Tahun - tahun berganti dengan cepat. Tanpa ada kisah yang penting untuk di ceritakan.
Semenjak Kejadian yang menimpa Kamelia, Aku sudah merasa kalah. Aku tidak sanggup lagi memikirkan apa yang bisa di lakukan oleh manusia saat mereka merasa sakit hati atau di kecewakan.
Sekarang Aku, Vera, dan Genta sudah menjadi seorang Dokter. Kami di tugaskan bersama - sama di Rumah Sakit umum.
Pernah terlintas di benakku untuk meminta di pindah tugaskan ke kota kecilku. Tapi Vera dan Genta memohon agar Aku tetap bersama Mereka.
" Kami masih sayang sama Lo, Phi " rayu Vera waktu Aku mengatakan keinginanku.
Genta mengangguk tanda setuju.
" Saat Kamu sudah menikah, Kami baru akan ikhlas melepasmu, Phi" ucap Genta dengan konyolnya.
Sebagai rasa terimakasihku karna Mereka sudah jadi sahabat yang terbaik untukku maka Aku rela tetap tinggal di Samarinda.
" Dok, ada kecelakaan mobil di Jl. Antasari. Korbannya di bawa kemari" Kata seorang perawat saat Aku, Vera, dan Genta sedang ada di ruang istirahat.
Kami berlari keluar untuk menyambut para korban kecelakaan. Ada 6 korban dan semuanya sedang terluka parah.
Aku menangani seorang pria muda yang kepalanya berdarah dan tangannya penuh luka sobek.
Namun Aku tertegun saat memperhatikan wajahnya. Dia dalam kondisi setengah sadar.
" Dok..! " tegur perawat yang bersamaku. Aku tersentak.
Dengan cepat Aku memberikan pertolongan pertama sebelum Dia di pindahkan ke ruang rawat.
" Ada apa, Phi? " tanya Genta saat seluruh pasien sudah di pindahkan ke ruang rawat inap.
Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri sebelum menjawab pertanyaan Genta.
" Ada apa dengan pasien itu? Aku melihatmu sempat gugup saat melihat wajahnya? " Vera ikut bertanya.
" Aku harus melihatnya lagi " kataku seraya meninggalkan mereka yang kebingungan.
Vera dan Genta menyusulku.
Aku masuk ke ruangan pria tadi dan mencoba memastikan bahwa penglihatanku benar.
" Piank " gumanku dalam hati.
" Dokter, ada apa dengan pasien
nya? " tanya perawat yang tadi bersamaku.
" Aku mengenalnya " kataku pada perawat itu.
" Oh. Mereka semua bekerja di bidang alat berat " kata perawat itu.
" Termasuk dia? " tanyaku
" Iya. Dia sepertinya adalah supervisor kalau nggak salah " kata perawat itu.
" Kata siapa? " tanyaku
" Ih, Dokter ini. Aku bisa memberitahu Dokter banyak informasi tentang orang - orang atau mencari tahu informasi siapa saja. Itu sebabnya Aku di juluki Asisten google " kata perawat itu.
" Asisten Google? Ada juga Ratu gosip! " kataku sebel.
Perawat itu tersipu malu. Sedang Vera dan Genta yang sedari tadi menunggu di depan pintu tertawa terpingkal -pingkal.
" Udah ah! Aku mau keluar! " kataku.
" Yakin Dokter nggak mau tahu lebih lanjut tentang Pria muda tampan ini? Goda perawat itu.
Aku jadi penasaran setelah mendengar ucapan perawat itu.
Aku menghentikan langkahku. Perlahan kuputar badanku dan kulihat perawat itu tersenyum penuh kemenangan.
" Apa? Ayo katakan! " kataku sambil mendekat.
" Tapi ada syaratnya. Dokter harus mentraktir Dewi selama seminggu minum es boba " katanya dengan ekspresi menyebalkan.
" Siapa Dewi? " tanyaku
" Dewi itu Aku, Dok. " jawabnya.
Terdengar suara tawa Vera dan Genta. Aku makin sebel sama perawat ini.
" Gimana Dok?Kita buat perjanjian?"kata perawat itu sambil mengulurkan tangan padaku.
" Setuju! " jawabku sambil menjabat tangannya.
" Ayo katakan! " kataku.
Perawat yang bernama Dewi itu melirik pasien itu sejenak .
" Dia itu seorang duda tanpa anak " katanya.
" Namanya siapa? " tanyaku
" Kan Dokter mengenalnya. Masa nggak tahu namanya? " jawab perawat itu.
Aku menatap Dewi dengan tajam.
