Aku duduk dengan memakai kebaya berwarna putih. Di sampingku ada Edwin. Hari ini adalah akad nikah Kami. Aku tidak bisa mengubah apa yang telah Aku setujui saat itu.
Opa dan Oma terlihat sangat bahagia. Aku bahkan tidak tega untuk membatalkan pernikahan ini.
Ijab kabul pun di mulai. Edwin sangat fasih menjawab pertanyaan Pak Penghulu. Hingga akhirnya semua saksi mengatakan SAH!.
Sekarang Aku benar - benar resmi menjadi Istri dari Dokter Edwin.
Oma tak henti - hentinya memelukku.
" Lihat , Ma. Oma baru kenal Phia selama tiga hari. Tapi Oma seperti sudah mengenal Phia selama bertahun - tahun. " Kudengar Edward berbisik pada Mamanya.
" Lalu dimana Pacarmu? Kamu bilang Dia akan datang " tanya Mamanya.
Edward menarik nafas.
" Janji ya Ma jangan terlalu banyak bertanya padanya. Ingat Ma, pacar Edward calon menantu Mama. Bukan tersangka " kata Edward.
" Iya.. iya.. . Tapi dimana Dia? " tanya Mamanya.
" Itu Ma " kata Edward sambil menunjuk ke arah pintu masuk.
" Kamu pacaran sama Pria? " tanya Mamanya begitu Dia melihat ke arah yang di tunjuk oleh Edward.
Aku sangat ingin tertawa. Tapi Aku menahannya. Pria yang di maksud Mama adalah Genta. Sedang Vera berdiri tepat di belakang Genta.
Edward berjalan menghampiri Genta. Dia menyuruh Genta bergeser ke kiri. Kemudian Dia menggandeng tangan Vera ke hadapan Mama.
" Ma, ini Vera Pacar Edward " kata Edward memperkenalkan Vera pada Mama.
" Apa Vera juga Dokter? " tanya Mama pada Vera.
" Iya, Tante " jawab Vera.
" Dia teman karib Phia, gadis yang baru saja jadi menantu Mama " kata Edward.
Vera dan Mama melihatku.
Aku mengangguk sambil tersenyum.
" Baiklah. Mama nggak akan banyak bertanya. Yang penting kalian saling menyukai " ucap Mama.
Mama orangnya sangat jarang tersenyum.
" Dimana Rere? " tanya Mama seraya berdiri mencari keberadaan cucunya itu.
" Hey, Rere itu ujian terakhir Mama " bisik Edward.
" Siapa Rere? " tanya Vera ikut berbisik.
" Nah, itu Dia orangnya. " kata Edward memberi isyarat.
Rere berdiri di depan Edward. Vera bingung.
" Re, kenalin ini Pacar Om Edward. " kata Edward pada Rere.
" Tante temannya Tante Phia kan? " kata Rere.
" Iya. " jawab Vera.
Tanpa di sangka Rere memeluk Vera.
Vera berjongkok di depan Rere.
" Kenalin namaku Tante Vera " kata Vera.
Rere mengangguk. Kemudian Dia pergi.
Aku beranjak dari tempat dudukku untuk mendatangi Vera setelah minta izin sama Oma.
" Kamu ya, Phi. Nggak ngasih kabar kalau mau menikah sama Dokter Edwin " kata Vera sambil mencubitku.
Aku meringis kesakitan.
" Kamu nggak broken heart kan? Trus Aku nggak di anggap pagar makan tanaman kan? " kataku menggodanya.
Vera mencibir.
Kemudian Genta dan Dewi datang menghampiri Kami.
" Wi, Kamu datang juga? " Gurauku.
" Iya Dokter Phia. Mas Genta yang ngajakin " jawab Dewi.
Aku tersenyum. Vera baru mau tertawa lepas tapi ku cubit dengan cepat.
" Aw! Aku nggak tahan melihat pasangan alay ini " ucap Vera sambil menahan tawa.
