Ujian akhir Nasional telah tiba. Semua berjalan lancar selama 3 hari. Setelah itu hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan.
Aku senang membayangkan akan masuk kuliah kedokteran setelah lulus. Dan lebih senang lagi mengetahui Piank juga akan kuliah di Universitas yang sama denganku meskipun beda jurusan.
Tiba - tiba ada keinginan untuk menelpon Piank. Kuambil ponselku dan menelponnya. Tapi nomornya tidak aktif. Kutinggalkan pesan berharap dia membacanya nanti.
Namun, sampai pengumuman kelulusan dia tak kunjung menghubungiku. Aku sudah berkali - kali menelponnya tapi nomornya tetap tidak aktif. Kutanya Riani dia juga tidak tahu.
Hingga pada Minggu siang, Jhon Aria datang menemuiku. Pakaiannya rapi. Dia memakai jas yang sangat pas di tubuhnya. Dia juga membawakan aku sebuah baju pesta. Jhon menyuruhku memakainya.
" Dandanlah secantik mungkin." katanya.
" Memang kita mau kemana " ucapku enggan.
" Ayolah. Nanti juga kamu akan tahu" katanya memaksaku.
Aku akhirnya menurutinya.
" Apa sudah cukup cantik? " tanyaku bercanda.
Dia mengangguk. Ada yang aneh dengan sikapnya.
" Ayo pergi " ajaknya.
Aku pun ikut dengannya ke sebuah gedung. Tampaknya Jhon Aria membawaku ke pesta pernikahan. Tiba di dalam gedung alangkah kagetnya Aku melihat siapa yang ada di pelaminan. Aku ingin keluar tapi di cegah oleh Jhon.
" Kendalikan dirimu, Phi " bisik Jhon seraya menggandengku ke pelaminan untuk menyalami sepasang mempelai.
Aku berusaha membendung air mataku. Ternyata ini alasan Piank tidak pernah menghubungiku. Bahkan nomornya pun sudah tak aktif lagi. Dia menikah dengan Annisa.
Mamanya Memelukku saat Aku menyalaminya. Bapaknya menepuk bahuku pelan. Dan Piank... Aku tak kuasa lagi menahan air mataku saat Piank memelukku erat. Sekilas kulihat Annisa tertunduk. Aku segera melepaskan pelukan Piank Dan menyalami Annisa. Dia tersenyum getir. Aku pun segera turun dari panggung pelaminan. Jhon segera membawaku keluar dari gedung.
Dia kemudian mengantarku pulang.
Ada rasa perih di hatiku yang tidak bisa kujelaskan.
" Annisa hamil. Itu sebabnya Piank harus menikahinya " kata Jhon setibanya kami di kos.
Aku terperanjat mendengar penjelasan dari Jhon.
" Jadi mereka masih pacaran? " tanyaku
Jhon mengangguk.
" Mereka bukan pasangan yang mudah putus, Phi. Annisa itu pacar Piank yang pertama. Walau mungkin cinta pertamanya adalah kamu" lanjut Jhon.
Aku terdiam. Tidak ada lagi yang bisa ku ucapkan. Aku merasa jiwaku kosong.
Jhon pamit pulang. Dia memintaku merelakan yang terjadi.
Saat ini Aku merasa ada anak panah yang menancap langsung di jantungku. Seperti inikah rasanya kehilangan.
Kahlil Gibran pernah menuliskan dalam karyanya " Bahwa sesuatu baru akan terasa berarti saat Kau kehilangannya ".
Hahahaha... Aku menertawai diriku sendiri. Aku yang awalnya ingin balas dendam karna di jadikan taruhan, kini harus merasa sakit untuk yang kedua kalinya.
Tapi kemudian Aku sadar bahwa ini sudah menjadi takdirku. Aku harus menjalaninya dengan lapang dada.
...----------------...
" Hai, Phi " sapa Riani di sekolah.
" Hai, Ri. Sebentar lagi kita berpisah. Jadi sebaiknya kamu jangan aneh - aneh " kataku
Riani tertawa
" Jangan khawatir! Aku adalah sahabatmu yang akan berpikir seribu kali sebelum menyakitimu " ucap Riani sambil tertawa.
" Sepertinya Aku pernah mendengar kalimat itu entah dimana " kataku.
" Yee...! " kata Riani sambil mendorong tubuhku pelan.
Tidak lama kemudian muncullah Rio, pacar Riani.
" Hai, Sephia! " sapa Rio dengan nama lengkapku.
" Hai, Rio " balasku.
" Sisa tangis semalam " tanyanya sambil menunjuk ke arah wajahku.
Aku melirik Riani.
" Mata... agak bengkak dikit " kata Riani.
" Masa sih? Padahal Aku nggak nangis lho. " kataku.
Riani dan Rio mencibir.
Aku tertawa
" Santai aja, Phi. Masih banyak cowok ganteng di luar sana " ucap Rio.
Aku tersenyum.
" Kantin yuk! " Ajak Rio
Aku dan Riani setuju.
Di kantin ternyata ada Jhon Aria sedang ngumpul bersama teman - temannya.
" Ngapain anak SMU 1 nyasar di sini? " tanya Rio pada Jhon.
Jhon tersenyum sambil melirikku.
Aku kemudian duduk di sampingnya.
" To, pinjam gitar dong " pinta Jhon pada Anto, temannya.
Di mainkannya gitar itu. Dan menyanyikan lagu " Tentang perasaanku milik Irwansyah ". Semua yang ada di situ mendengarkan dengan seksama.
