#10. AWAL MEMULAI

Hari sudah semakin sore, sebentar lagi waktu maghrib akan tiba Danar pun memutuskan untuk pulang. Ia memang sakit hati dengan ucapan Wulan namun, ia sendiri yang sudah memutuskan dan memilih Wulan maka itulah resiko yang harus ia terima.

Waktu menunjukkan pukul setengah tujuh malam saat Danar tiba di rumah, jika biasanya ia langsung masuk karena memiliki masing-masing kunci rumah namun kali ini ia mengetuk sembari memanggil nama Wulan.

Tak lama kemudian pintu rumah terbuka, Wulan berdiri didepannya seperti orang kebingungan. Danar pun sama, sejujurnya ia pun bingung harus bersikap bagaimana setelah apa yang dikatakan Wulan sebelum ia berangkat ke cafe.

Namun, mengingat kembali akan keputusannya sendiri Danar pun berusaha menepis segala rasa yang berkecamuk di hati. Ia mengulurkan tangannya pada Wulan yang membuat istrinya itu tercengang dengan kening mengkerut.

Melihat Wulan yang hanya diam mematung menatapnya, Danar langsung meraih tangan Wulan bersalaman lalu menempelkan punggung tangannya dibibir Wulan dan setelah itu ia pun maju dan langsung mengecup kening istrinya.

Wulan bergeming, apa yang dilakukan Danar membuatnya tidak bisa berkata-kata. Hingga ia terhenyak kala merasakan rangkulan di pinggangnya.

"Wulan, apa Kamu tahu? Dalam hubungan rumah tangga, saling menghormati dan menghargai satu sama lain adalah kewajiban. Dan yang harus Kamu tahu, kenapa seorang Lelaki harus mencium kening Istri dan seorang Istri harus mencium tangan Suaminya. Karena semangat dan ketenangan seorang Suami terletak pada kening Istrinya, sedangkan sumber ketenangan dan kekuatan seorang Istri terletak pada punggung tangan suaminya. Tapi Janganlah Kamu berpikir bahwa yang mendorong seorang Suami untuk mencium kening Istrinya itu karena faktor birahi semata. Sebab, ketika seorang Suami mencium kening Istrinya adalah cara dirinya mendapatkan ketenangan, sedangkan bagi seorang Istri mencium tangan suami bukan semata hanya tentang siapa yang lebih tinggi derajatnya. Akan tetapi, itu adalah tanda bahwa keikhlasan yang menuntunnya. Karena perempuan juga tahu, di tangan Suaminya ada ridha Tuhan-Nya."

Wulan menatap Danar tak berkedip, ia tak menyangka jika Danar bisa berbicara sebijak ini setelah ucapannya yang menyakiti hati. Rasa bersalah semakin besar mencuat dihatinya. Ia berpikir Danar akan marah atau kembali bersikap seperti biasanya namun, dugaannya melenceng jauh. Danar malah semakin menjadi dengan usahanya untuk membina rumah tangga mereka.

Dengan masih merangkul pinggang Wulan, sebelah tangan Danar bergerak menutup pintu dan menguncinya, lalu dengan menggandeng pinggang Wulan ia mengajak istrinya itu masuk.

Wulan masih diam sembari melangkah, berusaha mencerna apa yang baru saja terjadi. Tindakan Danar, kata-kata Danar membuatnya tergugu.

Wulan baru tersadar, ketika Danar telah membuka pintu kamarnya.

"Danar, sebaiknya Kamu makan dulu, Aku sudah memasakkan rendang untukmu."

Danar menoleh menatap istrinya, seketika senyum tipis menghiasi bibirnya. Ia berpikir Wulan tidak akan memasak rendang itu untuknya. Di sini ia jadi berpikir, Danar mengambil kesimpulan jika apa yang dikatakan Wulan hanya karena kekesalan semata, bukan karena hatinya yang menuntun bibirnya untuk berucap demikian.

"Tapi Aku mau mandi dulu," ucap Danar.

"Baiklah, sambil menunggumu selesai mandi biar Aku hangatkan lagi rendangnya." Ujar Wulan.

Danar mengangguk sembari melepas rangkulannya di pinggang Wulan.

.

.

.

Beberapa saat setelah selesai mandi, Danar segera menuju ruang makan, di sana Wulan sudah menunggunya.

Melihat Danar datang, Wulan berdiri dari tempat duduknya. Ia menarik kursi untuk suaminya dan setelah Danar duduk iapun langsung mengambil piring dan lalu menyendok kan nasi beserta rendang itu kedalam piring Danar, ini adalah inisiatifnya sebagai istri. Jika Danar saja bisa, kenapa ia juga tidak bisa.

