BAB 17. Aku Cinta Dia, tapi Kau Cinta Aku

" Piank, bagaimana? Apa hari ini jauh lebih baik? " tanyaku pagi ini pada Piank.

Dia tersenyum.

" Phi, lama tak bertemu. Bagaimana kabarmu? " ujar Piank.

Aku tersenyum padanya.

" Apa Kamu sudah punya Suami? " tanya Dia lagi.

" Belum. Aku baru aja lulus Kuliah." kataku.

Piank kembali memandangiku.

Aku melanjutkan memeriksa kondisinya.

" Kenapa kalian bercerai? " tanyaku.

" Nisa yang mengajukan cerai. Dia ingin menikah dengan selingkuhannya " jawab Piank

Aku menatapnya iba.

" Jangan khawatir. Aku tidak merasa sakit hati karna itu. Justru lega. Serasa beban di hatiku menghilang" ungkap Piank.

Aku sudah selesai memeriksa kondisinya.

" Aku tinggal dulu ya. Mungkin Sore ini Kamu bisa pulang " ucapku.

Piank mengangguk.

" Phi, bolehkah Aku meminta nomor ponselmu? " tanya Piank.

Aku mengangguk.

" Nanti sebelum pulang Aku akan kembali untuk memeriksamu " kataku.

" Baik, dr. Phia " kata Piank tersenyum.

Aku meninggalkan Piank di kamarnya. Di depan Aku bertemu dengan gadis yang kemarin kulihat berada di kamar Piank.

" dr. Phia? " Dia menyapaku

" Hai.. " kataku.

" dr. Phia temannya Kak Piank kan? " tanya gadis ini.

Aku mengangguk.

" Kenalkan! Aku Tina tunangannya Kak Piank " katanya sambil menjabat tanganku.

" Oke, Tina. Aku masih harus memeriksa pasien. Aku permisi dulu" Kataku.

Hah! Tunangan? Aku sedikit kecewa.

" Dia bukan tunangannya " kata seseorang yang tiba - tiba berjalan di sisiku.

" dr. Edwin? " kataku agak kaget.

" Bukan. Aku Edward. Dokter Edwin kembaranku " ucap dr. Edward yang kusangka dr. Edwin.

" Muncul darimana? " tanyaku.

" Tuh! Aku di ruangan sebelah. Aku sempat dengar obrolan kalian " kata Edward.

" Kamu suka menguping pembicaraan orang ya? " tanyaku.

" Nggak. Cuma kebetulan aja " kata Edward.

Kami berpisah. Aku kembali ke ruanganku dan Edward katanya mau ke bangsal anak.

Tiba di ruangan, Kulihat hanya ada Genta.

" Gen, sendirian? " tanyaku

" Iya. Vera lagi ke UGD " jawab Genta.

" Oh.. " kataku.

" Phi, kalau di lihat - lihat nih, Vera kaya'nya suka sama Dokter Edwin. " kata Genta.

" Heh! Dia curhat sama Kamu? " kataku dengan senyum.

" Nggak secara langsung. Tapi Aku takut, Phi. " kata Genta.

" Takut kenapa? " tanyaku lagi.

" Karena Edwin tampaknya sukanya sama Kamu " kata Genta.

Aku tertawa.

" Jangan menyebar gosip yang nggak penting " kataku kemudian.

" Yaelah, Phi. Ini fakta. Edwin sering bertanya banyak hal tentang dirimu padaku. " kata Genta.

" Contohnya? " tanyaku

" Pasien di ruang Mawar itu mantannya Phia? Phia kalau ke Rumah Sakit pakai apa? Dan masih banyak lagi " ucap Genta

" Itu bukan berarti Dokter Edwin suka sama Aku " kataku.

" Pokoknya Aku nggak mau persahabatan kita rusak gara - gara Cinta" kata Genta.

" Amin! " jawabku.

Vera datang dengan wajah yang lesu.

" Ada apa, Ver? " tanya Genta.

Vera menatapku.

" Edwin sudah punya pacar " kata Vera tak bersemangat.

" Kata siapa? " tanyaku.

" Aku lihat waktu ke ruang kerjanya " jawab Vera.

" Cantik nggak? " tanya Genta.

" Cantiklah! Banget malah " kata Vera lagi.

" Jangan menyerah, Phi! Belum tentu itu pacarnya " kata Genta.

" Yakinkan Aku kalau Aku buta! " kata Vera.

Aku dan Genta akhirnya diam. Lalu datanglah Suster Dewi dengan gayanya yang khas. Gemulai. Persis seperti gaya putri keraton.

" Suster Dewi! Lama - lama Aku jadi suka sama Kamu " ucap Genta.

Aku dan Vera kaget mendengar ucapan Genta yang tiba - tiba.

Beda dengan Dewi. Dia malah tersenyum manis.