" Piank." katanya sambil keluar dari ruangan.
Aku juga ikut keluar. Aku menutup pintu kemudian pergi bersama Vera dan Genta yang sudah menunggu dari tadi.
" Perawat itu menggemaskan! " ujar Genta.
" Semoga dia tidak seperti Inaya ." kata Vera menimpali.
Aku hanya diam. Pikiranku sedang tidak fokus.
" Eh, Phi. Sepertinya pasien itu bukan sekedar teman bagimu? Konsentrasimu buyar saat melihatnya. " kata Vera.
Aku mengangguk.
" Mungkin kami harus bertanya pada Dewi agar tahu siapa sebenarnya dia. Darimana dan siapa - siapa saja mantannya? Mungkin salah satunya Kamu, Phi " kata Vera menggodaku.
" Aduh..! Bisa kenyang boba si Dewi" kata Genta sambil tertawa.
" Dokter Phia! Di panggil direktur! " kata Dewi sambil menghampiriku dengan tergesa - gesa.
" Baik. Aku akan segera datang ke kantor Beliau " kataku.
Dewi pun pamit pergi.
" Aku pergi dulu " kataku sambil meninggalkan Vera dan Genta.
" Hati - hati! " kata Genta
Aku mengangkat satu tangan tanpa menoleh ke arah Mereka.
Aku menuju ke gedung pimpinan. Ruangannya ada di lantai tiga. Aku harus naik lift agar bisa sampai di sana.
Seorang pria muda memakai kemeja yang sangat rapi ikut masuk ke dalam lift. Perawakannya tinggi. Wajahnya tampan. Kulitnya putih bersih. Dia melirikku. Aku tersenyum padanya. Tapi Dia malah cuek.
Aku tiba di lantai tiga dan bergegas ke ruangan Direktur. Ternyata pria muda itu juga berniat sama.
" Apa kamu mau menemui Direktur juga? " tanyaku sebelum mengetuk pintu.
Pria itu tidak menjawab malah langsung membuka pintu.
" Edwin... . Ayo duduklah Nak! " kata Pak Direktur mempersilahkan Pria itu duduk.
" Dokter Phia, mengapa hanya berdiri. Duduklah! " kata Pak Direktur lagi.
" Baik, Pak. Kata Dewi Bapak memanggilku" kataku.
" Iya. Kenalkan ini Edwin, keponakan Om. Dia juga seorang Dokter. " kata Direktur.
Aku hanya mengangguk.
" Dokter Phia tahu kenapa Bapak memanggilmu kesini? " tanya Direktur.
" Tidak tahu, Pak " jawabku.
Direktur tersenyum.
" Bukankah kamu ingin pindah tugas ke Kampung halamanmu? Bapak bisa mengurusnya. " kata Direktur
" Tidak lagi, Pak. Aku tetap di sini aja. " jawabku dengan cepat.
Direktur diam sejenak. Kemudian tersenyum.
" Apa karna kehadiran Dokter Edwin?" tanyanya.
Dokter Edwin menatapku.
Aku jadi salah tingkah.
" Bukan, Pak. Aku masih mau berkumpul sama Vera dan Genta." jawabku.
" Oh.. . Ya sudah. Bapak juga senang kalau Kamu masih di sini. Jadi Dokter Edwin ada pasangan " ucap Direktur.
Kami berdua kaget mendengar ucapan Direktur.
" Oh...! Maksud Bapak Dokter Edwin butuh pasangan saat melakukan operasi. Iya kan, Dokter Edwin? " kata Direktur meralat ucapannya.
" Asisten, Pak " kata Dokter Edwin sambil melirikku.
Direktur melihat kami bergantian. Sepertinya Dia tahu Kami akan segera berdebat.
" Sudah.. . Dokter Phia, Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu " kata Direktur dengan senyum.
Aku pamit dan langsung berbalik pergi.
" Phi, kenapa Pak Direktur memanggilmu? " tanya Genta.
" Beliau kira Aku masih ingin di pindah tugaskan " jawabku.
" Te.. russs.. " kata Vera
" Ya, Aku bilang nggak lagi. " kataku.
" Bukan itu. Tapi selain Direktur kamu bertemu siapa lagi? " tanya Vera.
" Kamu tahu? " tanyaku heran
Vera tersenyum.
" Kita kenal tuh udah lama kali, Phi. Aku liat Kamu agak - agak kesal gitu. Pasti karna sesuatu atau seseorang. Iya kan? " kata Vera dengan nada menyelidik.
" Iya. Ada Dokter baru yang rupawan". Kataku.