" Lagu pernyataan cinta buat siapa tu..? " ujar salah satu teman
" Hm.. Ehm.. ! " Riani berdehem seraya melihatku. Semua jadi ikut melihat ke arahku.
Aku diam saja.
" Gimana Phi? Di Terima nggak? " tanya Rio dengan gaya usilnya.
" Iya, Phi. Terima aja. Piank juga udah nikah. " kata temannya yang lain.
Mendengar itu, Jhon berdiri dan menarikku. Dia mengajakku pergi dengan motornya.
Di sekolahku jika sudah selesai ujian apalagi sudah pengumuman kelulusan, anak - anak itu bebas. Bisa datang kesiangan dan bisa pulang kapan saja mereka mau.
Jhon berbelok ke kiri di persimpangan. Aku pikir mau ke sekolahnya. Ternyata tidak.
Melewati jalan yang sepanjang pinggirannya di tumbuhi pepohonan. Sungguh hijau dan indah. Aku melihat ada beberapa anak sekolah seperti kami sedang duduk di bawah pohon. Mereka seperti berpasang - pasangan.
" Hai, Jhon! " panggil salah satu dari mereka.
Jhon mengangkat tangannya.
Mereka melihat ke arahku dan kulihat mereka membahas sesuatu. Dan mengangguk seperti telah paham.
Jhon menghentikan motornya di sebuah tempat yang lapang dan agak tinggi. Ada laut yang terbentang luas di hadapanku. Saat Aku melihat ke bawah, banyak karang yang berjejer.
" Cantik " ucapku
" Mau turun ke bawah? " ajak Jhon.
" Caranya? " tanyaku karna tidak melihat ada jalan untuk ke bawah.
Jhon menarik tanganku dan berjalan mendekati rimbunan tanaman. Ternyata di baliknya ada tangga beton yang agak panjang ke bawah.
Aku menapaki satu persatu anak tangga. Kulihat Jhon mengambil gambarku dengan ponselnya.
Di bawah ternyata jauh lebih indah.
" Kamu sepertinya nggak pernah ke sini? " kata Jhon.
Aku menggeleng.
" Piank suka kemari. Aku sering melihatnya berdiri di sana " kata Jhon sambil menunjuk.
" Sama siapa? " tanyaku
Jhon tersenyum.
" Sendiri " katanya.
" Terkadang dia hanya bersamaku " katanya lagi
" Kamu tahu, ide menjadikanmu bahan taruhan itu lahir di sini " katanya sambil melirikku.
" Benarkah? " tanyaku
Jhon mengangguk.
" So, Phi. Kamu bisa berjalan ke laut dan menenggelamkan diri jika hatimu terlalu sakit. Atau kamu tidak perlu melakukannya karna masih ada Aku" ujar Jhon
Aku menatap Jhon. Dia selalu seperti itu. Tanpa basa - basi.
Dia juga menatapku. Kami bertatapan sejenak. Lalu Aku membuang tatapanku ke arah dimana Piank sering berdiri menurut Jhon.
Jhon menghela nafas panjang.
" Beri Aku waktu untuk menyembuhkan rasa sakitmu, Phi " katanya.
Aku melihatnya sambil tersenyum
" Kamu tidak bersalah. Rasa sakitku bukan tanggun jawabmu " kataku pelan sambil berjalan ke arah tangga.
Kami meninggalkan pantai. Jhon mengantarku kembali ke kos.
Tiba di Kos, Aku melihat Annisa sedang duduk di ruang tamu.
Aku dan Jhon kaget.
" Ngapain kamu di sini, Nis? " tanya Jhon pada Nisa.
Nisa tersenyum sinis
" Jauhi Piank. Bahkan dalam mimpimu! Dia sudah menikah denganku! "Kata Annisa sengit
Aku hanya diam
" Kamu tahu, karna dia memutuskan hubungan kami maka Aku menjebaknya. Aku pura - pura hamil" Kata Annisa.
Aku dan Jhon kaget mendengar penuturan Annisa.
" Kamu perempuan jahat, Nis " kata Jhon
" Phia yang jahat! Tidak punya perasaan. Merampas pacar orang " Ucap Annisa penuh amarah.
" Lalu buat apa kamu kemari? Piank sudah jadi milikmu, kan? ucapku
" Ya. Dan Aku perlu menegaskannya padamu secara langsung, Phi " ujar Annisa sinis.
" Pulanglah, Nis! Kamu nggak perlu mencari gara - gara dengan phia." kata Jhon seraya menarik tangan Annisa keluar.
Annisa menarik tangannya.
" Aku bisa keluar sendiri! " ucap Annisa dengan nada marah.
Aku menghempaskan tubuhku di sofa. Bukan rasa sakit hati yang kurasakan tapi rasa benci dan marah pada Annisa.
" Dasar penyihir! " Sari masuk sambil memaki. Sepertinya dia juga baru pulang sekolah.
" Ada apa? " tanya Jhon pada Sari.
" Tuh, perempuan tadi ada masalah apa sih? Sengaja nabrak Aku sampai jatuh. " jelas Sari kesal.
Aku dan Jhon tertawa.
Sari lanjut ke kamarnya di susul Jhon yang pamit pulang.
Ada symphony patah hati di jiwaku.
" Semoga Engkau hidup bahagia, Piank "
Harapan itu muncul begitu saja di hatiku.
Harapan yang tulus dari seseorang yang di tinggalkan.
Kenyataan memang pahit. Namun, jika tidak terungkap maka Aku akan hidup dalam prasangka dan kepalsuan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments