BAB 12. Rencana kuliah

Sudah sebulan Aku merawat Ibu Robby ( sebenarnya Beliau lebih sering di panggil Bu Nina).

Keadaannya mulai membaik. Mungkin beberapa hari lagi Beliau akan sehat seperti sedia kala.

" Phi, Kalau Ibu sudah sehat, Kamu tidak perlu merawat Ibu lagi. Ibu akan kembali bekerja. " ucap Bu Nina di suatu sore saat Aku menemaninya di kamar.

Aku mengangguk.

" Terus apa rencanamu setelah ini? Kamu mau bekerja di perusahaan kosmetik Ibu? " tanya Bu Nina.

" Aku ingin Kuliah lagi, Bu. " kataku.

" Itu juga bagus. Kamu masih sangat muda. Berapa umurmu sekarang? " tanya Bu Nina lagi.

" 18 tahun, Bu " jawabku.

Beliau mengangguk - anggukkan kepalanya.

" Tolong ambilkan kotak yang ada di lemari Ibu " pinta Bu Nina.

Aku beranjak mengambil kotak yang di maksud lalu memberikannya pada Bu Nina.

Beliau membuka kotak itu dan mengambil sebuah photo lama.

" Ini photo Ibu dan Ibumu. Kami dulu sangat akrab seperti saudara " kata Bu Nina dengan mata menerawang.

" Apa ini Aku dan Robby? " tanyaku sambil menunjuk bayi dan anak laki - laki kecil yang ada di photo.

Bu Nina mengangguk pelan.

" Dulu kami pernah membuat janji akan menjodohkan kalian saat dewasa. Tapi ternyata Ibumu lebih dulu di panggil yang Kuasa " Bu Nina bercerita.

" Iya, Bu " kataku.

" Kamu sudah tahu? " tanya Bu Nina.

" Siapa yang memberitahumu? Bi Ati? " lanjut Bu Nina.

" Robby, Bu. Tapi Kami berdua sudah memutuskan untuk tidak menerimanya " kataku pelan. Takut Bu Nina marah.

" Ya.. ya.. Ibu tidak bisa memaksa kalian. " Kata Bu Nina.

" Phi, Kuliahlah dengan baik. Ibu bersedia membiayaimu " ujar Bu Nina yang ku sambut dengan gelengan kepala.

" Jangan, Bu. Itu terlalu merepotkan. Phia bisa sendiri. Phia akan Kuliah sambil kerja " kataku.

Bu Nina tersenyum.

" Ibu percaya Kamu bisa. Kamu anak Ibumu. Kamu persis sepertinya. Tangguh! Tak mau di kasihani siapa pun " ujar Bu Nina dengan mata berkaca - kaca.

Kemudian beliau bangkit mengambil sebuah amplop berwarna coklat dan menyerahkannya padaku.

" Apa ini, Bu? " tanyaku ragu.

" Yang ini tidak boleh kamu tolak. Kamu akan membutuhkannya untuk membayar uang kuliahmu di awal semester dan sewa rumah." kata Bu Nina tegas.

Iya. Bu Nina benar. Biaya Kuliah kedokteran membutuhkan banyak uang. Pikirku

" Tapi, Bu.. " Ucapanku terpotong oleh ucapan Hush! Bu Nina.

" Sekarang pulanglah. Persiapkan Segalanya " kata Bu Nina.

" Tapi, Bu. Aku sudah terlambat untuk mendaftar. Aku akan menunggu tahun depan " kataku menjelaskan.

" Di Universitas mana kamu akan mendaftar? " tanya Bu Nina.

" Rencana Phia kemarin ingin kuliah di Makassar tapi sekarang Phia ingin Kuliah di Samarinda " kataku.

" Kamu sudah yakin? Samarinda itu jauh lho. "tanya Bu Nina.

" Iya, Bu. Phia yakin. " jawabku.

Bu Nina menarik nafas.

" Ibu bisa membantumu agar kamu bisa Kuliah tahun ini. Kamu hanya perlu rajin belajar " ucap Bu Nina.

" Sekarang pulanglah. Siapkan segala sesuatu yang akan kamu bawa. Minggu depan Kamu bisa berangkat. " kata Bu Nina menyuruhku pulang.

" Phia mengucapkan banyak trimahkasih untuk keluarga Ibu " kataku.

Bu Nina mengangguk sambil memelukku.

Aku pun pulang dengan hati yang riang.

Tiba di rumah Aku melihat Vio dan Tante Dian, tetangga kami yang baik hati sedang duduk di teras.

" Phia, sudah pulang " sapa Tante Dian.

" Iya, Tan. Bu Nina sudah sehat jadi Aku boleh berhenti merawatnya " kataku.

" Trus Kamu mau kerja dimana? " tanya Tante Dian lagi.

" Minggu depan Aku akan ke Samarinda untuk Kuliah " kataku.

Tante Dian kaget.

" Jauh banget sih Phi Kuliahnya. Nggak bisa di pulau ini aja? kata Tante Dian.

" Aku ingin mencari suasana baru, Tan. Lagi pula di Samarinda mungkin banyak lowongan kerja. Jadi, Aku bisa Kuliah sambil kerja " kataku mencoba menjelaskan tujuanku.

Tante Dian mengangguk - anggukkan kepalanya tanda mengerti.

" Lha, Vio ikut? " tanya Tante Dian saat melihat Vio.

Aku menggeleng.

" Vio masih sekolah, Tan. Nanggung kalau mau pindah. Sudah kelas 3 " kata Vio.

" Trus kamu sama siapa? " tanya Tante Dian tanpa bosan.

" Kan ada Tante Dian. " jawab kami serempak.

Tante Dian tertawa.

" Iya.. iya.. yang penting di sana Kamu jaga diri yang baik, Phi. Jangan bergaul sembarangan " kata Tante Dian memberikan wejangannya.

Aku mengangguk.

Kami bertiga mengobrol sampai hari mulai senja.

Tante Dian pamit. Aku dan Vio masuk ke dalam rumah.

" Kak, malam ini kita ke cafe yuk! " ajak Vio.

" Cafe mana? " tanyaku

" D' insecure " jawabnya.

" Hah! Kamu ada - ada aja! Itu cafe yang mana? " tanyaku. Baru kali ini Aku mendengar nama Cafe itu. Setahuku di kota ini nggak ada Cafe dengan nama itu.

" Ada. Itu milik Kak Mala. Pembukaannya malam ini " kata Vio.

Hah! Kak Mala buka Cafe di sini? tanyaku dalam hati.

" Gimana, Kak? " tanya Vio mengejarku ke kamar.

" Iya. Kak Phia mau mandi dulu " jawabku seraya mengambil handuk.

" Kata Kak Mala, teman - teman Kakak waktu SMU banyak yang datang lho " kata Vio saat Aku di kamar mandi.

Pukul 20.00

" Pas! Kita jalan sekarang yuk, Kak " ujar Vio.

Aku mengangguk.

Vio memanggil Taxi.

Kami tiba di depan Cafe yang di maksud Vio. Ternyata sudah sangat ramai pengunjung.

" Masih ada tempat nggak? " kataku pada Vio.

Vio menarik tanganku masuk ke Cafe.

Wah! Indah banget! Ada panggung buat anak Band juga.

" Hei, Vio.. Phia..! " panggil Kak Mala.

" Hai, Kak Mala. Cafe - nya bagus. " pujiku.

Kak Mala tersenyum.

" Ini malam pembukaan. Makan minum gratis, jadi ramai " bisik Kak Mala.

Aku tersenyum.

" Berarti Aku dan Vio datang ke tempat yang benar " balasku.

Kak Mala tertawa.

" Ntar lagi Band - nya Jhon tampil.

" Dia bukannya lagi ngurus kuliah ya Kak? " Kataku

" Udah. Tinggal nunggu masuknya aja " jawab Kak Mala.

Aku mengangguk mengerti.

Aku menoleh saat mendengar suara gitar akustik.

Ternyata Jhon.

Tidak lama kemudian teman Band - nya waktu sekolah juga naik ke panggung.

Mereka membawakan lagu pembuka " Tentang Perasaanku " milik Irwansyah.

Dia membawakannya dengan sangat baik.

Aku tersenyum setiap kali dia menunjukku.

Lagu Irwansyah selesai.

Penonton bertepuk tangan meriah.

Lanjut dengan lagu kedua.

Dia memintaku naik ke panggung.

Aku menggeleng.

Pengunjung Cafe meneriakkan namaku.

Akhirnya Aku naik ke panggung dengan terpaksa.

Kami menyanyikan lagu " Cukup di kenang saja " milik the Junas.

Tak di sangka pengunjung Cafe ikut bernyanyi. Jadilah suasana seperti di hari Valentine.

Mungkin lagu itu mewakili perasaan Aku dan Jhon, juga beberapa pengunjung malam ini.

Cukup di kenang saja..

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!