" Ver, jaga imej dong Lo! . Tuh calon Mertua Lo ngeliatin Kita " ujar Genta
" Eh, Wi. Sejak kapan Dokter Genta jadi Mas Genta? " tanya Vera.
Dewi tersenyum malu.
" Malu ya.. malu ya.. " goda Vera.
" Udah Ver. Kasian Dewi di kerjain terus sama Kamu " kataku.
" Tahu nih si Vera! " ucap Genta dongkol.
Vera akhirnya diam juga.
" Hai, kalian udah pada makan? " tanya Kak Adel yang datang bersama Rere.
" Belum sih Kak." jawab Genta.
Vera baru mau bicara ketika kaki Genta menginjaknya.
Vera meringis kesakitan. Kak Adel tertawa.
" Ya sudah. Kalian makan aja dulu " kata Kak Adel sambil mengantar Kami ke meja makan.
Edward dan Edwin datang dan bergabung dengan kami di meja makan.
" Eh, Vio nggak keliatan. Dimana Dia? " tanya Edwin.
" Dia pulang. Katanya ada janji yang sulit dibatalkan " jawabku.
Kami berkumpul di ruang tamu setelah selesai makan.
Dewi jadi target kejahilan Vera. Untungnya Dewi orangnya tidak mudah tersinggung.
" Udah Ver. Kasian Dewi " kata Edward menyuruh Kekasihnya berhenti mengerjai Dewi.
" Eh, balik ke hotel yuk! Ntar lagi kita harus ke Bandara. " kata Genta.
" Baiklah." jawab Vera sambil berdiri.
Mereka pamit pada keluarga Edwin dan Edward.
" Hati - hati di jalan, Nak " kata Oma
" Terimakasih Oma " kata Genta, Vera, dan Dewi bersamaan.
Aku dan Edwin mengantar Mereka sampai ke mobil.
Edward akan mengantar mereka kembali ke Hotelnya.
Aku dan Edwin masuk kembali selepas Mereka pergi.
Edwin mengajakku ke lantai atas. Kami memasuki kamar yang tampaknya adalah miliknya.
Aku ingin ganti baju tapi Aku tidak membawa baju ganti dari rumah.
" Win, Aku harus pulang ganti baju. " kataku pada Edwin.
Dia membuka lemari dan mengambil satu baju Kaos untukku.
" Celananya? masa pakai celana kamu juga " kataku.
Edwin diam saja. Dia mengganti bajunya dan kemudian sibuk memeriksa ponselnya.
" Win.. " panggilku.
Tapi Dia tetap tidak peduli.
Aku akhirnya menyerah.
Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu.
Edwin membuka pintu. Ternyata Edward . Dia datang membawa pakaianku.
" Ini pakaianmu " kata Edwin sambil menyerahkan tas yang di antar oleh Edward tadi.
Aku segera masuk ke kamar mandi untuk ganti baju.
" Ganti baju di sini juga nggak apa - apa " kata Edwin.
Aku pura - pura tidak mendengarnya.
Selesai ganti baju Aku lihat Edwin masih asyik dengan ponselnya.
Aku merebahkan tubuhku di kasur.
" Empuk " gumanku dalam hati.
Aku mulai mengantuk. Dan tak lama kemudian Aku mulai tertidur.
Saat Aku terbangun jam sudah menunjukkan pukul 7 malam.
Aku duduk bersandar di ranjang. Hal yang paling kubenci dari bangun tidur adalah saat masalah yang kuhadapi sepertinya bertambah berat.
Aku tidak tahu berapa lama pernikahan ini akan bertahan. Jika kata andai ada gunanya maka Aku akan menggunakannya untuk merubah kejadian hari ini.
Ini konyol. Beberapa hari yang lalu Aku bertemu Piank, bertemu Jhon Aria dan merasa bahagia. Bahkan Aku sempat berpikir akan melanjutkan sisa hidupku bersama Jhon. Tapi takdir menuliskan kisah yang berbeda.
