BAB 14. Kamelia

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan akhirnya menjadi Tahun. ( Musimnya aja yang nggak jelas. Kadang yang seharusnya musim hujan, malah kekeringan).

Ini adalah tahun ke tigaku berada di Samarinda. Aku belum pernah pulang sekalipun menengok Vio. Aku hanya menghubunginya lewat telpon. Dia juga sudah Kuliah di sana.

Aku bekerja di klinik saat pulang dari Kuliah. Setidaknya penghasilannya bisa untuk membayar sewa rumah.

Aku bahkan sudah berpacaran dengan seseorang.

Salah! Bukan dengan Kak Didi. Walau Kak Didi sempat mengutarakan perasaannya tapi Aku menolak.

Alasanku sederhana, jangan mengulangi kesalahan yang sama. Begitulah jurus pertahanan hidupku.

Kak Didi sudah punya pacar di Australia. Dan Aku tidak mau patah hati seperti waktu di SMU dulu.

" Phi, udah siap belum? " teriak orang yang kini jadi kekasihku.

Aku keluar.

" Bidadariku, Kamu Cantik hari ini. Dan akan selalu begitu " katanya waktu aku berdiri di hadapannya.

( Sudah tahu kan Siapa Dia? ).

Si Senior konyol yang sering menggangguku di hari pertama Aku masuk kuliah.

Entah kenapa Aku memilihnya. Yang pasti bukan karna Dia anak Dekan atau Direktur Rumah sakit.

" Udah gombalnya? Ayo jalan! " kataku.

Kami pun berangkat. Dia akan mengantarku ke kampus hari ini. Baru setelah itu Dia akan ke Rumah sakit. Sekarang Dia sudah jadi Koas.

Kami di sambut oleh Genta dan Vera.

" Eh, sebel banget Aku liat kalian berdua! Kaya' Beauty and The beast" kata Genta dengan nada kesal.

Vera tertawa lebar sambil mengiyakan.

" Nggak apa - apa kali, Gen. The Beast kan hanya terkena kutukan. Dengan Cinta tulus dan murni Dia akan kembali berubah jadi Pangeran tampan " Jawabku membela diri.

Genta pura - pura mual.

Aku dan Vera tertawa berbarengan.

" Syirik aja Lo, Gen! Lo juga suka sama Phia kan? Ngaku Lo! " serang Arman ( nama Senior konyol itu Arman).

" Ya, iyalah suka. Tapi Aku tahu diri. Nah, Lo? Udah.. " belum sempat Genta melanjutkan ucapannya, tangan Vera sudah lebih dulu membekapnya.

Aku memberi isyarat pada Arman untuk pergi.

" Lo ya, Gen! Lidah Lo nggak bertuan! " seru Vera marah - marah.

" Yang benar itu tak bertulang, Vera!" kata Genta membetulkan ucapan Vera.

Vera mencibir.

Hari ini kami hanya ada satu kelas. Jadi Aku dan Vera bisa cepat pulang ke rumah.

Genta juga ikut. Entah kenapa Dia sangat senang bergaul dengan Kami.

" Gen, Lo nggak takut bergaul sama Kami? " tanya Vera.

Nah! Kalau Genta sama Vera bicara pakai Lo Gue pasti mereka ujung - ujungnya berdebat.

" Kenapa harus takut? " tanya Genta

" Lo ntar ketularan miskin kaya' Gue. Hahahaha.. ? " kata Vera sambil tertawa.

Genta tampal kesal.

" Eh, Nek Lampir! Kalau tertawa seperti itu tutup dong mulutnya pakai tangan biar nggak muncrat! Jadi cewek nggak ada elegan - elegannya! " sungut Genta.

Aku memperhatikan Mereka dari tadi. Aku tersenyum dalam hati. Dari Mereka Aku banyak belajar tentang persahabatan. Mereka banyak menolongku. Aku selalu bersyukur memiliki Mereka.

" Eh, Phi. Melamun aja dari tadi. Ingat sama Didi ya? " tanya Genta.

" Koq Didi? " tanya Vera heran.

Genta senyum - senyum.

" Masa sih Kamu nggak tau? Bestie kita satu ini sebenarnya Cinta sama Didi. Cuma Dia nggak berani ambil resiko patah hati " ujar Genta sambil melirik kepadaku.

" Memang patah hati itu kayak apa sih? Secara hati itu kan lunak. " kata Vera.

Genta melirik Vera serius.

" Masa sih? Jadi hati bisanya apa kalau lunak ? " tanya Genta.

" Jadi hancur seperti bubur " jawab Vera.

Genta mengangguk - angguk tanda mengerti.

Kadang Aku berpikir, kedua sahabatku ini koq bisa ya masuk kedokteran? Terkadang mereka loadingnya lambat. Mungkin pepatah yang pas buat Mereka adalah " Dimana ada kemauan di situ ada jalan ".

Tok tok tok!

Kami bertiga serempak melihat ke arah pintu.

" Siapa? " teriak Genta bertanya.

Tak ada jawaban.

" Bukain pintunya, Gen " kata Vera.

