Ini adalah hari pertama Aku merawat Ibu Robby. Daftar tugasnya sudah di tuliskan Robby di sebuah buku.
Ibu Robby sebenarnya belum tua. Beliau baru berusia 45 tahun. Tapi sebulan yang lalu beliau mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kepalanya cedera. Dia jadi sering jatuh karna sakit kepala yang parah.
" Phia.. tolong bawa Ibu ke kamar kecil " kata Ibu Robby.
" Baik, Bu " kataku seraya memapahnya.
Beliau ngotot tidak ingin pakai kursi roda. Katanya dia tidak cacat.
" Bu, apa Aku harus menunggu Ibu di sini? " tanyaku pelan.
" Kamu tunggu di luar." katanya
Aku mengangguk.
Tidak berapa lama kemudian beliau keluar dari kamar kecil dengan langkah tertatih.
Kemudian beliau mengajakku ke dapur. Di sana ada Bibi dan seorang anak kecil laki - laki yang mungkin berusia 8 tahun.
" Ini Bibi Ati dan Lukman cucunya " kata Ibu Robby.
Beliau duduk di kursi meja makan yang tidak begitu besar.
" Bi Ati sudah lama ikut sama Ibu. Sejak Ibu baru menikah " kata Ibu Robby.
" Phi, kalau mau bantu Bi Ati nggak apa - apa. Ibu akan duduk di sini " kata Ibu Robby.
Aku segera menghampiri Bi Ati.
" Bi, apa yang harus Aku bantu? " tanyaku.
" Neng Phia potong sayur aja." kata Bi Ati sambil menunjuk sayuran yang sudah di cuci.
Aku mengambil pisau dan mulai memotong sayuran.
" Kelak Phia yang akan mengurus dapur ini, Bi. " kata Ibu Robby.
What?! Apa maksud Ibu Robby. Apakah Aku akan selamanya bekerja di sini? Atau Bi Ati akan di pecat?
Bi Ati melihatku dan tersenyum
" Iya, Bu." ucap Bi Ati.
" Memangnya Bi Ati mau kemana, Bu? tanyaku.
Keduanya tersenyum penuh arti.
" Mungkin Bi Ati mau pensiun. Dia pasti ingin menikmati waktu bersama keluarganya " pikirku dalam hati.
Ibu bercerita tentang masa lalunya, sedang Aku dan Bi Ati mendengarkan sambil memasak.
" Bu!... Ibu! " tiba - tiba terdengar suara Mas Robby memanggil.
" Ternyata Ibu di sini " kata Mas Robby begitu memasuki dapur. Di belakangnya ada seorang gadis berambut panjang yang usianya mungkin sama dengan Robby.
Gadis itu menyalami Ibu.
" Kami kemari untuk makan siang bersama Ibu " ucap Robby.
Ibu hanya diam. Dia tidak menanggapi ucapan Robby.
Sedang gadis itu datang menghampiriku. Dia mengulurkan tangannya.
" Hai, Aku Claudia tunangan Robby " ucap gadis itu menyalamiku.
" Oh.. namaku Phia " kataku
Gadis itu tersenyum sinis padaku.
" Sebaiknya kamu tak terkena kutukan namamu. Sephia Si Kekasih gelap " katanya dengan nada sinis.
Aku tersenyum mendengarnya. Aku sudah biasa di sebut begitu.
Tapi ternyata tidak dengan Ibu Mas Robby. Dia tampak sangat marah.
" Bi Ati, tolong siapkan makan siang untuk Robby dan temannya. " Kata Ibu Robby.
" Tapi Bu, Kita bisa makan siang sama - sama. Ibu juga belum makan kan? tanya Robby pada Ibunya
" Kalian makan saja. Phia, antar Ibu ke kamar " kata Ibu sambil berdiri.
Aku pun memapahnya ke kamar.
Tiba di kamar Ibu langsung berbaring di tempat tidurnya.
" Phia. Ibu paling tidak suka dengan gadis yang tidak menjaga tutur katanya. Apalagi jika dia akan jadi menantuku " Kata Ibu.
Aku hanya mendengarkan.
Kini Aku tahu kenapa Ibu tiba - tiba menyuruhku membawanya ke kamar.
" Phia. Jadilah perempuan yang kuat. Namun tetaplah berhati lembut dan lisan tetap di jaga. " Lanjut Ibu menasehatiku.
Aku mengangguk.
Ibu mulai menutup matanya dan tidak lama kemudian beliau tertidur.
Menurut daftar yang di buat Robby, Aku tidak boleh meninggalkan Ibu kecuali di minta. Jadi, Aku tetap tinggal di kamarnya.
Pintu kamar di buka. Mas Robby masuk.
" Apa Ibu marah? " tanyanya padaku sambil berbisik.
" Aku tidak tahu, Mas Robby " jawabku pelan.
