“Bodoh! Dasar anak ceroboh! Berlutut!”
Perdana menteri, Liu Wang memarahi Liu Erniang di dalam aula utama keluarga. Liu Erniang berlutut di lantai bersama pelayannya, disaksikan Liu Wang dan Gao Hui, istri perdana menteri. Di aula besar tersebut, Liu Wang berkacak pinggang sambil berjalan mondar-mandir, mulutnya tak berhenti menggerutu.
“Ayah, aku hanya ingin Liu Qingyi mati! Siapa suruh dia merebut Raja Changle dariku!”
Liu Wang makin marah. Ia menampar wajah putri bungsunya sampai memerah. Istrinya hanya menghela napas melihat kelakuan suami dan anaknya. Liu Wang begitu murka karena Erniang berbuat ceroboh.
Putri bungsunya telah membuat kesalahan dengan mengirimkan pembunuh untuk meracuni Xiao Junjie dan ingin mengkambinghitamkan Liu Qingyi.
Semalam, ia memergoki salah satu bawahannya pulang dalam kondisi terluka ke kediaman. Bawahannya itu mengatakan ia sudah menyelesaikan tugas dari Nona Erniang namun diserang pembunuh lain. Saat itu sudah hampir fajar. Liu Wang tahu itu akan mendatangkan bencana, kemudian ia membunuh bawahannya dan membuangnya ke tepi sungai.
“Dasar gadis bodoh! Untuk apa menikah dengan pangeran penyakitan sepertinya?”
Liu Erniang tetap tak menyadari kesalahannya.
“Kau pikir siapa Raja Changle? Meskipun dia tidak punya kekuasaan besar, dia tetap seorang pangeran bergelar raja! Jika kau ingin menikah, mengapa tidak memilih pangeran lain yang masa depannya jauh lebih menjanjikan?”
Liu Wang tak habis pikir mengapa ia mempunyai putri bodoh seperti ini. Sejak kecil, Liu Wang berusaha menampilkan yang terbaik agar putri bungsunya bisa menikah dengan keluarga kerajaan, tapi tidak ia sangka kalau putrinya itu malah semakin bodoh dan tidak mengerti apapun.
“Kamu pikir siapa Xiao Junjie? Dia adalah Pangeran Permaisuri! Keluarganya adalah bangsawan besar, dan dia adalah Pangeran Kecil yang diangkat langsung oleh Kaisar. Jika sampai masalah ini tersebar, kediaman Perdana Menteri akan hancur!”
Liu Erniang paling takut dengan kematian. Sejak kecil, ia berusaha menampilkan yang terbaik. Ia dididik untuk menjadi wanita penguasa harem, dicalonkan menjadi permaisuri oleh perdana menteri dan istrinya.
Ia selalu berusaha menampilkan yang terbaik, karena ia tahu jika ia tidak berguna, ia akan ditendang keluar oleh orang tuanya sendiri. Liu Erniang membayar mahal untuk semuanya.
Melihat putrinya menangis, Liu Wang menghela napas. Untung saja dia sudah menyingkirkan bawahannya untuk berjaga-jaga. Jika tidak, seluruh orang di kediaman perdana menteri akan dihukum atas percobaan pembunuhan anggota keluarga kerajaan dan bisa dipenggal tujuh turunan.
“Niang’er, apa kau sudah tahu kesalahanmu?” tanya istri perdana menteri. Liu Erniang mengangguk di sela-sela tangisannya.
Ketika kemarahan perdana menteri mulai mereda, tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara tepukan tangan yang berasal dari balik pintu aula disertai gelak tawa yang sangat keras. Mereka menoleh, terkejut dengan sosok di balik pintu yang kini tengah berjalan ke tengah aula sambil terus bertepuk tangan.
“Sungguh drama yang luar biasa! Perdana menteri, aku tidak menyangka ternyata kau dan keluargamu cukup berbakat untuk menjadi pemain sandiwara!”
Qingyi tertawa sumbang, menertawakan festival drama keluarga kuno yang baru saja ia saksikan. Perdana menteri beserta istri dan anaknya seketika tergagap, tidak menduga kalau orang yang hendak dicelakai ternyata ada di sini dan mendengarkan semuanya. Terutama Liu Erniang, dia merasa seluruh hidupnya akan habis hari ini.
“Qingyi?”
“Kakak?”
