Aku Ingin pulang.

Mahira berlari keluar dari kamar Reyvan dan mencari dimana kamar yang di tempati Vanilla, satu satunya orang yang Mahira percayai saat ini adalah Vanilla.

Ini semua benar benar tidak masuk akal untuknya, bagaimana bisa ada manusia yang bisa memindahkan jiwa manusia lain ke dalam sebuah novel, menjebaknya untuk menjalani kehidupan yang tidak di inginkan nya.

Di tengah pelariannya Mahira melihat lampu kamar yang masih menyala, Mahira yakin itu adalah kamar Vanilla dia bergegas tetapi sebelum tangannya menyentuh kenop pintu sebuah tangan menutupi mulutnya dan menariknya dengan mudah kembali ke kamar Reyvan.

Tlekk...

Pintu di kunci. Mahira melotot penuh kebencian pada sosok pria yang berdiri di depannya, Reyvan yang sama dari Reyvan saat pertama kali Mahira datang ke novel ini, namun anehnya Mahira merasa tidak mengenali pria ini.

"Jangan main main denganku Mahira."

"Kau yang mempermainkan aku, Kau mempermainkan hidup seseorang dan mencuri jiwanya untuk datang ke tempat ini, kau tidak berhak melakukan itu!!" Mahira sangat kesal sehingga dia tidak bisa menahan suaranya yang keras, untungnya kamar Reyvan di rancang dengan keamanan dan kedap suara yang tinggi sehingga suara sekencang apapun dari dalam tidak akan keluar dengan keras.

"Aku melakukan itu karena aku sangat mencintaimu, semuanya adil dalam cinta dan perang bukan. Jadi tidak melanggar hukum aku melakukan hal ini karena cintaku."

Mahira menatap Reyvan seolah Reyvan adalah orang gila.

"Kamu yang menciptakan novel ini?" Tanya Mahira.

"Bukan aku, seseorang yang membencimu menciptakan novel ini hingga membuat kisahnya sangat tragis, jika aku yang menciptakan novel ini maka aku akan membuatmu jatuh cinta padaku dan tidak akan bisa meninggalkan aku. Aku hanya menggunakan novel ini untuk menarik Jiwamu dan hidup bersama di sini, kita akan merubah kisah tragis ini menjadi kisah romansa."

Mahira tertawa keras hingga air mata keluar dari setiap sudut matanya, Ini benar benar konyol baginya.

"Aku ingin pulang, aku tidak suka di sini." Ucap Mahira lirih.

Reyvan menangkup kedua pipi Mahira dan menciun kedua mata Mahira. "Kamu akan suka berada di sini seiring berjalannya waktu."

"Ini dunia palsu!!!"

"Lalu anggap dunia ini nyata."

Mahira tidak habis pikir dengan pria di depannya, bagaimana bisa seseorang hidup di dunia palsu dan merasakan kebahagiaan, sedangkan di dunia aslinya Mahira tidak tahu apa yang terjadi apakah dirinya masih hidup atau sudah mati.

"Ayo kita tidur, ini sudah sangat larut aku juga sangat lelah." Reyvan ingin menghentikan pertengkaran mereka.

Mahira menolak sentuhan Reyvan dan menjauh darinya. "Aku akan tidur di sofa, aku tidak ingin tidur satu ranjang dengan sikopat sepertimu."

"Ingat apa yang di sebutkan dalam kontrak pernikahan kita..."

"Itu kontrak pernikahanmu dengan Mahira asli, bukan aku. kenyataannya aku bukan istrimu, dan kita tidak memiliki hubungan apapun." Mahira menekan kata dirinya bukan istrimu, dan tidak memiliki hubungan apapun.

"Oke." Reyvan setuju.

Persetujuan Reyvan bukanlah persetujuan asli, dia hanya ingin membuat Mahira lebih tenang dan mendekatinya lagi.

Mahira mendengus lalu mengambil bantal dan selimut tipis dari lemari, dia pergi ke sofa dan mulai bersiap tidur..

Reyvan yang melihatnya hanya diam dan menunggu gadis itu tidur lelap.

Mahira berbaring memunggungi arah Reyvan, menolak melihat wajah Reyvan, meskipun rasa takut di hatinya masih menggebu, Mahira berusaha tetap tenang dan perlahan tidur.

Tuhan. Aku harap semuanya mimpi dan aku bisa bangun di rumah sewaanku. Batin Mahira.

Reyvan tetap terjaga menunggu Mahira benar benar tidur, sampai pukul dua belas malam Reyvan yakin Mahira tidak akan bangun, dia berjalan ke sofa, perlahan dan pasti dia menggendong Mahira memindahkannya ke tempat tidur.

"Kenapa kamu begitu keras kepala, Aku sangat mencintaimu, kamu menolakku bahkan sebelum kita bertemu. Mahira aku harap kamu mengerti perasaan ku." Ujar Reyvan, suaranya terdengar parau dan melankonis.

...----------------...

Pagi kemudian.

Tok...tokk...tok... tokk...

Vanilla mengetuk pintu kamar Reyvan terus menerus tak berhenti sebelum sang pemilik membukanya, Vanilla bahkan berteriak memanggil Mahira berharap gadis itu bangun.

Mahira perlahan membuka matanya, keningnya berkerut karena kesal tidurnya terganggu.

"Mahira...."