Mas Robby keluar setelah mendengar jawabanku.
Aku mengambil ponsel di saku. Rasanya bosan dan mengantuk saat berdiam diri begini. Ibu pasti akan terbangun setelah 2 jam lamanya.
Aku mengirim SMS ke Vio bertanya kabarnya.
" Kak Jhon ada di sini " balasnya.
" Oh.. bilang bahwa Aku bekerja sampai malam " balasku
" Ok" balasnya singkat.
Vio masih di rumah sakit. Kata Dokter besok Siang dia sudah boleh pulang setelah melakukan tes terakhir.
" Phia " Panggil Ibu.
Aku segera berdiri menghampirinya.
" Iya, Bu " kataku.
" Tolong buatkan teh untuk Ibu " katanya.
" Baik, bu " Aku langsung pergi ke dapur.
Samar - Samar Aku mendengar suara Mas Robby dan tunangannya. Sepertinya mereka bertengkar. Aku bergegas ke dapur. Takut jika mereka tiba - tiba melihatku dan menyangka Aku sedang menguping.
" Bi, Aku ingin membuat teh untuk Ibu " kataku saat bertemu Bi Ati di dapur.
Bi Ati mengangguk.
Setelah membuat teh Aku bergegas kembali ke kamar.
" Bu, Claudia itu tunanganku. Bisakah Ibu menghargainya "
Ku dengar suara Robby sedang berbicara dengan Ibunya. Aku menunggu di luar kamar. Takut mengganggu.
" Kalian bertunangan tanpa sepengetahuan Ibu. Dan kamu menyuruh Ibu untuk menghargainya? " kata Ibu dengan nada tinggi.
" Tapi Robby mencintai Claudia, Bu. Robby tidak mungkin menerima perjodohan itu " kata Robby.
Oh.. ternyata karna itu mereka bertengkar. Tapi dengan siapa Mas Robby di jodohkan? pikirku.
Saat keadaan mulai hening, Aku masuk ke kamar membawakan teh Ibu.
Robby keluar dari kamar begitu dia melihatku.
" Ibu, ini tehnya " kataku sambil meletakkan cangkir teh di meja.
" Terimakasih, Phi " ucap Ibu.
" Kamu boleh pulang. Bukankah adikmu masih di Rumah Sakit? " kata Ibu.
" Tidak, Bu. Jam kerjaku berakhir setelah jam 9 malam. Ini masih sore" kataku menolak.
" Tidak apa - apa untuk hari ini " katanya lembut.
" Baiklah, Bu " kataku.
Sebelum pulang Aku pamit pada Bi Ati. Biar dia tahu kalau Ibu sendirian di kamarnya.
...****************...
Aku langsung ke Rumah Sakit begitu pulang dari rumah Robby.
Aku melihat Vio sedang bersama Jhon Aria dan seorang gadis yang ternyata adalah Kak Mala.
" Itu Kak Phia " kata Vio seraya mengarahkan telunjuknya padaku.
" Hai, Jhon. Hai, Kak Mala " sapaku.
Mereka tersenyum membalas sapaanku.
" Kamu kerja, Phi? " Tanya Kak Mala.
Aku menceritakan tentang Robby pada mereka berdua.
Mereka menghela nafas panjang.
" Sorry, Phi. Kami nggak tahu. Tapi kalau kamu mau mengembalikan uang Robby, bisa pakai uang Kak Mala " kata Kak Mala.
Aku menggeleng.
" Terimakasih, Kak. Nggak apa - apa koq. Ibunya Robby orangnya lembut dan baik hati. Jadi Aku nyaman merawatnya " kataku.
" Robby yang mana sih? Aku kenal satu Robby yang tinggal di sini " kata Kak Mala.
" Apakah dia sudah menikah? " tanya Kak Mala
" Belum. Namun dia punya tunangan namanya Claudia " jawabku.
Kak Mala tersenyum sambil mengangguk - anggukkan kepalanya. Dia melirik ke arah Jhon.
" Claudia itu kakaknya Annisa " kata Jhon.
Aku kaget mendengarnya.
" Kamu kaget kan? " kata Kak Mala
" Ikut saran Kakak aja. Balikin aja uang Robby. Daripada kamu akan sering bertemu dengan Claudia. Dia lebih kejam dari Adiknya " sambung Kak Mala.
Dalam hati Aku membenarkan kata Kak Mala. Claudia memang kejam. Bahkan Ibu Robby pun tidak suka padanya.
" Eh, udah hampir malam. Kami pulang dulu ya. " Ujar Kak Mala.
Dia memberikan amplop padaku.
" Ambil ini. Buat membayar tagihan Rumah Sakit. Besok Vio sudah boleh pulang kan? " kata Kak Mala.
Aku ragu menerima pemberian Kak Mala.
" Ambil aja, Phi " ucap Jhon padaku.
