Menjaga orang sakit adalah hal yang membosankan bagi Sakian, tetapi dia tidak bisa meninggalkan Vanilla dalam keadaan ini apalagi Reyvan sudah sangat mempercayai nya untuk menjaga sepupunya, Sakian takut apa yang di katakan Reyvan benar, Vanilla memiliki kebiasaan buruk tidur berjalan saat sedang sakit.
Sakian beberapa kali menguap, dia menatap wajah damai Vanilla, terbesit dalam pikiran nya Vanilla terlihat lebih baik dan lembut saat sedang tidur.
Tanpa sadar Sakian tertidur.
...----------------...
Di sisi lain Reyvan duduk setia di samping Mahira menunggu gadis itu membuka matanya, dia tidak berani tidur karena takut Mahira bangun dan membutuhkan sesuatu.
Reyvan memegang tangan Mahira dan menciumnya beberapa kali.
"Aku sangat bersyukur kamu baik baik saja, aku tidak bisa membayangkan jika aku harus kehilanganmu."
"Mahira aku takut kehilanganmu."
Jari jemari Mahira bergerak, matanya perlahan terbuka pandangannya kabur, Mahira menutup sejenak kelopak matanya lalu membuka matanya lagi.
"Air..." Suara Mahira serak.
"Mahira, Akhirnya kamu bangun. Syukurlah..." Reyvan sangat bahagia.
Reyvan buru buru menuangkan air hangat lalu membantu Mahira minum.
Mata Mahira berputar ke setiap sudut seperti sedang mencari seseorang. Reyvan tahu siapa yang di cari Mahira, tetapi Reyvan tidak mengatakan apapun, ekspresinya tenang seolah tidak terjadi apa apa.
Mahira menunduk kecewa.
Tangan Reyvan mengepal menjadi tinju, sekuat tenaga dia menahan rasa cemburunya melihat istrinya mencari pria lain ketika baru saja terbangun dari bahaya.
"Aku.. kenapa bisa di sini? " Tanya Mahira setelah mencari Daren tidak dia temukan.
Reyvan tersenyum kecut. "Kamu tidak menanyakan dirimu, kamu sedang mencari seseorang menggunakan namamu."
Mahira kaget, bagaimana bisa Reyvan mengetahui niatnya.
"Aku akan tinggal di luar, aku ingin menghirup udara segar, jika butuh sesuatu kamu bisa menekan tombol di sisi ranjang mu, perawat akan datang."
Mahira ingin menghentikan Reyvan pergi tetapi suaranya masih belum stabil dan Reyvan juga telah menghilang dari pandangannya, Mahira menghela nafas, dia ingin menjelaskan bahwa dia mencari Daren hanya untuk berterimakasih, seandainya Daren tidak menemukannya Mahira tidak tahu akan seperti apa dirinya di negri asing.
Mahira menatap pintu yang tadi Reyvan lewati, matanya yang menatap tidak berkedip hampir selama tiga menit.
...----------------...
Bulan malam ini terlihat begitu besar tetapi hanya beberapa bintang yang terlihat berada di sisi bulan, Reyvan mendongak menatap gelapnya langit malam, tatapan mata Reyvan begitu kesepian.
Reyvan mengeluarkan rokok dari saku celananya, mengambil satu batang dan ingin menyalakan api, tetapi tiba tiba sebuah tangan mengambil korek apinya dan melemparkannya ke lantai hingga menimbulkan bunyi nyaring.
Reyvan melihat Mahira berdiri di hadapannya tanpa alas kaki.
"Kenapa kamu di sini?" Tanya Reyvan, dia buru buru menaruh rokoknya.
Reyvan bukanlah perokok, tetapi sesekali ketika dia setres menghisap rokok adalah satu satunya jalan yang bisa menenangkan pikiran dan hatinya.
Mahira melangkah lebih dekat dengan Reyvan, tiba tiba dia berjinjit dan mencium Reyvan, sontak Reyvan kaget dengan tindakan Mahira, matanya melotot antara percaya dan tidak.
Pertama kalinya Mahira mengambil inisiatif untuk mendekatinya.
Reyvan memeluk pinggang Mahira yang ramping dan menekannya pada dirinya seolah meminta melebur bersamanya.
Mahira menghentikan ciumannya karena kaki Mahira keram tiba tiba akibat tidak memakai sandal dan rasa dingin hampir membekukan kakinya yang telanjang.
Reyvan menunduk sambil mengerutkan keningnya.
"Terkadang aku merasa menikahi bocah lima tahun, bukan gadis berusia dua puluh lima tahun."
Mahira mengerucutkan bibirnya. "Di dalam tidak ada sandal, sedangkan aku harus mengejar seorang pria merajuk."
Reyvan tertawa, dia melepaskan pinggang Mahira lalu membungkuk di depan Mahira.
"Naiklah." Ujar Reyvan memerintah.
Mahira langsung naik di punggung Reyvan dan melingkarkan tangannya di leher Reyvan.
"Let's Go bawa aku kembali ke kamar."
Reyvan mencium tangan Mahira sambil berdiri, kaki panjang Reyvan melangkah dengan mudahnya seolah beban tubuh Mahira bukan apa apa untuknya.
...----------------...
Sesampainya di kamar, Reyvan menurunkan Mahira di ranjang rumah sakit mengambil tisu basah dan membersihkan kaki gadis itu.
"Tidur lagi, ini sudah dini hari." Reyvan menepuk kepala Mahira.
Mahira segera bergeser memberi ruang lebih di sisi ranjang lainnya.
" Tidur bersamaku ya," Mahira menatap Reyvan sambil tersenyum polos. Reyvan balas tersenyum.
"Aku akan mencuci kaki dan wajahku terlebih dahulu."