" Kamu aja, Ver. Ntar kalau hantu gimana? " tanya Genta.

" Ya, nggak mungkinlah. Ini siang. Mana ada hantu " ujar Vera seraya berdiri untuk membuka pintu.

" Cari siapa? " terdengar Vera bertanya pada orang yang datang.

" Aku Kamelia " jawab tamu itu.

Genta dan Aku saling berpandangan.

" Phia ada? " tanya Kamelia.

Vera membuka pintu lebar - lebar dan menyuruh Kamelia masuk.

" Silahkan duduk. " kata Vera.

Kamelia duduk dan menatapku.

" Kamu Phia, kan? " tanyanya.

Aku mengangguk.

" Bisa tolong tinggalkan kami? " pinta Kamelia pada Genta dan Vera.

Genta dan Vera pun mengungsi ke kamar.

" Didi membatalkan pertunangan Kami " katanya memulai pembicaraan.

Aku terdiam.

" Kenapa? " tanyaku mencoba memilih kata yang tepat.

Mata Kamelia sendu.

Aku mengira Dia akan bersikap seperti Annisa.

Jujur saja Aku tahu arah ucapannya.

Dia akan berpikir bahwa Aku ada kaitannya dengan keputusan Didi.

" Apa Didi mencintaimu? " tanyanya.

Tuh kan!

" I have no idea, Kamelia. Tanyakan sendiri padanya. Tapi kurasa putusnya kalian tidak ada hubungannya denganku " kataku.

" Phia, Aku tahu persis mengapa Kamu memilih Arman untuk jadi pacarmu. Itu hanya kamuflase agar kamu dan Didi bisa membodohi Aku, kan " ucapnya.

" Kalian bertiga menipuku! " lanjut Kamelia dengan kalimat yang lebih kejam lagi.

Aku terdiam. Aku tahu perasaan orang yang merasa di sakiti. Mereka sanggup mengatakan kalimat apapun bila amarah ikut serta.

" Kenapa, Phi? Apa kamu memang perusak hubungan orang! " teriak Kamelia.

Vera yang mendengar ucapan Kamelia sontak berdiri. Tapi Genta menariknya untuk duduk kembali.

" Jangan ikut campur urusan orang " ujar Genta.

" Tapi itu Phia, Gen. Kita harus bela" kata Vera.

" Sstt! Phia bisa urus sendiri " kata Genta lagi.

Akhirnya, Vera mengalah.

Kembali ke Phia dan Kamelia.

" Kamelia, apapun yang terjadi sama Kamu itu tidak ada hubungannya denganku " kataku tegas.

Kamelia menatapku tajam seperti pisau belati yang siap menikamku.

Aku membalas tatapannya. Sesaat kemudian dia memalingkan wajahnya.

Dia berdiri. Kemudian beranjak keluar. Aku mengantarnya. Dia berhenti di depan pintu dan menoleh padaku.

"I'm sorry, Phi. Aku tidak bermaksud berkata jahat padamu. " ucap Kamelia.

" Nggak apa - apa " kataku.

Sepeninggalan Kamelia, Vera dan Genta keluar dari kamar.

" Ada apa Phi? Koq Kamelia sadis banget sama kamu? " kata Genta.

" Iya. Rasanya mau ku suwir - suwir mulutnya " kata Vera gemas.

" Memangnya ayam bisa Lo suwir - suwir! " kata Genta

Kami terdiam cukup lama. Sampai akhirnya Genta mengantuk dan menelpon sopirnya agar menjemputnya.

" Phi, bukannya Kamu mau ke Klinik? Bareng Aku aja " kata Genta menawarkan tumpangan padaku ke Klinik.

" Boleh deh. Tunggu. Aku ganti baju dulu. " kataku.

Tidak berapa lama kemudian Sopir Genta datang. Dia mengantarku ke Klinik setelah itu baru Dia pulang ke rumahnya.

Di Klinik, Aku jadi ingat pada Kamelia. Aku sama sekali tidak tahu apa - apa tentang penyebab keretakan hubungan Mereka.

" Phia, ada Ibu hamil mau USG. Tolong Kamu dulu yang bantu Dia. " Kata Dokter Dila.

Aku bergegas pergi ke ruangan USG.

" Dimana Dokter Dila? " tanya si Ibu hamil.

" Dokter Dila lagi ada panggilan dari Rumah Sakit. Katanya pasien yang di rawat Dokter Dila sedang kritis " kataku menjelaskan situasi Dokter Dila agar si Ibu hamil tidak kecewa.

" Tapi Kamu bisa kan? " tanya si Ibu.

" Insya Allah, Saya bisa " Kataku sambil menghilangkan ke - Akuanku.

Si Ibu hamil tersenyum.

Selesai melayani Ibu hamil, Aku kembali ke ruangan para perawat.

" Phi, apa kabarnya Sang Pujangga lebay itu? " tanya salah satu perawat yang kerja di Klinik bersamaku saat Aku bergabung bersama Mereka.

" Pujangga lebay itu bernama Arman! " kataku sambil tersenyum.