Lalu bagaimana kehidupan sebuah pernikahan tanpa di dasari Cinta. Aku bahkan merasa menikah dengan orang asing.
Kring.. kring..
Suara ponselku membuyarkan lamunanku.
Aku meraih ponselku. Dan itu Jhon Aria.
" Halo "'ucapku
" Phi, apa yang Kamu lakukan? Aku bisa menunggumu kembali saat Kamu pergi ke belahan Bumi manapun. Tapi jika Kamu meninggalkanku dengan cara seperti ini, menikah dengan orang lain maka Aku tidak bisa, Phi " kata Jhon di sana.
Aku tidak tahu harus berkata apa.
" Maaf Jhon. Aku juga tidak tahu akan seperti ini " jawabku.
" Aku memaafkanmu, Phi. Selalu begitu. Tapi andai Kamu mengerti perasaanku saat ini. " kata Jhon Aria.
Aku menangis.
" I love You, Phi. Semoga Edwin selalu bisa menjagamu seperti Aku yang selalu ada untukmu. " kata Jhon mengakhiri panggilannya.
Aku tidak sanggup lagi menahan semua beban ini. Seolah semua air mata yang pernah berhasil Aku tahan agar tak keluar, sekarang mengalir deras tak kunjung berhenti.
Aku merebahkan tubuhku dan mencoba untuk menguasai kesedihanku.
Edwin masuk dan melihatku menangis.
" Ada apa, Phi? Kamu menyesali pernikahan ini? " tanyanya.
Aku bangun dan duduk.
Edwin menatapku sayu.
" Kamu tahu, Aku sudah menghancurkan hati orang yang selama ini bertahan untukku. Dan Aku... " Aku tidak sanggup melanjutkan kalimatku.
" Lalu apa yang harus kulakukan? " tanya Edwin sambil menggenggam tanganku.
" Ceraikan Aku! " kataku.
Edwin menghela nafas panjang.
" Aku tidak bisa melakukan itu, Phi." kata Edwin
" Kenapa tidak bisa? " tanyaku.
" Karna Aku mencintaimu " jawab Edwin lirih.
Aku terdiam. Aku tidak mau lagi melanjutkan ucapanku.
" Besok kita akan kembali ke Samarinda " kata Edwin.
Aku tidak menanggapinya.
Edwin mendekatiku dan meraihku dalam pelukannya.
Aku mencoba melepaskannya. Tapi tangannya jauh lebih kuat.
" Sshh.. Diamlah dan jangan menangis lagi." ucapnya.
" Hei, apa Aku menggangu? " tiba - tiba Edward membuka pintu.
" Ada apa Ward? " tanya Edwin tanpa melepaskan pelukannya.
" Opa meminta kalian turun." kata Edward
" Baik. Kami akan segera turun " kata Edwin.
" Tapi kenapa Kamu menangis, Phi? Apa Edwin bermain terlalu kasar? " tanya Edward dengan gaya yang usil.
" Bukan urusanmu. Pergilah! " kata Edwin kesal.
" Cuci wajahmu, Phi. Jangan sampai Opa tahu Kamu habis menangis " kata Edward lagi sambil cepat - cepat menutup pintu.
" Kamu aja yang menemui Opa. Aku di sini aja " kataku.
" Ikutlah. Opa akan tetap memintamu turun. Malam ini Opa akan membagikan hartanya. " kata Edwin.
Aku menggeleng
" Phi,.. cuci wajahmu. Lalu Kita turun ke bawah. " pinta Edwin.
" Aku tidak mau, Edwin. Itu urusan keluargamu. Aku nggak peduli dengan pembagian harta kalian! " kataku dengan nada agak di tekan.
Edwin tanpa kesal. Dia kemudian menciumku tanpa henti. Aku berusaha menjauhkan wajahnya dariku. Tapi tidak berhasil.
Dia kemudian melepaskanku. Aku menatapnya dengan sangat marah.
" Jangan menyentuhku lagi! " kataku sambil berlalu ke kamar mandi untuk membasuh wajahku.
Kami turun ke bawah untuk menemui Opa dan keluarga yang lain.
Oma menyambutku.
" Cucu kesayangan Oma, ayo duduklah di sini. " pinta Oma padaku.
Aku menuruti Oma dan duduk di sampingnya.
Opa menatapku sejenak.
" Edwin, apa kalian habis bertengkar? Kenapa wajah Phia sembab? " tanya Opa.
Edwin terdiam dan hanya menatapku.
" Kak Edwin mainnya kasar, Opa. Makanya Phia menangis " jawab Edward.
Yang lain hanya tersenyum mendengar jawaban Edward.
" Dulu Mama kalian juga begitu. Nggak henti - hentinya menangis pas malam pertama." kata Papa.
" Tante kalian juga seperti itu, entah apa yang kalian para wanita sesali di malam pertama pernikahan " lanjut Om Edwin yang bernama Om Rizal.
Semua tertawa mendengar ocehan Papa dan Om Rizal.
Opa dan Oma hanya tersenyum.
" Bri, kamu punya pengalaman gitu juga pas malam pertama sama Tasya? " tanya Edward pada sepupunya yang bernama Brian.
" Nggaklah. Kami melaluinya dengan lapang dada dan ini hasilnya " jawab Brian sambil mengelus perut istrinya.
Semua kembali tertawa.
" Kamu juga, Win. Semoga cepat punya anak." ujar Brian.
Edwin hanya tersenyum mendengar ucapan Brian.
" Sudah.. sudah.. . Opa akan menyampaikan wasiat - wasiat Opa pada Kalian. Mumpung Opa masih hidup. " kata Opa.
Semua terdiam.
Opa mengatakan banyak hal tentang keinginannya. Semua anggota keluarga mendengarkannya.
Tidak lama kemudian, Opa meminta Pengacaranya untuk membacakan tentang pembagian hartanya.
Ada yang aneh karna warisan terbanyak adalah untuk Edwin.
" Kalian jangan iri dan berprasangka Opa tidak adil pada Kalian." kata Opa.
" Iya. Warisan Edwin jauh lebih banyak dari kalian karna sebagian berasal dari harta Bapak dan Ibu Oma yang memang hanya di wariskan untuk Edwin. Itu ada dalam surat wasiatnya " kata Oma menjelaskan.
Yang lain mengangguk paham.
" Nggak apa - apa Oma dan Opa. Warisan Kami sudah lebih dari cukup " kata Brian.
" Baiklah kalau begitu. Kalian boleh kembali beristirahat di kamar masing - masing " kata Opa.
Semua berdiri hendak ke kamar mereka. Aku dan Edwin masih duduk.
" Edwin dan Phia, Oma dan Opa harap kalian cepat punya anak. Agar Oma bisa melihat dan menggendongnya sebelum Oma meninggal " kata Oma terharu.
" Insya Allah, Oma. Mereka dokter. Pasti tahu cara biar cepat punya momongan " kata Mama menghibur Oma yang tampak sedih.
Oma menatapku seolah meminta untuk di yakinkan.
" Phia.. " kata Oma pelan
Edwin menatapku dan memberi isyarat agar menjawab Oma.
Aku gugup harus jawab apa.
Oma tampak terus menunggu jawabanku.
" Apa Kamu ingin menunda kehamilan dulu, Phi? " tanya Oma.
Aku menatap Edwin. Tapi Edwin diam saja.
" Tidak Oma. Phia tidak akan menunda kehamilan. " jawabku pada akhirnya.
Oma dan Opa terlihat sangat senang.
Mama dan Papa juga tersenyum.
Opa dan Oma akhirnya kembali ke kamar Mereka. Sebelum pergi Oma mencium keningku penuh kasih sayang.