Mahira mengangguk setuju.
Reyvan melepas sepatu dan kaos kakinya, dia berganti menjadi samdal yang di simpan di laci, Reyvan memasuki kamar mandi.
Mahira mendengar suara gemercik air, dia menatap pintu kamar mandi yang tertutup sambil tersenyum.
Mahira berbaring dan menarik selimut hingga menutupi dadanya, tidak lama setelah itu Reyvan keluar dari kamar mandi dengan tampilan segar, dua tombol kancing kemejanya di lepas memperlihatkan dada bidangnya, Reyvan juga menggulung tangan kemejanya hingga sepertiga di tangannya.
Wajah Mahira berubah panas dan memerah, Reyvan menaiki tempat tidur dia berbaring di samping Mahira.
Mahira memiringkan tubuhnya menghadap Reyvan, Reyvan juga melakukan hal yang sama.
"Sekarang tidur." ujar Reyvan.
Mahira mengangguk.
Reyvan memeluk Mahira sambil memejamkan matanya.
...----------------...
Pagi kemudian.
Vanilla yang tidur sejak kemarin sore perlahan membuka matanya, hal pertama yang Vanilla lihat adalah atap putih dengan lampu menyala.
Vanilla mengerutkan keningnya, dia melupakan kenapa dia bisa ada di tempat ini, Vanilla menengok ke sebelah kiri dan melihat Sakian yang tidur lelap.
Perlahan Vanilla mengingat Sakian yang menemukannya berada di bawah meja saat bom terjadi.
Vanilla turun dari tempat tidur dan perlahan berjalan menuju Sakian, dia berjongkok di depan Sakian dan memperhatikan wajah Sakian dari dekat.
Vanilla mengulurkan tangannya ingin menyentuh wajah Sakian tetapi tiba tiba Sakian membuka matanya. Vanilla kaget, dia melotot dan hampir terjungkal karena terkejut, untungnya Reyvan memegang tangan Vanilla dan menarik gadis itu hingga tubuh Vanilla jatuh di atas tubuh Sakian.
Keduanya terdiam dan saling memandang satu sama lain.
Tokk... tokk... tokk...
"Maaf Tuan, dan Nona, saya ingin memeriksa keadaan Nona Vanilla." ujar seorang perawat mengganggu Vanilla dan Sakian.
Sakian sedikit mendorong Vanilla dan Vanilla juga buru buru bangkit, dia buru buru kembali ke tempat tidur dan berbaring untuk di periksa.
Jantung Vanilla berdetak kencang.
Sakian beranjak dari sofa dan pergi ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya.
Sakian memandang wajahnya di cermin, dia mengacak rambutnya berharap bayangan Vanilla menghilang dari pikirannya.
"Sialan! Ada apa denganku."
Sakian memijat ruang di antara alisnya.
Sakian cukup lama menghabiskan waktu di kamar mandi hingga Dokter dan suster pergi meninggalkan Vanilla sendirian.
Tidak lama kemudian Sakian keluar dari kamar mandi dia melihat Vanilla yang duduk sendirian sambil memandang keluar jendela.
"Dimana Dokter dan susternya?" Tanya Sakian.
"Mereka sudah selesai memeriksa." Jawab Vanilla lembut.
"Apa yang di katakan Dokter?"
"Semuanya baik, aku boleh keluar dari rumah sakit hari ini."
Sakian mengangguk, dia mengambil handuk dan mengusap wajahnya.
Vanilla diam diam memperhatikan Sakian tetapi ketika Sakian menatapnya, Vanilla menghindarinya.
Sakian menyimpan handuk. "Aku akan menemui Boss, kamu bisa pergi ke kamar mandi mencuci ilermu." ujar Sakian membuat Vanilla malu.
Vanilla mengusap wajahnya. Sakian berbalik keluar dari kamar Vanilla sambil tersenyum.
...----------------...
"Aku tidak mau bangun..." Mahira merengek.
Reyvan berdiri di samping Mahira yang masih enggan bangun dan menggulung tubuhnya dengan selimut.
"Mahira kita harus kembali ke hotel, ayo aku akan membantumu mencuci wajahmu." ujar Reyvan.
Mahira mengerucutkan bibirnya. "Kakiku sakit, rasanya beku dari semalam belum mencair." Mahira memasang ekspresi sedih.
Reyvan segera menggendong Mahira seperti seorang putri, dia membawanya ke kamar mandi dan membantu Mahira mencuci wajahnya.
Setelah selesai Mahira mengaitkan kedua kakinya di pinggang Reyvan, dan melingkarkan lengannya di leher pria itu.
"Ayo bawa aku keluar dari sini." Mahira dengan sombong memerintahkan Reyvan.
Reyvan tidak marah dia memegang pa*t*t Mahira menahannya agar tidak jatuh.
Saat Reyvan keluar dari kamar mandi, Sakian kebetulan masuk dan melihat pemandangan romansa Boss dengan istrinya. Sakian membalikan badannya, dia panik dan bingung.
"B...Boss, saya mm...mengantarkan sarapan yang di pesan." Sakian terbata.
Mahira menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Reyvan, dia sangat malu.
"Taruh di meja." Jawab Reyvan santai.
Sakian buru buru menaruh tas sarapan lalu keluar dari kamar rawat Mahira secepat kilat.
Mahira masih menempel pada Reyvan seperti seekor cicak di tembok.
"Sakian sudah pergi, ayo turun ganti baju segera." Reyvan menepuk punggung Mahira pelan.
Mahira perlahan turun dan melepaskan Reyvan.
"Huhh..... Aku benar benar malu." ujar Mahira.
"Tidak apa apa, kita sudah menikah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments