Malang tak dapat di tolak. Seminggu setelah kepulanganku ke rumah, Bapak, Ibu, serta Vio adikku mengalami kecelakaan mobil. Bapak dan Ibu meninggal di tempat. Sedang Vio kritis. Aku merasa sangat terpukul.
Saat pemakaman Orang tuaku, Jhon Aria dan keluarganya datang melayat. Jhon berusaha menghiburku. Bahkan dia tinggal beberapa hari di rumah untuk membantuku meyelesaikan beberapa urusan . Termasuk menjaga Vio di Rumah sakit.
Setelah peringatan ke - 7 Orang tuaku, Jhon pamit pulang. Dia harus pergi untuk mengurus pendaftaran kuliahnya.
" Phi, tidak usah sungkan untuk meneleponku jika kamu butuh. " Ucap Jhon sebelum pergi.
Aku mengangguk sedih.
Sekarang Aku sendirian. Vio bahkan masih kritis. Kata dokter Vio harus di operasi. Biayanya lebih dari seratus juta. Aku harus dapat uang darimana? Rasanya tidak mungkin jika rumah peninggalan Orang tuaku harus ku jual. Lalu dimana kami akan tinggal?
Aku benar - benar bingung.
" Hei, ada apa denganmu? Aku perhatikan kamu sangat sedih " Kata seseorang.
Aku mengangkat wajah dan kulihat seorang Pria muda yang kira - kira berusia 25 tahun sedang menatapku.
" Nggak apa - apa, Kak " jawabku.
" Siapa yang sakit? " tanyanya.
" Adik " jawabku.
" Rob.. bisa kita bicara tentang kondisi Ibumu? " kata seorang dokter yang datang menghampiri kami.
" Bisa, Dok " kata Pria yang ternyata bernama Robby.
" Tunggu Aku di sini. Jangan kemana - kemana " katanya sebelum langkahnya mengikuti Dokter.
Aku kembali termenung.
Tidak berapa lama kemudian, Pria itu kembali.
" Hei, Aku pikir kamu sudah pergi " Katanya.
" Kapan Adikmu akan di operasi? " tanyanya lagi.
" Heh.. " kataku heran. Darimana Pria ini tahu. Apakah dia bertanya pada Dokter itu?
" Aku tahu dari dokter yang merawat adikmu " katanya.
Aku terdiam. Tidak tahu harus mengatakan apa.
" Aku mau membantumu membayar biaya operasi adikmu, tapi kamu juga harus mau membantuku " katanya.
Aku kaget mendengar tawarannya.
" Membantumu apa? " tanyaku
" Merawat Ibuku " katanya.
Aku tidak menjawab
Tiba - tiba Aku lihat dua perawat dan seorang Dokter berlari ke ruangan Adikku. Aku terperanjat. Aku segera berlari melihatnya.
" Adikmu harus segera di operasi. " kata dokter.
Tanpa menunggu jawabanku Dokter menyuruh dua perawat itu untuk membawa adikku ke ruang operasi.
Aku mengikutinya sampai di depan pintu ruang operasi.
" Anda di minta untuk mengurus biaya operasinya " kata seorang perawat mendatangiku.
Aku bingung. Aku sama sekali tidak memiliki uang.
" Mbak, mengenai biaya operasi adik Aku... " Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa.
" Udah mbak. Udah di bayar sama Mas Robby " kata perawat yang ada di bagian resepsionis.
Aku kaget. Segera Aku mencari Robby. Tapi tidak ketemu.
Aku kembali ke depan ruang operasi adikku. Seorang dokter keluar dari sana.
" Adikmu telah melalui masa kritisnya. Operasinya berjalan lancar. Kamu bisa menemuinya ketika dia sudah di pindahkan kembali ke ruangannya " jelas Dokter itu.
Aku mengangguk.
Aku kembali ke ruang resepsionis.
" Mbak, ruangan Ibu dari Robby dimana ya? " tanyaku hati - hati.
" Oh, Mas Robby sudah membawa pulang Ibunya. Baru aja " jawab perawat tsb.
" Oh.. kalau begitu terimakasih " ucapku seraya pergi.
" Mbak, namanya siapa " tanyanya
" Phia " Jawabku.
" Sephia?" lanjut perawat itu.
" Iya " jawaku heran. Apa perawat ini mengenalku?
" Mas Robby tadi menitipkan ini " kata perawat itu sambil menyerahkan secarik kertas.
Aku membaca tulisan di kertas itu adalah sebuah Alamat.
" Mungkin ini alamat rumahnya " pikirku.
Aku kembali ke ruangan adikku. Mungkin dia sudah di pindahkan dari ruang operasi.
Benar saja. Vio sudah berbaring di sana.
" Vi, yang kuat ya. Aku nggak punya siapa - siapa lagi selain kamu " bisikku sambil menggenggam tangannya.
Tanpa kusadari Aku tertidur di sisi Vio. Mungkin karna sudah sangat kelelahan.
" Kak, kak Phia "
Aku terbangun. Kulihat Vio sudah sadar.
" Vio.. akhirnya kamu sadar " kataku sambil menitikkan air mata.
" Kak, bapak dan Ibu bagaimana? " tanyanya.
Aku tidak menjawab. Bagaimana caranya memberi tahu dia bahwa Bapak sama Ibu sudah tiada.
" Kak, apa terjadi sesuatu pada mereka? Apa mereka sudah pergi? tanyanya.
Aku mengangguk sambil menahan tangis.
Vio terisak. Aku memeluknya.
" Udah.. masih ada Kakak " ucapku lembut.
" Vi, kamu Istirahat dulu ya. Kakak harus pergi ke rumah orang yang sudah membayar biaya operasimu." kataku.
" Siapa? Apa Kakak meminjam uang padanya? " tanya Vio seperti orang yang merasa bersalah.
" Nggak Vi. Dia membayarnya tanpa sepengetahuan Kakak. Tapi dia meninggalkan alamatnya. " jelasku
Vio mengangguk. Dia memejamkan mata. Aku membetulkan letak selimutnya.
" Aku pergi dulu, Vi " bisikku
...****************...
Aku tiba di alamat yang ada di secarik kertas itu. Jaraknya hanya 2 KM dari Rumah sakit. Rumah yang besar. Aku segera menekan bel yang menempel di pagar. Tidak lama kemudian seorang wanita tua kira - kira berusia 60 tahun keluar membuka pagar.
" Non Sephia? " tanyanya.
" Iya Bi " jawabku sopan.
" Mari Non. Nak Robby sudah menunggu di dalam " kata Bibi itu mengajakku masuk.
" Ayo masuk! Nak Robby ada di kamar Ibunya " katanya saat melihatku ragu untuk masuk.
Aku mengangguk.
Tok.. tok.. tok..!
Bibi mengetuk pintu.
" Masuk! " terdengar jawaban dari dalam.
" Masuklah " kata Bibi menyuruhku masuk ke kamar.
Setibanya di dalam, Aku melihat Robby sedang berbicara dengan Ibunya.
Robby melihat ke arahku. Dia tersenyum kemudian berdiri mengambil kursi untukku.
" Kemarilah. Duduk dekat Ibu" katanya
Aku mendekat dan duduk di dekat Ibunya.
" Dia Phia, Bu. Dia yang akan merawat Ibu. " katanya.
Ibunya melihatku sambil tersenyum.
" Apa kamu sudah tanya dia bersedia apa nggak merawatku? " tanya Ibunya.
" Biasanya Kamu suka memaksakan keinginanmu tanpa bertanya terlebih dahulu " lanjut Ibunya.
Ibunya lalu menatapku
" Saya mau, Bu. Tapi maaf bila nantinya Saya kurang cekatan saat mengurus Ibu " kataku.
Kulihat Robby tersenyum
" Nggak usah sungkan sama Ibu. Kata Aku nggak usah di ganti saya. Ya kan, Bu? " ucap Robby sambil tertawa pelan.
Ibunya mengangguk.
" Baiklah, Kamu bisa mulai kerja besok. Aku sudah tulis apa saja yang harus kamu lakukan saat merawat Ibu. " kata Robby.
Aku berdiri kemudian pamit pada Ibunya Robby.
Robby mengantarku sampai di pintu.
Dia memberiku sebuah amplop.
" Ambillah. Kamu pasti membutuhkannya. " katanya
Aku membuka amplop itu dan kemudian menyerahkan lagi pada Robby.
" Nggak Mas. Aku sudah punya hutang yang banyak sama Mas Robby. Aku takut tidak bisa mengembalikannya. " kataku
Robby tertawa pelan mendengar ucapanku.
" Ambillah! Atau Aku akan menyuruhmu mengembalikan uang operasi adikmu sekarang " ujarnya memaksa.
Aku terpaksa menerima pemberiannya.
Aku pamit dan kemudian kembali ke Rumah Sakit.
Di sisi lain, yaitu di rumah Robby..
" Robby, apa benar itu Sephia anak dari Rita? " tanya Ibunya.
" Iya, Bu. Aku sudah mencari tahu. Baru - baru ini Bapak dan Ibu tirinya meninggal dalam kecelakaan mobil. Sedang adiknya ada di rumah sakit. Aku membiayai operasinya." jelas Robby.
Ibunya mengangguk - anggukkan kepalanya.
" Aku senang kamu membawanya kemari untuk merawat Ibu. " kata Ibunya.
" Sebenarnya ada apa, Bu? Kenapa Ibu selalu menyuruhku untuk mencari Sephia anak dari Bu Rita? " tanya Robby.
" Ada janji yang harus Ibu tepati pada Almarhum Rita " kata Ibunya.
" Janji apa, Bu? " tanya Robby penasaran.
" Untuk menjodohkanmu dengan Sephia " jawab Ibunya.
" Apa?! " kata Robby kaget
" Aku sudah bertunangan, Bu! " Kata Robby dengan nada keras.
" Kalau Ibu punya dua anak laki - laki, Ibu tidak akan menyuruhmu jika kamu menolak " kata Ibunya sambil naik ke ranjangnya.
Robby meninggalkan kamar Ibunya dengan perasaan tak menentu.
Dia kemudian pergi ke Rumah Sakit untuk menemui Phia.
Setibanya di Rumah Sakit, dia langsung ke ruangan tempat Vio di rawat.
Dia mendengarkan percakapan Phia dan adiknya. Membuatnya membatalkan niatnya untuk langsung masuk ke kamar.
" Kak, kita jual aja rumah peninggalan Bapak. Biar kakak bisa melunasi hutang pada Mas Robby " ucap Vio
" Jangan. Kita mau tinggal dimana? Kalau kita ngontrak rumah malah semakin susah. Kontrakan sekarang mahal - mahal " kata Phia.
" Tapi apa kakak sanggup merawat Orang sakit? Apa kakak tidak akan merasa bosan? " lanjut Vio.
" Nggak. Ibu Mas Robby baik. Kakak akan menganggapnya sebagai Ibu sendiri biar tidak ada yang namanya bosan " jelas Phia sambil tersenyum.
Robby yang mendengarnya ikut tersenyum. Dia merasa tersentuh oleh ketulusan Phia.
Dia pun pulang ke rumah dan membatalkan niatnya untuk menemui Phia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 20 Episodes
Comments