" Masa iya sih Dokter Genta suka sama Dewi. Berarti mimpi Ibu Dewi punya menantu Dokter terkabul " kata Dewi sambil tersenyum lebih manis lagi.

Vera tertawa. Aku hanya tersenyum.

" Ya udah. Kita nikah aja " kata Genta.

"Eh, Genta! Jangan mempermainkan Suster Dewi dan mimpi Ibunya! " kata Vera marah

" Iya. Dokter Genta nggak boleh ngomong sembarangan. Ntar kalau Dewi berharap gimana? " kata Dewi.

" Siapa yang mempermainkan Dewi. Aku serius! Ibuku di rumah itu sudah berkali - kali menjodohkan Aku. Tapi nggak ada satupun yang menerima Aku apa adanya" kata Genta.

" Dewi bisa menerima kelebihan Dokter Genta " kata Dewi.

" Trus kekurangannya, bisa nggak Dewi terima? " tanya Vera lagi

" Kekurangan Dokter Genta apa ya? " tanya Dewi.

" Kamu nggak lihat badan Dokter Genta yang bulat begitu " ucap Vera.

" Oh.. Itu kan bukan kekurangan Dokter Vera. Itu kelebihan. Maksud Dewi, kelebihan berat badan " kata Dewi.

Aku tertawa.

" Dewi di lawan " kataku.

Vera cemberut.

" Lagian kok jadi kalian yang membahas pernikahan. Nggak tahu apa Aku lagi broken heart " ucap Vera ngambek.

" Siapa yang broken heart? " tiba - tiba Edward masuk.

Tidak ada yang menjawab.

Dewi buru - buru pamit.

" Eh, Wi. Tadi sebenarnya mau ngapain kemari? " tanyaku menahan Dewi.

" Oh iya. Dokter Phia, tadi ada yang nyari. Pria yang datang menjenguk teman Dokter Phia yang di ruang Mawar itu " kata Dewi.

" Ganteng nggak? " tanya Vera.

Dewi mengangguk.

" Siapa namanya? " tanya Vera.

" Lupa. Tapi Pria itu juga seorang Dokter " kata Dewi.

" Jhon Aria? " kataku.

" Iya. Aku ingat yang Arya - nya aja." Kata Dewi.

" Oke. Makasih ya, Wi. " kataku.

Dewi mengangguk dan pergi.

Vera mendekatiku.

" Phi, kenalin dong! " kata Vera.

" Boleh. Tapi Aku belum bertemu dengannya " kataku.

Vera mengangguk. Dia kemudian mengalihkan pandangannya ke Edward.

" Dokter Edwin ganti baju? " tanya Vera.

" Ayo, habis ngapain? " goda Vera.

Aku tersenyum. Sepertinya Vera belum tahu kalau itu Edward.

" Itu Dokter Edward. Bukan Dokter Edwin " kata Genta.

" Maksudnya Edwin bukan Edwin? " tanya Vera.

" Ribet banget sih, Ver. Artinya mereka kembar. Dan ini adalah Dokter Edward " jelas Genta.

Vera melongo.

" Dokter Vera ternyata orangnya cantik. " kata Edward.

" Dokter Edward rabun ya? Begini di bilang cantik. " kata Genta mencibir.

" Syirik aja Lo! " kata Vera.

Aku dan Edward tersenyum.

" Dokter Edward, apa benar Dokter Edwin sudah punya pacar? " tanya Genta.

" Kenapa? Jangan katakan Dokter Genta suka sama Edwin? " kata Edward menggoda Genta.

Aku tertawa.

" Hahaha.. bukan Aku. Tapi tuh! " elak Genta sambil menunjuk Vera.

Edward melirik Vera yang tersipu malu.

" Itu bukan pacarnya. Hanya pengagum aja." kata Edward.

" Jadi Vera masih punya peluang dong ? " kata Genta sambil melirik Vera.

Edward memilih tersenyum daripada menjawab.

Aku mengerti sikap seperti itu. Ingin memberi tahu yang sebenarnya, tapi kebenaran itu terasa pahit di lidah.

Aku berharap Vera bisa menerima dengan lapang dada.

Ups! Aku lupa. Aku harus memeriksa Piank sebelum Dia di pulangkan.

Aku pergi tanpa pamit. Kurasa Mereka sudah tahu Aku akan kemana.

Tiba di ruang rawat Piank, Aku melihat sosok yang sangat ku kenal.

" Sephia.. " Jhon langsung memelukku.

Piank menatap Kami sambil tersenyum.

" Kalian sebaiknya menikah. " kata Piank.

" Kamu nggak cemburu? Rela? " kata Jhon menggoda Piank.

" Aku harus bilang apa? Aku nggak pantas lagi buat Phia " kata Piank.

Aku terpaku mendengar kalimat Piank.

" Andai Kamu tahu betapa senangnya Aku bertemu lagi denganmu " bisikku dalam hati.

Jhon tertawa seolah ingin mencairkan suasana.

" Dia yang Sephia, tapi kenapa Aku yang merasa jadi orang ketiga ya? " kata Jhon.

Kami tertawa.

Aku lalu mendekati Piank dan memeriksa kondisinya sebelum pulang.

" Semua baik. Kamu hanya perlu minum obat teratur dan jangan lupa ganti perbannya" kataku.

" Aku nggak bisa bayangkan. Punya istri seorang Dokter itu pasti sangat merepotkan " kata Piank

Aku membulatkan mata.

" Apanya yang merepotkan? " tanyaku ingin tahu.

" Sakit ringan aja pasti di suruh minum obat teratur " jawab Piank.

" Yakin nggak sebaliknya? Pura - pura sakit biar dapat perhatian " kata Jhon.

Aku tersenyum.

" Jadi Piank sudah boleh pulang kan? " tanya Jhon.

Aku mengiyakan.

Jhon mengemasi barang - barang Piank. Tidak lama kemudian Kami keluar bersama - sama.

" Aku pulang dulu, Phi " kata Piank setelah mengurus biaya administrasinya.

" Hati - hati di jalan " kataku sambil memeluk Piank.

" Sudah peluknya! Rumah kontrakan Piank nggak begitu jauh dari sini." ujar Jhon.

" Ih.. Jhon cemburu! " kataku sambil mencubit pelan lengannya.

Jhon tertawa sambil menuntun Piank ke mobil.

Aku akan berbalik arah ketika Dewi tiba - tiba datang.

" Apalagi sih, Wi " kataku.

" Dokter Phia, Aku penasaran dengan ucapan Dokter Genta tadi " kata Dewi

" Yang mana? " tanyaku

" Lamaran " jawab Dewi.

" Aku beritahu Kamu Suster Dewi, Dokter Genta tidak pernah menarik kata - katanya. Kamu mengerti maksudku? " kataku.

Dewi tersenyum senang.

" Udah ah! Aku mau kembali ke ruanganku " kataku sambil melangkah pergi.

" Dokter Phia! " panggil Dewi lagi

Aku berbalik.

" Dokter Edwin memanggil Dokter Phia ke ruang kerjanya " kata Dewi.

Aku tidak menjawab. Aku meneruskan langkahku ke ruanganku. Aku malas menemui Dokter Edwin.

Di ruangan tampak sunyi. Sepertinya Vera dan Genta ada tugas.

Ya sudahlah. Aku menemui Dokter Edwin aja.

Aku mengetuk pintu sebelum masuk ke ruang kerja Dokter Edwin.

" Masuk " kata orang yang mungkin adalah Dokter Edwin

Aku masuk dan langsung duduk di hadapan Dokter Edwin.

Dokter Edwin memperhatikan wajahku. Aku kalang kabut.

" Ada apa di wajahku? " tanyaku.

" Nggak ada apa - apa " katanya.

" Kenapa memanggilku? " tanyaku.

" Entahlah! Aku hanya suka " katanya.

" Ih! Karna Kamu suka makanya bisa memanggil orang seenaknya " kataku kesal.

" Kamu nggak ada tugas lagi kan? Pasien yang juga mantan pacarmu itu sudah pulang bersama Malaikat pelindungmu kan? " ujar Edwin santai.

" Aku malas berdebat! " ucapku.

" Maka kita jangan berdebat " kata Edwin.

" Sebenarnya maumu apa sih? " tanyaku gusar.

" Aku suka padamu semenjak Kamu memasuki lift itu " Kata Edwin

" Trus kenapa kamu cuek? " tanyaku.

Dia tersenyum.

" Kalau Aku nggak cuek apa mungkin sekarang Kamu sudah jadi kakasihku? " katanya.

" Dokter Edwin juga butuh kekasih? " tanyaku meledek.

" Aku hanya ingin punya satu kekasih yang nantinya akan jadi istriku " jawabnya.

" Good luck deh! Selamat mencari " kataku sambil berdiri ingin pergi.

" Sudah ketemu " katanya

" Ya udah. Congratulation! " ujarku.

" I love you, Phia " ucap Edwin.

Aku terperangah.

" But I'm not " kataku

" Benarkah? Aku selalu mendapatkan apa yang kumau. " ujarnya.

" Terserah deh " kataku sambil keluar dan tak menoleh lagi.

Dokter Edwin benar - benar berbeda dengan Dokter Edward. Bukan hanya dari cara berpakaian tapi juga perilakunya.

Tapi memang sih, Dokter Edwin itu termasuk type Pria paling di cari oleh Wanita. Tapi sepertinya tidak termasuk Aku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!