Perawat yang bernama Inaya itu ikut tersenyum.

" Phi, sebenarnya Aku punya seorang Kakak Sepupu. Dia pernah bercerita kalau Dia itu suka sama seseorang. " Inaya bercerita.

" Oh.. " Jawabku singkat. Sebagai reaksi bahwa Aku menyimak ceritanya.

" Tapi ada yang aneh. " kata Inaya itu ragu - ragu.

" Sepupumu itu suka sama sesama jenis ya? " bisikku.

" Bukan! Nama orang yang di sukainya itu Sephia. It's You, kan? " katanya.

" Mungkin kebetulan sama " kataku menanggapi.

Tapi sepertinya Inaya itu yakin kalau Sephia yang di maksud sepupunya itu adalah Aku.

" Memangnya siapa nama sepupumu itu? " tanyaku.

" Riyadi " katanya.

" Aku nggak punya kenalan dengan nama itu " kataku meyakinkannya.

( Aku nggak tahu kalau ternyata Riyadi yang dia maksud adalah Didi).

Sudah jam 10 malam. Klinik akan tutup. Aku membereskan tasku dan bersiap - siap untuk pulang. Tidak lupa aku memesan ojol di aplikasi GO-JEK.

Sambil menunggu Drivernya datang, Aku ngobrol bersama Security.

" Mbak Phia, Mas Arman nggak jemput? " tanya Mas Security.

" Nggak Mas. Dia lagi di Rumah Sakit. " jawabku.

" Mbak Phia, kalau di liat - liat nih.." Mas Security tidak melanjutkan kalimatnya.

" Apa Mas? Ngomong aja. " kataku.

" Mbak Phia kalau jalan sama Mas Arman itu apa nggak ngerasa di liatin oleh semua orang? " tanya Mas Security.

Aku tertawa sampai tidak terasa air mataku keluar.

" Mbak Phia nangis? Saya minta maaf " kata Mas Security . Dia merasa bersalah padaku.

" Nggak, Mas. Aku nggak tahan untuk menahan tawa gara - gara ucapan Mas tadi " kataku.

Security itu tersenyum.

Obrolan kami berakhir. Ojol - nya sudah datang. Aku akhirnya pulang.

Tiba di depan rumah, Aku melihat sebuah mobil ayla sedang parkir. Dan pintu rumah terbuka lebar.

Aku masuk ke dalam dengan hati was - was.

Tiba di dalam Aku melihat Nova bersama dua orang pria berbadan tinggi dan tegap. Bisa kupastikan Mereka adalah Polisi.

Tapi ada apa Polisi Jam segini berada di rumah kontrakan Kami? Apa terjadi sesuatu pada Vera? Pikirku.

" Apa Anda yang bernama Sephia? " tanya salah satu di antara Mereka sambil berdiri.

Aku mengangguk.

" Silahkan duduk " lanjut Bapak itu.

Aku duduk di samping Vera.

" Anda kenal Kamelia? " tanyanya lagi.

" Iya, Pak " jawabku.

" Menurut Saksi sepertinya Anda adalah orang terakhir yang melihat korban " lanjut Bapak itu lagi.

" Hah! Korban? Maksud Bapak Kamelia jadi korban? " tanyaku sedikit menjerit.

" Benar. Setelah dari sini, korban mengalami kecelakaan lalu lintas. Dia menerobos lampu merah " jelas Bapak itu.

Aku diam membisu.

" Obat penenang dalam dosis yang tinggi di temukan dalam tubuhnya. Sepertinya obat itu di campurkan ke dalam minumannya. " ucap Pak Polisi itu lagi.

" Tapi Aku tidak menyuguhinya minuman apapun, Pak. " kataku.

" Kami sudah mengkonfirmasi itu dari Vera dan Genta. " katanya

" Kami ingin memastikan apa setelah Kamelia pulang dari sini, Anda tidak bertemu dia lagi? " tanya Polisi yang satunya.

" Tidak Pak. Aku pergi ke klinik diantar oleh Genta. Setelah itu Aku berada di klinik sampai pukul 10." kataku menjelaskan.

Kedua Polisi itu mengangguk - anggukkan kepalanya.

" Baiklah. Kami akan menghubungi Anda lagi jika masih butuh informasi" kata Polisi itu.

" Baik, Pak" ujarku.

Kedua Polisi itu meninggalkan Kami yang masih terkejut dengan berita meninggalnya Kamelia.

Aku beranjak untuk menutup pintu. Sedang Vera langsung masuk ke kamarnya.

Aku pun masuk ke kamarku. Tiba - tiba Vera masuk sambil membawa bantal dan selimut.

" Aku tidur sama Kamu ya, Phi. Aku takut Hantu Kamelia datang ke kamarku " kata Vera lirih.

" Ada - ada aja. Calon Dokter percaya Hantu. " gumanku.

Dia cengengesan.

Tanpa ada obrolan lagi, Kami langsung berusaha untuk tidur. Mungkin besok Kami akan berada di ruang interogasi Kantor Polisi. Entahlah!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!