Qingyi berjalan mengitari tengah aula sambil terus bertepuk tangan. Dia berhenti di depan Liu Erniang yang masih berlutut. Qingyi mengangkat dagu Erniang, kemudian menatap wajah adiknya dengan tajam. Seulas senyum mengejek kemudian tersungging dari bibirnya yang tipis berwarna merah muda alami.
“Bagaimana rasanya berlutut dan ditampar ayahmu sendiri, adikku sayang?” tanya Qingyi.
Gadis ini begitu menakutkan ketika berhadapan dengan keluarganya sendiri. Liu Erniang tidak bisa berkata-kata, begitu pula dengan perdana menteri dan istrinya.
“Aku tidak akan terjebak trik kotormu. Sampai kapan pun, kau tidak akan pernah menang dariku,” bisik Qingyi di telinga Liu Erniang, membuat bulu kuduk gadis itu berdiri. Dia menghempaskan dagu Erniang hingga gadis itu terhunyung.
Qingyi merubah ekspresinya menjadi sedingin es. Ia menatap tajam perdana menteri dan istrinya seolah ia akan memakan mereka hidup-hidup. Ternyata benar, kediaman perdana menteri yang mengirim penjahat itu. Qingyi tidak terkejut, lambat laun ia juga akan mengalami ini sebagai akibat dari perubahan alur yang signifikan.
Tadi, dia ingin berjalan-jalan sebentar ke kediaman perdana menteri karena terlalu bosan. Siapa yang menyangka kalau ia akan menyaksikan drama keluarga yang seru di pagi hari, yang membeberkan kebenaran atas kejadian semalam. Orang-orang munafik ini benar-benar tidak seperti manusia.
“Qingyi, jika kau mengungkapkannya, kau juga akan dihukum! Bagaimanapun, kau masih keturunan Keluarga Liu!” seru perdana menteri.
“Oh ya? Apa aku perlu melihat dan menunggu? Perdana menteri, aku tidak punya waktu mengurusi urusan keluargamu. Lagipula, cepat atau lambat Baili Qingchen tetap akan mengetahui kebenarannya. Ah, aku harus mengingatkanmu lagi. Aku adalah Putri Permaisuri Changle, kuharap kalian tidak lupa bagaimana cara memanggilu,” tegas Qingyi.
Dia tidak perlu melakukan apapun. Biarkan Cui Kong dan Baili Qingchen yang membongkarnya sendiri. Qingyi berjalan keluar setelah puas menertawakan Liu Erniang dan orang tuanya. Ia merasa gerah jika terus berlama-lama di sarang serigala ini. Dengan langkah tegapnya, ia keluar dari kediaman perdana menteri.
Usai Qingyi pergi, perdana menteri dan istrinya terduduk lesu. Gadis tidak berguna itu sudah berubah menjadi singa betina yang angkuh. Kurang dari satu bulan, anak tertindas yang tidak ia sayangi berbalik menjadi ganas dan tidak tersentuh, memutuskan segala ikatan dengannya dan membersihkan tangannya dari kediaman perdana menteri.
Perdana menteri Liu Wang seperti tidak mengenali putri terbuangnya. Kharisma yang dipancarkan Qingyi mirip seperti seorang ratu yang sesungguhnya, yang memiliki kedudukan tinggi dan tidak tersentuh.
Tatapan mata tajam dan perkataan menohoknya sama sekali bukan perkataan yang bisa dikeluarkan oleh Liu Qingyi sebelum ia menikah dengan Raja Changle. Terlepas dari semua itu, perdana menteri justru menjadi lebih waspada.
Sementara itu, Qingyi mengipasi dirinya dengan kipas kain di dalam kereta. Bertamu ke rumah perdana menteri dan bersikap dingin cukup melelahkan juga. Di dalam kereta, ia tidak lagi menjaga sikap. Qingyi mengangkat kakinya ke tempat duduk, membuka sepatu dan kaus kakinya. Sikapnya tidak mencerminkan sikap seorang permaisuri keluarga kerajaan sama sekali.
“Yinghao, ayo pergi! Menahan marah juga menghabiskan tenaga,” ucapnya pada Yinghao.
Yinghao menyambut dengan semangat. Kali ini, tuannya pasti akan membeli banyak makanan lagi dan dia bisa kenyang.
“Tentu saja, Tuan!”