Danar memperhatikan apa yang dilakukan Wulan sembari menghiasi wajahnya dengan senyuman. Ternyata tak serumit itu menjalani rumah tangga meski belum ada cinta, melihat Wulan menyajikan makanan kedalam piringnya saja sudah cukup menyejukkan hatinya.

"Kamu sudah makan?" Tanya Danar kemudian.

"Belum," jawab Wulan seraya duduk ditempatnya semula setelah menyajikan makanan untuk Danar.

"Ya udah kita makan bareng aja. Sepiring berdua."

Wulan seketika menganga dengan kedua mata membulat menatap Danar.

"Kenapa? Apa Kamu tidak mau? Padahal rumah tangga akan lebih harmonis jika Suami dan Istri sering makan bersama satu piring. Selain itu sering makan bersama juga memberikan beberapa manfaat, dan cocok untuk kita yang akan baru akan memulai rumah tangga ini. Diantaranya membantu memperlancar komunikasi, menjadi momen yang tepat untuk menunjukkan sebuah rasa dan menciptakan momen baru. Sering makan sepiring berdua juga akan menjadi kenangan untuk kita kedepannya, suatu saat nanti kita akan mengenang masa ini. Dan yang lebih penting, sering makan bersama juga akan menciptakan kualitas hubungan yang baik. Seperti kita berdua, ibarat menyiram tanaman yang sudah sempat layu, sering makan sepiring berdua bersama pasangan bisa membantu hubungan agar bertahan."

Untuk yang kedua kalinya Wulan terdiam tanpa kata, mendengar setiap kata yang diucapkan oleh Danar. Laki-laki yang telah menjadi suaminya ini ternyata sangat bijak dalam berucap. Erick saja yang sudah lama menjalin hubungan dengannya tidak pernah mengatakan hal demikian selain hanya ungkapan cinta dan sayangnya. Tanpa sadar, dalam hati Wulan jadi membandingkan Danar dan Erick. Beberapa saat pikirannya teralihkan pada Dinda, bagaimana gadis itu akan kehilangan laki-laki sebaik Danar. Sudah pasti sangat terpukul. Danar bukan hanya bijak dalam berucap, juga penuh perhatian dan pengertian.

Danar berdehem yang membuat Wulan terhenyak dari lamunannya. Wulan pun mengarahkan tatapannya pada Danar.

"Wulan, kita mulai semuanya dari sini ya." Ucap Danar sembari menggenggam sebelah tangan istrinya.

Tatapan Wulan berpindah pada tangannya yang digenggam oleh Danar, dalam hati ia bertanya pada dirinya sendiri. Apakah ia bisa? Menjalani hubungan dengan laki-laki yang sangat asing baginya.

Wulan pun kembali menatap Danar dengan tatapan sayu, dan Danar pun dapat melihat kebimbangan dimata istrinya itu.

"Danar, Aku menghargai keputusan dan pengorbanan mu untuk rumah tangga kita. Akan sangat jahat jika Aku juga tidak mencoba seperti yang Kau lakukan. Dan sama sepertimu, Aku pun juga harus memberi pengertian pada Erick."

Danar tersenyum mendengar penuturan Wulan. Meski sebelumnya ia sudah memberi pengertian pada Erick namun, alangkah lebih baiknya jika Wulan juga memberikan pengertian pada kekasihnya itu sama seperti yang ia lakukan terhadap Dinda.

"Baiklah, besok Kau temui Erick. Buat dia mengerti dan menerima kenyataan ini."

Wulan mengangguk sembari tersenyum tipis. Helaan nafas panjang terhembus kan bersama harapan yang terucap dalam hati. Semoga keputusannya adalah yang terbaik untuk masa depannya.

Danar pun menggeser kursinya membawa tepat ke samping Wulan. "Ayo kita makan." Ajak Danar.

Wulan hanya mengangguk, kemudian ia mengambil dua sendok dan memberikannya satu pada Danar. Dalam keheningan malam, Danar dan Wulan makan bersama dalam satu piring, keduanya terdiam dengan sesekali saling melirik. Di ruang makan itu hanya terdengar dentingan sendok dan piring.

.

.

.

Danar

Wulan

Erick

Dinda

Terpopuler

Comments

Subaedah

Subaedah

suka sekali visualny pas sama karakternya danar

2023-05-29

0

Mami Vanya Kaban

Mami Vanya Kaban

ganteng2 dan cantik2 ya visualnya thor

2023-02-13

1

Dinda Ainun

Dinda Ainun

Aku suka visual Danar kak, pas bgt dg karakternya yg ademin hati, kalem gmn gtu... 🤭

Udh berani cium kening nih... Selanjutnya apa ya... 🤔🤭

2023-01-08

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!