"Ayyy.... Siapa yang berteriak di pagi buta seperti ini, kurang kerjaan sekali." Keluh Mahira.

Reyvan juga terganggu, dia membuka matanya dan melihat Mahira yang mengomel gak jelas. Reyvan mengambil ponselnya untuk melihat jam.

waktu menunjukan pukul enam pagi.

Mahira terpaku saat melihat Reyvan tidur di sampingnya, Mahira segera duduk tegak lalu tatapannya jatuh di sofa yang masih memiliki selimut dan bantal.

Kenapa aku bisa ada di sini? Harusnya aku berada di sofa. Batin Mahira.

Segera Mahira menoleh menatap Reyvan yang tampak tidak bersalah.

"Apa?" Reyvan bertanya dengan ekspresi polos.

"Kenapa aku bisa berada satu ranjang denganmu?"

Reyvan mengangkat bahunya. "Aku tidak tahu, mungkin kamu memiliki penyakit tidur berjalan."

Mahira tidak percaya, dia dengan marah turun dari tempat tidur lalu pergi ke kamar mandi membanting pintu.

Brakkk.....

Reyvan memijat pelipisnya yang terasa sakit, tapi tidak bisa di pungkiri Reyvan bahagia.

Tokk...tokk...tokkk..tokkk...

"Kak Reyvan. Mahira, buka pintunya!!!!!"

"Sshhh... Ya Tuhan, kapan pengganggu ini akan pergi." gerutu Reyvan.

Reyvan membuka pintu dan melihat Vanilla yang berdiri di sana, ekspresi Vanilla bisa di lihat dengan jelas, dia kesal.

"Lama sekali membuka pintu saja. Kak Reyvan, nenek menyuruh kalian kembali ke kediaman lama." lapor Vanilla.

"Kapan?" Tanya Reyvan.

"Siang ini. Sepertinya akan ada tamu istimewa."

Reyvan mengangguk. "Kau kapan kembali ke rumahmu?"

"Aku?" Vanilla menunjuk dirinya.

"Umh..."

Vanilla tersenyum lebar, melihat senyumnya Reyvan mempunyai firsat buruk.

"Aku akan menginap di sini beberapa hari lagi."

Benar saja firasat Reyvan, sepupunya yang rempong akan benar benar tingal lama di rumahnya dan mengganggu ke tenangan rumah ini.

"Aku sudah melaporkan apa yang harus aku laporkan, jadi aku akan kembali ke kamarku. bye.. bye.." Vanilla melambaikan tangannya.

Reyvan menggelengkan kepalanya, dia menutup pintu.

...----------------...

Mahira lupa membawa baju ganti, dan sekarang terjebak di dalam kamar mandi hanya dengan selembar handuk pendek.

Suhu udara sudah sangat dingin, tubuhnya mengigil karena setiap hembusan angin menyapu kulitnya Mahira, membuatnya kedinginan.

Perlahan Mahira membuka pintu lalu celingak celinguk mencari sosok Reyvan, saat mengetahuinya Reyvan tidak ada di kamarnya Mahira merasa lega.

Berjinjit jinjit Mahira keluar dari kamar mandi dan memasuki walk in closet, setelah berada di dalamnya Mahira menghela nafas lega, dia memilih baju sambil memegang ujung handuk agar tidak lepas.

Tidak menyadari Reyvan yang berdiri di belakangnya memperhatikan dirinya, Mahira asyik memilah milih baju bahkan dia bersenandung riang.

Reyvan bersandar sambil melipat tangannya di depan dada, pemanjaan untuk matanya di pagi hari membuat suasana hati Reyvan menyenangkan.

Mahira mengenakan bra lalu ****** ***** tanpa melepas handuk di tubuhnya.

Mengikuti gerakan tangan Mahira, mata Reyvan bergerak tanpa berkedip.

Saat Mahira menarik ****** ***** dan baru setengahnya di kaki tiba tiba siulan terdengar di belakangnya.

Mahira berbalik dan betapa kagetnya dia bisa di lihat dari ekspresi wajahnya.

"Kau..."

Mahira segera mundur hingga punggungnya mentok di lemari.

Langkah demi langkah Reyvan maju mendekati Mahira, matanya yang nakal terus menatap ****** ***** yang tergantung di kedua kakinya, pemandangan yang vulgar namun luar biasa untuk Reyvan.

Semakin dekat dan dekat Reyvan terus mepet pada Mahira sehingga membuat Mahira mau tidak mau memejamkan matanya, pegangan di ujung handuknya semakin erat takut akan tiba tiba jatuh.

"Reyvan mundur.." ucap Mahira pelan.

Reyvan menarik Mahira lebih dekat dengannya, hasratnya yang menggebu tidak bisa lagi di tahan. Reyvan melepas kembali bra yang di pakai Mahira.

"Jangan..." dalam sekali tarikan bra tanpa tali itu jatuh di sisi kaki Mahira dan Reyvan.

"A..aku tidak ingin melakukannya."

Reyvan tidak mendengarkan penolakan Mahira, dia mencium kening, kedua kelopak mata, hidung, bibir, dagu, lalu semakin turun.

"Kamu tahu sendiri, aku tidak suka penolakan terutama penolakanmu." Reyvan berbisik.

Handuk yang di kenakan Mahira dan pakaian Reyvan berjatuhan satu persatu lalu suara suara ambigu bergema di setiap sudut kamar mereka.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!