Ya, Tuhan. Mengapa Oma dan Opa begitu menyayangiku hingga Aku tidak sanggup untuk menolak keinginan Mereka.
Sepeninggalan Opa dan Oma, Mama mengantarku ke kamar. Sedang Edwin masih tinggal sama Papa.
" Phia, Kamu tidak akan mengecewakan Oma kan, Nak? " kata Mama setibanya Kami di Kamar.
" Oma sangat menyayangimu begitu Dia melihatmu. Katanya Kamu terlihat sangat baik. " lanjut Mama.
Aku hanya terdiam.
" Mama tahu, Nak. Kamu belum menerima Edwin sebagai Suamimu. Mama juga tahu kalau Phia sudah punya Kekasih " kata Mama.
Aku tertunduk sedih.
" Kamu mau tahu alasan kenapa tidak ada resepsi mewah untuk pernikahan Kalian? Itu karna Edwin tidak ingin melukaimu lebih dalam juga melukai Kekasihmu itu. " jelas Mama.
" Phia sayang. Edwin juga tidak menyangka bahwa semua keluarga akan suka padamu. Terlebih Oma. Jadilah seperti ini kejadiannya. " kata Mama lagi.
" Phi, Mama Minta tolong agar Kamu bisa ikhlas menerima Edwin sebagai Suamimu. Dia memang tampak sombong dan egois. Tapi hatinya baik. Phia mau kan menolong Mama? " tanya Mama.
Aku tidak tahan lagi. Aku menangis dan memeluk Mama.
" Aku tidak tahu harus bagaimana, Ma? Maafkan Phia " kataku.
Mama mengelus rambutku dengan kasih sayang. Aku merasakan ketulusan seorang Ibu.
" Ya sudah. Kamu istirahat ya. besok kalian kan akan kembali ke Samarinda. Mama turun ke bawah dulu. Takut Papa mencari Mama. " katanya sambil melepaskan pelukanku.
Aku mengangguk.
Aku merebahkan tubuhku sepeninggalan Mama.
Aku mencoba untuk tidur. Edwin masuk ke kamar dan mengambil bantal juga selimut. Dia berbaring di sofanya.
Aku bangun dan mendekatinya.
" Win, jangan tidur di sini. Kalau ada yang melihat kita tidur terpisah bagaimana? " kataku.
Edwin menatapku.
" Kamu yakin mau tidur seranjang denganku? " tanya Edwin
Aku mengangguk.
Edwin bangkit dan membawa bantal serta selimutnya ke kasur.
Kami merebahkan tubuh masing - masing.
Edwin tidur sambil membelakangiku. Aku menghadap ke arahnya. Dia seperti menyadarinya. Edwin membalikkan badannya. Kami bertatapan dalam diam.
" Phi, apa yang di katakan Mama padamu ? " tanya Edwin.
" Kenapa Kamu mau tahu? " tanyaku balik.
" Aku hanya penasaran dengan perubahan sikapmu yang tidak membenciku lagi " jawabnya.
" Aku tidak membencimu, Win. Aku hanya belum bisa menerimamu sebagai Suamiku " kataku.
Edwin terdiam. Kemudian membalikkan badannya lagi. Tapi Aku menariknya dan memeluknya.
" Phi, Aku berbalik bukan karna marah " katanya sambil melepaskan pelukanku.
" Lalu apa? " tanyaku.
" Kamu pura - pura naif " katanya
Aku tersenyum. Lalu membalikkan badanku.
Edwin memelukku dari belakang. Dan Kami tertidur untuk mengubah kenyataan jadi mimpi agar hati bisa menanggung beban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments
Lady Sky
Karena satu hal, saya tidak bisa melanjutkan cerita ini. ( naskah yang saya buat dari Bab. 1 - 19 terhapus). Bukan oleh Novel Toon tapi oleh saya sendiri.
2023-01-26
1