Qingyi menghabiskan harinya dengan berjalan-jalan di tengah kota. Ia mengunjungi beberapa restoran, mencicipi hidangan paling enak. Wisata kuliner. Jarang-jarang dirinya bisa keluar kediaman dengan bebas. Gadis itu melupakan statusnya sebagai istri seorang pangeran dan bersikap layaknya gadis biasa.
Ia menghabiskan semua uang Baili Qingchen yang diberikan dari pengurus mansion. Qingyi melepaskan semua penat dan lelahnya di sini, di tengah keramaian yang hidup. Bahkan tanpa terasa, hari sudah mulai gelap dan lampion-lampion penerang jalan sudah mulai menyala.
“Yang Mulia, hari sudah larut. Saya khawatir Yang Mulia Changle marah lagi,” ucap kusir.
Permasalahan di mansion sebelumnya belum tuntas dan ia yakin tuannya pasti marah mengetahui permaisurinya tidak ada di rumah.
“Biarkan saja, biarkan aku bersantai sebentar lagi.”
“Tapi,” kusir menggantung ucapannya.
“Apa? Kau takut Baili Qingchen menghukummu karena membiarkanku pergi tanpa seizinnya? Tenang saja. Kau tidak akan mati. Orang itu juga tidak akan mati,” ucap Qingyi. setelah mendengarnya, kusir bernapas lega.
Kereta kuda berjalan lambat. Matahari sudah tenggelam, bintang-bintang mulai tampak. Qingyi baru sampai ke mansion saat waktu diperkirakan sudah pukul delapan malam.
Penjaga mansion menutup pintu gerbang, memastikan tidak ada yang masuk lagi di jam segini. Sementara itu, para pelayan sibuk merapikan tempat tidur majikan di masing-masing kamar.
Halaman kediaman barat tampak sepi begitu Qingyi menjejakkan kakinya di sana. Lampu-lampu taman menyala, menerangi jalan yang membawa Qingyi menuju kamar utamanya. Qingyi langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, menatap langit-langit sebentar lalu memejamkan mata.
Rasanya tubuhnya benar-benar lelah. Baru saja Qingyi memejamkan mata, ia dikejutkan dengan suara tubrukan yang keras dari arah pintu. Baili Qingchen mendobrak paksa pintu kamar Qingyi, berjalan tidak tegap sambil memegangi dadanya yang terasa panas dan terbakar. Bagian ulu hatinya juga terasa sakit seperti ditusuk-tusuk ribuan jarum.
“Baili Qingchen, apa kau belum puas menyusahkanku akhir-akhir ini?” gerutu Qingyi.
Namun, ia sangat terkejut ketika melihat kondisi Baili Qingchen yang mengkhawatirkan. Keringat keluar dari tubuhnya, pria itu juga memegangi dada dan bagian ulu hatinya.
“Hei-hei-hei, apa yang terjadi?” tanya Qingyi.
“Sa..Sakit…”
Qingyi jadi panik sendiri. Ia segera memapah Baili Qingchen, membaringkannya di ranjang. Pria itu masih meringis kesakitan. Dadanya masih terasa panas dan ulu hatinya terasa nyeri. Baili Qingchen ingin muntah, namun tidak ada yang keluar dari mulutnya. Keringat dingin terus keluar membasahi pakaiannya.
Qingyi kebingungan. Baili Qingchen tiba-tiba datang dalam kondisi yang mengenaskan dan hanya mengeluarkan satu kata untuk menjawab semua pertanyaannya. Pada situasi kritis tersebut, otak Qingyi beputar cepat memikirkan penyebab kondisi Baili Qingchen menjadi mengkhawatirkan begini. Rasa panas di dada, nyeri ulu hati, mual ingin muntah, Qingyi seperti mengenali gejala itu.
“Heartburn, dyspepsia, mual…. Oh, GERD!”
Qingyi buru-buru memasang bantal tambahan untuk menyangga kepala dan bagian atas tubuh Baili Qingchen hingga posisinya lebih tinggi dari perut. Ia juga meminumkan beberapa gelas air hangat pada pria itu.
Rasa sakit yang dialami Baili Qingchen sedikit berkurang, tidak seperti biasanya. Keringat di tubuhnya sudah tidak keluar lagi, namun bukan berarti rasa sakitnya sudah hilang.
“Tuan, kau cukup tanggap juga,” ujar Yinghao di pundak Qingyi, dalam mode samaran.
“Jangan banyak bicara. Aku butuh permen karet!”