" Ehm.. Lo kesal karna ternyata Dia sudah punya pacar. PDKT Lo jadi gagal sempurna " ucap Genta menggodaku.
Aku melihat Vera dan Genta bergantian. Lalu Aku tersenyum. Aku berbisik dalam hati, Vera dan Genta belum tahu betapa sombongnya Dokter baru itu.
" Ih.. gawat, Gen! Phia mulai kesandung " ujar Vera.
" Kesandung apa, Ver? Batu? " tanggal Genta.
Tanpa menunggu Vera memberikan jawaban pada Genta, Aku keluar dari ruangan.
Aku berniat mengunjungi ruang rawat Piank. Siapa tahu Dia sudah bangun.
Tapi sesampainya di depan kamar Piank, Aku melihat ada seorang gadis cantik duduk di sampingnya. Dia sedang berbincang dengan Piank. Dari gerak - geriknya terlihat Dia seperti bukan teman biasa Piank.
" Aku merasa aneh melihat seorang Dokter mengintip di depan pintu kamar pasien." Kata seseorang di belakangku.
Aku menoleh. Ternyata Dokter arogan dan sombong itu.
" Siapa bilang Aku mengintip." kataku sambil berjalan menjauh dari Dokter baru itu.
Dia mengikuti langkahku.
" Kalau bukan mengintip trus apa? " tanyanya sambil terus mengikutiku.
" Cari tahu sendiri aja namanya! " kataku ketus.
Beruntung Aku bertemu si Dewi.
" Wi, Dokter baru ini butuh informasi. Tolong bantu Dia ya " kataku.
Dewi mengangguk. Dia segera berdiri di depan Dokter itu. Kulihat Dewi berhasil mengajaknya ngobrol sehingga Dia tidak mengikutiku lagi.
Aku kembali ke ruangan milik kami bertiga. Di dalam bukan hanya Vera dan Genta. Tapi ada Dokter sombong itu juga.
" Dokter Edwin nggak salah masuk ruangan? " tanyaku
" Nggak. Aku sengaja kemari untuk berkenalan dengan kalian " jawabnya.
" Iya, Phi. Dokter Edwin malah ingin pindah ke ruangan kita juga. Katanya lebih seru kalau ramai. " kata Genta.
" Nggak! Kalian pikir kita lagi kerja kelompok anak SMA " Kataku menolak.
Vera, Genta, dan Edwin serempak menatapku.
Tiba - tiba Dewi muncul. Kami berempat langsung mengalihkan tatapan kami ke Dia.
Dewi ingin pergi tapi ku cegah.
" Wi, masuk sini. Ada apa? " tanyaku.
" Itu Dokter Edward ingin tahu apakah pasien di ruangan yang tadi Dokter Phia intip itu adalah mantan pacar Dokter? " katanya sambil melirik Dokter Edwin.
Aku bengong! Dokter Edward kata Dewi. Bukannya Dokter Edwin ya?
" Bukan Dokter Edward. Tapi Dokter Edwin " kataku pada Dewi.
Dewi menggeleng.
" Dia kan? " kataku sambil melirik Edwin.
Dewi menggeleng lagi.
" Dokter Edward dan Dokter Edwin beda? " tanyaku.
Dewi mengangguk untuk pertama kalinya.
Kok bisa ya? pikirku
" Ya udah Dokter Phia, Aku pergi
dulu. " kata Dewi pamit.
Aku mengangguk.
Aku melirik jam di tanganku. Sudah pukul 4 sore.
Aku merapikan meja dan tasku.
" Mau pulang? " tanya Vera
" Iya. Yuk! "
Aku mengajak Vera pulang ke rumah.
" Dokter Edwin, sampai jumpa besok. " ucap Vera pada Dokter Edwin.
Aneh! Ini untuk pertama kalinya kulihat pipi Vera bersemu merah.
Genta melirikku. Aku mengangkat bahu.
Kami berdua keluar ruangan lebih dulu untuk memberi waktu pada Vera dan Edwin.
" Phi, kenapa kita ninggalin Vera di dalam sama Dokter Edwin? " tanya Genta.
" Entahlah! " jawabku.
" Tapi Dokter Edwin bertanya - tanya terus tentang dirimu " ujar Genta.
Aku diam saja.
Kami menunggu Vera hampir 30 menit di parkiran.
Dia datang dengan wajah yang ceria.
Aku dan Genta tidak ingin bertanya.
Nanti juga Dia akan bercerita pada kami.
" Phi, tadi Lo ngintip di kamar Pasien? " tanya Vera di mobil.
Aku hanya diam. Belum saatnya bercerita ke Mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments