperhatikan Wulan mengisi lemari pendingin yang kosong sejak pertama kali dibelinya.

Namun, beberapa saat kemudian Danar tersenyum sembari mendekati Wulan yang berdiri di depan lemari pendingin dan tanpa diduga Danar langsung memeluk Wulan dari belakang yang membuat Wulan tersentak kaget. "Sepertinya Kamu sudah benar-benar siap menjadi seorang Istri, lihat saja Kulkas yang kosong ini sekarang penuh dengan berbagai bahan masakan."

"Danar apa-apaan ini? Lepas!" Namun, Danar semakin mengeratkan pelukannya yang membuat Wulan kesulitan bergerak.

"Diam atau Aku akan mencium mu lagi!"

Wulan seketika terdiam dan tidak bergerak sedikitpun mendengar ucapan Danar yang bagai ancaman baginya.

"Danar, tolong lepaskan." Ucap Wulan dengan lirih.

"Berpelukan seperti ini juga harus sering-sering kita lakukan agar terbiasa. Ternyata memeluk yang halal rasanya lebih nyaman."

Wulan pun hanya bisa menghela nafas dan membiarkan Danar memeluknya, karena berontak pun akan percuma. Hingga beberapa saat kemudian Wulan bernafas lega sesaat terdengar dering ponsel Danar namun, Danar masih bergeming seolah tidak mendengar dering ponsel nya.

"Sudah biarkan saja paling juga itu pegawai yang mau tahu keadaan Aku, biarkan Aku tetap memelukmu seperti ini. Aku ingin mencari kenyamanan bersamamu agar Aku cepat bisa melupakan masa lalu." Ujar Danar yang seolah tahu apa yang sedang dipikirkan Wulan.

"Tapi Danar, coba angkat dulu teleponnya siapa tahu itu penting."

"Tidak ada yang lebih penting dari sekarang. Aku ingin hari ini kita menghabiskan waktu bersama. Mari kita lebih saling mengenal satu sama lainnya."

"Iya Oke, Kau tahu hari ini kita tidak akan kemanapun jadi lebih baik Kau angkat dulu teleponnya. Siapa tahu itu dari Ayah atau Ibu." Ujar Wulan.

Danar nampak berpikir dan beberapa saat kemudian ia pun melepaskan pelukannya dari tubuh Wulan yang membuat Wulan langsung bernafas lega.

Danar mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana, ia berdecak sembari memperlihatkan layar ponselnya pada Wulan. "Tuh lihat, dari pegawai di Cafe."

"Ya angkat saja dulu, siapa tahu mau menyampaikan hal penting."

Dengan malas Danar pun mengangkat panggilan itu. Suara laki-laki terdengar di seberang sana.

"Bukankah Saya sudah bilang hari ini tidak datang ke Cafe." Ucap Danar dengan sedikit kesal.

'Iya Saya tahu, Pak, dan Saya minta maaf jika sudah mengganggu Pak Danar. Tapi ada hal penting yang ingin Saya sampaikan,'

"Cepat katakan." Ucap Danar dengan tak sabar.

'Erick membuat ulah, Pak. Dia menghajar salah satu waiters hingga mengalami luka yang cukup parah di bagian wajah. Beberapa pengunjung sudah membawanya ke rumah sakit dan Erick juga sudah kami amankan di ruangan Pak Danar. Erick juga menantang Pak Danar untuk menghadapinya, berani sekali Dia Pak. Apa perlu Saya bawa ke kantor polisi saja?'

Seketika kedua mata Danar membulat mendengar penuturan salah satu pegawainya, ia langsung melirik Wulan yang menatapnya dengan datar. Bagaimana jika Wulan tahu kekasihnya sedang membuat ulah? Wulan belum tahu jika Erick bekerja di cafe dimana Danar lah sebagai manager nya.

''Tetap tahan Dia di ruanganku, jangan melakukan apapun sampai Saya datang.'' Danar pun langsung memutus sambungan teleponnya.

"Benarkan yang kubilang itu pasti telepon penting?" Ucap Wulan sesaat melihat raut wajah Danar yang terlihat khawatir.

Danar mengangguk, "Iya, dan sekarang Aku harus segera ke Cafe." Ucap Danar sembari menyimpan kembali ponselnya kedalam saku celana.

"Ya sudah pergi sana, kalau urusan nya sudah selesai cepat pulang ya."

Raut wajah Danar yang terlihat khawatir seketika sumringah mendengar ucapan Wulan.

"Apa pelukan ku tadi sudah membuatmu candu sehingga Kau menyuruhku cepat pulang, hum?" Ucap Danar sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Jangan geer ya, tadi kata Kamu pengen makan rendang ya nanti Aku masakin. Kalau Kamu pulang nya lambat nanti Aku habiskan rendang nya." Ujar Wulan dengan mendelik kan matanya.

"Oh, Aku kira Kamu suruh Aku cepat pulang karena ingin dipeluk seperti tadi." Ucap Danar lagi sambil mengulas senyum.

"Enggak!" Ucap Wulan dengan ketus, ia menatap Danar dengan tajam.

"Awas aja nanti kalau sudah bucin sama Aku, bakalan candu sama pelukanku."

"Gak bakalan! Udah sana pergi!" Wulan sedikit mendorong bahu Danar namun, laki-laki itu sama sekali tak bergeser dari tempatnya berdiri.

"Ya udah Aku pergi, tapi jangan kangen ya."

"Apa sih Danar, gak ada kangen-kangenan. Malah kalau Kamu gak pulang lagi Aku bakalan senang! Gak perlu mencoba menjalani rumah tangga yang sama sekali tidak Aku minati!" Tanpa sadar, Wulan mencetuskan kalimat yang terdengar cukup menyakitkan.

Seketika wajah Danar berubah sendu. Apa yang dikatakan Wulan barusan langsung menghujam dasar hatinya. Padahal ia sudah berkorban memutuskan hubungannya dengan Dinda demi untuk membina rumah tangganya namun, Wulan sendiri ternyata tidak berminat untuk itu.

Melihat perubahan raut wajah Danar, Wulan pun menyadari apa yang dikatakan nya tadi tidak seharusnya ia ucapkan, ia sudah berjanji pada Danar untuk mencoba menjalani rumah tangganya.

"Danar, maaf...

Danar tersenyum kecut, "Tidak perlu meminta maaf, Aku bisa memakluminya. Ya sudah, Aku pergi ya, kalau Kamu tidak sempat untuk masak rendang nya ya udah gak apa-apa lain kali saja. Masih banyak waktu kok." Ujar Danar, raut wajahnya tidak seceria tadi saat terus menggoda Wulan.

Wulan pun hanya bisa diam tanpa berani bersuara lagi, ia merutuki dirinya karena sudah sangat keterlaluan berbicara seperti itu. Pasti Danar kecewa dengan ucapannya.

Danar pun mengayun langkah meninggalkan Wulan yang masih berdiri ditempatnya.

Setelah terdengar suara motor Danar yang sudah melaju, Wulan keluar dari rumah dengan membawa perasaan bersalah nya menatap motor yang dikendarai Danar hingga hilang dari pandangan nya.

.

Terpopuler

Comments

Dinda Ainun

Dinda Ainun

Nah kan...
Untungnya Danar paham dan mengerti, gk mudah menaklukkan hati Wulan, wlwpn dirinyapun masih berusaha mencintai istrinya itu...
Udh berani meluk Danar, ditunggu progress selanjutnya, 🤭

2023-01-07

1

Nany Setyarsi

Nany Setyarsi

makanya mulai sekarang kalo ngomong dijaga neng Wulan .
jangan sembarangan .
niat Danar baik bgt,kamu jgn nyakitin dia lagi.
pengorbanannya juga besar ,padahal dia gk cinta sama kamu .
tapi dia berusaha mencintai kamu sebagai wanita satu" nya karena kamu istri nya.
semoga Wulan mau terima Danar jadi suami nya beneran

2023-01-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!