Yinghao menjatuhkan sebungkus permen karet yang diambil dari lemari ruang dimensi. Bungkusnya dibuang, lalu Qingyi menyuapkan permen karet itu ke mulut Baili Qingchen dan menyuruhnya untuk mengunyahnya.
Mulut Baili Qingchen yang semula terasa asam perlahan merasakan manis. Panas di dada dan tenggorokannya hampir hilang sepenuhnya. Matanya menatap sayu pada Qingyi yang sedang duduk di samping ranjang.
Qingyi melipat tangannya di dada, menatap Baili Qingchen yang tampak seperti orang baru melahirkan. Ia tiba-tiba kesal setelah sadar kalau ia sempat panik.
Suaminya ini mengalami gejala asam lambung naik, yang menyebabkan rasa terbakar di dada, nyeri ulu hati, mual dan mulut terasa asam. Setelah Qingyi menyadarinya, ia benar-benar merasa konyol sekali.
“Kamu tunggu di sini! Kupikir kenapa, ternyata hanya asam lambung. Benar-benar membuat orang panik!”
Baili Qingchen yang masih lemas mengantar kepergian Qingyi dengan gerakan mata. Setelah gadis itu hilang di balik pintu, Baili Qingchen menutup matanya sejenak. Beberapa saat yang lalu, penyakitnya tiba-tiba kambuh.
Langkah kakinya membawa dia ke kediaman barat tanpa sadar. Karena sudah tidak kuat, Baili Qingchen langsung menerobos masuk ke kamar Qingyi tanpa mengetuk pintu.
Aneh, pikirnya. Gadis itu langsung tahu cara menangani penyakitnya dengan tepat. Bahkan tingkat kesembuhannya jauh lebih tinggi dan lebih cepat dari pengobatan biasanya.
Dulu jika penyakitnya kambuh, Baili Qingchen memerlukan waktu hingga dua hari untuk pulih. Gadis itu menyembuhkannya dalam hitungan menit, caranya mengobati juga begitu sederhana.
Para tabib yang mengobatinya kebanyakan menggunakan akupuntur serta bahan-bahan herbal barulah bisa menekan rasa sakitnya. Hari ini Baili Qingchen malah dibuat tercengang karena gadis ini punya metode pengobatan yang begitu sederhana dan tidak ribet.
Meski ia tidak tahu arti istilah yang dikatakan gadis itu tadi, ia harus bersyukur karena gadis itu berhasil menolongnya. Sambil mengunyah benda kenyal yang manis, Baili Qingchen menunggu gadis itu dengan penasaran.
Beberapa menit kemudian, Qingyi datang membawa semangkuk sup jahe yang masih mengepulkan asap. Aroma jahenya menguar ke udara, menusuk hidung Baili Qingchen. Ia menutup hidungnya ketika mangkuk itu berada di depannya.
“Minumlah!” perintah Qingyi. Baili Qingchen menggelengkan kepala.
“Baiklah. Tidak apa jika kau tidak mau meminumnya. Kalau penyakitmu kambuh lagi, aku tidak akan menolongmu.”
Baili Qingchen merebut sup jahe dan meneguknya hingga tandas. Walau agak menyengat, tapi tenggorokan dan perutnya jadi terasa hangat. Mualnya hilang dan ia merasa lambungnya baik-baik saja. Qingyi meletakkan mangkuk di meja, lalu duduk di kursi panjang yang letaknya di pinggir jendela.
“Setelah fajar, kau harus pergi. Aku malas meladeni istri priamu yang pemarah itu,” ujar Qingyi sambil berbaring, memunggungi Baili Qingchen.
Sungguh, tubuhnya benar-benar lelah. Ia pikir ia bisa beristirahat dengan tenang. Nyatanya malamnya harus tersita karena ia harus menolong suaminya terlebih dahulu. Ia berharap ia bisa melewati malam ini dengan tenang.
Qingyi memejamkan mata tanpa tahu kalau Baili Qingchen tengah menatapnya lekat-lekat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 162 Episodes
Comments
Fifid Dwi Ariyani
trussehat
2024-01-27
0
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
kok jahe ???? kan bikin panas di perut...seharusnya kunir ma madu klo ada
2023-09-23
0
🌲🌲🌲 🍎🍎🍎 🌲🌲🌲
berarti penyakit aneh itu....asam lambung atau sakit maag ya 😅😅😅😅😅😅
2023-09-23
0