" Tenang aja. Aku tidak akan menyuruhmu merawat siapa pun " kata Kak Mala seraya melangkah keluar.
" Phi, Aku balik dulu. Nanti kalau ada waktu Aku akan menelponmu." kata Jhon.
Aku mengangguk.
Sepeninggalan Jhon dan Kak Mala, Aku bercanda bersama Vio. Kami mencoba melupakan kesedihan dengan saling menghibur.
" Kak, Apa Vio masih harus bersekolah? Atau Vio cari kerja agar bisa bantu Kakak? " tanya Vio.
" Tidak perlu. Kamu sudah kelas 3 SMU. Ntar lagi lulus. Kakak akan berusaha agar kamu bisa kuliah " kataku.
Vio setuju.
kring.. kring..kring...
Ponselku berbunyi. Gawat!!! Robby meneleponku.
" Halo Mas Robby. Maaf tadi Ibu yang menyuruhku pulang " kataku di telpon.
" Bukan masalah itu. Kamu dimana?" tanya Mas Robby
" Aku di Rumah Sakit "
" Baiklah. Aku akan ke sana. Ada yang ingin Aku bicarakan denganmu. " katanya lalu menutup telpon.
" Ada apa Kak? Mas Robby marah? " tanya Vio.
Aku menggeleng.
" Vi, kamu Istirahat ya. Kakak nunggu Robby di luar " kataku pada Vio.
Setengah jam kemudian, Aku melihat Robby datang.
Dia mengajakku ke taman Rumah Sakit.
" Ada apa, Mas. Apa caraku merawat Ibu ada yang salah? " tanyaku begitu kami duduk di bangku taman.
" Nggak. Bukan itu " jawab Robby.
" Apa kamu tahu sesuatu tentang Ibumu dan Ibuku " tanya Mas Robby.
" Maksud Mas Robby apa? " tanyaku tidak mengerti
Robby menatapku sejenak.
" Ibumu dan Ibuku dulunya adalah sahabat " kata Robby.
Aku terperanjat mendengar ucapan Robby.
" Lalu ada apa, Mas? " tanyaku. Kurasa Robby mengajakku bertemu bukan hanya karna itu. pasti ada yang lebih penting.
" Dulu Mereka punya janji untuk menjodohkan anak - anaknya " kata Robby.
Aku semakin kaget.
"Artinya Mas Robby di jodohkan sama Aku? " kataku.
" Ya, ternyata kamu cepat tanggap " ucap Robby.
Aku tertawa. Robby menatapku heran.
" Apanya yang lucu. Kamu tidak merasa keberatan? " tanya Robby.
" Terus Aku harus bereaksi bagaimana? " jawabku.
" Ya.. tapi Aku tidak bisa menerima perjodohan itu " Kata Robby kemudian
" Ya, udah. Mas tinggal nolak aja. Aku juga nggak suka di jodoh - jodohin " ujarku santai.
" Aku sudah nolak tapi Ibu tidak terima. Menurutnya janji yang di buat bersama orang yang sudah meninggal itu sakral " lanjut Robby.
" Aku rasa nggak apa - apa Mas. Ibuku juga pasti tidak ingin Aku menderita bila menerima perjodohan itu. " kataku.
" Maksud kamu menderita apa?" tanya Robby heran dengan ucapanku.
" Menderita karna Aku akan terus menerus di teror oleh tunanganmu Si Claudia " jawabku sambil tertawa.
Robby ikut tertawa.
" Tapi Aku tidak tega melihat Ibu marah " ucap Robby seolah pada dirinya sendiri.
" Phi, kamu pikirkan caranya bagaimana kita menolak tanpa membuat Ibu marah " pinta Robby.
Aku menarik nafas panjang.
" Aku baru kenal Ibumu 2 hari. Jadi tidak mungkin Aku mengenalnya sebaik dirimu " kataku.
" Bantu Aku bicara padanya. Katakan aja kalau Kamu nggak mau di jodohkan sama Aku. " katanya lagi
" Baiklah. Aku akan berusaha. " kataku.
Robby tersenyum lega. Dia pamit pulang.
Dan Aku kembali ke kamar Vio di rawat. Kulihat dia sedang tertidur pulas.
Anganku menerawang jauh dalam kesendirian. Benarkah hidupku seperti ini ada kaitannya dengan namaku? Selalu jadi orang ketiga dalam hubungan orang lain.
Aku tersenyum getir. Setahuku Sephia yang mereka maksud adalah perempuan dalam lagu Sheila On 7. Aku yakin Ibuku bukan penggemar grup band itu. Bahkan mungkin dia tidak tahu kalau ada judul lagu yang sama dengan nama pemberiannya untukku.
Aku bersandar di kursi. Pikiranku mulai kosong dan akhirnya Aku mulai berpindah ke alam mimpi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments