Fatiya mengangguk. "Ada apa, Mas?"
"Apa pernikahan kalian akan tetap lanjut setelah kamu mengetahui semuanya, Fa?" tanya Akbar.
Fatiya terdiam.
"Aku juga pernah gagal menikah," ucap Akbar, yang membuat Fatiya menoleh pada pemuda di sampingnya.
"Kenapa? Apa calon istri Mas Akbar selingkuh juga?" tanya Fatiya penasaran.
Akbar menggeleng, wajah tegas itu kini berubah sendu. "Dia meninggal dalam sebuah kecelakaan, seminggu sebelum pernikahan kami," balas Akbar dengan perasaan getir.
Meski kejadiannya telah berlalu empat tahun yang lalu, tetapi Akbar masih saja sensitif jika membicarakan kenangan memilukan tersebut.
"Maaf, Fafa turut prihatin," ucap Fatiya lirih, gadis itu bisa merasakan bagaimana sedihnya perasaan Akbar yang ditinggalkan untuk selamanya oleh orang tercinta.
Perpisahan karena kematian adalah perpisahan yang sangat menyakitkan, sebab kita tak akan lagi bisa melihat apalagi menyentuhnya.
"Tidak mengapa, Fa. Kejadiannya sudah sangat lama, empat tahun yang lalu. Saat itu, kami baru saja diwisuda," ucap Akbar.
Setelah kejadian itu, Akbar yang memang pendiam seperti sang papa menjadi lebih pendiam. Pemuda tampan itu bahkan sempat ingin mengakhiri hidup untuk menyusul sang kekasih.
Karena khawatir dengan kondisi sang putra, sang papa mengutus dua orang kepercayaan untuk mendampingi Akbar kemanapun pemuda itu pergi.
"Hanya saja, sulit bagiku untuk melupakan itu semua, Fa. Bahkan hingga kemarin-kemarin, aku masih saja memikirkannya," lanjut Akbar.
Ya, setelah kematian sang calon istri, Akbar seolah menutup diri dari pergaulan terutama dengan wanita, hingga Akbar kesulitan menemukan seseorang yang bisa membuatnya tersenyum kembali.
Hari-hari selanjutnya, Akbar habiskan untuk melanjutkan kuliah pasca sarjana. Setelah merampungkan S-2, Akbar kemudian fokus membantu sang papa mengelola perusahaan.
"Kemarin-kemarin?" Fatiya mengerutkan dahi.
"Ya, Fa. Karena setelah bertemu dengan kamu saat itu, aku mulai bisa menerima semuanya. Bahwa semua yang terjadi adalah takdir-Nya, termasuk pertemuan kita." Akbar menatap Fatiya dengan dalam, hingga membuat gadis berhijab itu salah tingkah.
"Kita bertemu di saat hubungan kamu dengan calon suami sedang tidak baik-baik, bukankah itu suatu pertanda, Fa?" tanya Akbar yang masih mengamati wajah yang enak dipandang di sebelahnya itu.
Fatiya membalas tatapan Akbar seraya mengerutkan dahi.
"Bagaimana, Fa? Apa kamu akan tetap melanjutkan hubungan dengan dia yang sudah mengkhianatimu?" tanya Akbar kembali.
Fatiya menghela napas panjang, gadis itu kemudian menggeleng. "Fafa belum tahu, Mas. Fafa akan ikut saja apa kata ibu," balas Fatiya yang terdengar pasrah.
Akbar mengangguk-angguk. Meskipun Akbar berharap agar Fatiya memutuskan untuk mengakhiri hubungan dengan pemuda yang telah menyakiti hati gadis itu, tetapi Akbar tidak dapat ikut campur dalam masalah Fatiya.
"Semoga itu yang terbaik untukmu, Fa," ucap Akbar penuh harap dan terselip do'a, semoga yang terbaik untuk Fatiya adalah yang terbaik juga untuk dirinya.
Mobil yang dikendarai salah satu 𝘣𝘰𝘥𝘺𝘨𝘶𝘢𝘳𝘥 itu memasuki area parkir yang sangat luas dan mobil mewah itu kemudian berhenti tepat di depan lobi.
Salah seorang satpam yang berjaga dan sudah hafal dengan mobil tuan mudanya itu, bergegas membukakan pintu untuk Akbar.
"Selamat datang, Tuan Muda," sapanya sopan.
"Pagi, Pak," balas Akbar yang baru turun. Akbar masih berdiri di sisi mobil, untuk menunggu Fatiya turun. Sementara dua pengawal pribadi Akbar, sudah bersiap di depan pintu lobi.
Setelah Fatiya turun, Akbar bergegas menuntun gadis itu memasuki lobi. Akbar tersenyum lebar pada dua wanita cantik yang berdiri menyambut kedatangannya dibalik meja resepsionis, hingga membuat kedua resepsionis cantik itu saling pandang dan bertanya-tanya.
Akbar dan Fatiya terus berjalan dan masuk ke dalam 𝘭𝘪𝘧𝘵 khusus. Sementara dua orang pengawal pribadi Akbar segera menuju tempat lain, seperti yang diperintahkan bosnya beberapa saat yang lalu menggunakan kode.
"Tumben banget, tuan muda senyumnya lebar, ya?" tanya salah seorang dari mereka berdua dengan berbisik.
Temannya yang lain mengedikkan bahu. "Yang jalan di sebelahnya, cewek tuan muda kali," balasnya.
"Syukur, deh, kalau tuan muda sudah menemukan tambatan hatinya," imbuh resepsionis tersebut, yang disetujui oleh temannya dengan anggukan kepala.
Akbar dan Fatiya yang telah tiba di lantai teratas, segera menuju ruangan Akbar. "Maaf, Mas Akbar. Kenapa kita masuk ke ruangan Presdir?" tanya Fatiya sebelum kakinya melangkah masuk ke ruangan eksklusif tersebut.
"Terus, kamu maunya kita masuk kemana, Fa? Ke KUA seperti kata Kak Angga tadi, ya?" tanya Akbar yang mulai berani menggoda, meski hanya tipis-tipis.
Fatiya tersenyum masam, gadis itu menggelengkan kepalanya. "Katanya, Fafa harus menjelaskan pada bagian yang menangani peremajaan mobil, Mas?" tanya Fatiya.
"Oh, iya. Tentu, Fa. Sebentar lagi, orangnya akan ke sini," balas Akbar. "Ayo, silahkan masuk!" ajak Akbar seraya membuka pintu dengan lebar dan mempersilahkan Fatiya untuk masuk ke dalam ruangan miliknya.
Karyawan Angga itu lagi-lagi hanya bisa pasrah, mengekori langkah panjang Akbar masuk ke dalam ruangan Presiden Direktur.
"Silahkan duduk, Fa," Akbar mempersilahkan gadis yang telah membuat dirinya kembali bersemangat itu untuk duduk di sofa.
Fatiya kemudian mendudukkan diri di sofa empuk, Akbar ikut duduk dan pemuda itu memilih duduk tepat di hadapan Fatiya agar bisa bebas menikmati wajah Fatiya yang selalu enak untuk dilihat tersebut.
Keheningan tercipta sepanjang mereka menunggu orang yang bertanggung jawab atas peremajaan mobil perusahaan. Selama itu pula, Akbar terus menatap wajah Fatiya.
"Mas, jangan lihatin Fafa seperti itu, ah!" protes Fatiya yang kemudian menoleh ke arah lain.
Akbar tersenyum.
Terdengar suara pintu diketuk dari luar dan langsung di buka. Nampak dua orang 𝘣𝘰𝘥𝘺𝘨𝘶𝘢𝘳𝘥 Akbar, bersama seorang laki-laki paruh baya masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Selamat pagi, Tuan Muda," sapa laki-laki tersebut seraya mengangguk hormat.
"Pagi, Pak Asrul. Silahkan duduk," ucap Akbar. "Apa Om Kembar sudah mengatakan pada Anda?" tanya Akbar seraya memberikan kode pada Pak Asrul, setelah laki-laki seusia papanya Akbar itu duduk di sofa, agak jauh dari Fatiya.
Laki-laki paruh tersebut mengangguk, mengerti. "Sudah Tuan Muda," balasnya.
"Baik, silahkan Pak Asrul sampaikan sendiri apa yang kita butuhkan pada Fafa, dia pegawainya Kak Angga." Akbar menunjuk Fatiya dengan dagunya.
Pak Asrul tersenyum pada Fatiya, yang dibalas Fatiya dengan anggukan kepala.
Pak Asrul dan Fatiya mulai berbicara banyak hal, seputar kebutuhan mobil untuk inventaris perusahaan.
Fatiya terdengar menjelaskan secara detail kelebihan mobil yang dia tawarkan, sekaligus keuntungannya jika membeli dalam jumlah besar.
Pak Asrul pun nampak antusias mendengarkan setiap penjelasan Fatiya yang luwes dalam menawarkan barang, hingga laki-laki paruh baya tersebut berkali-kali mengangguk setuju.
Sementara Akbar tak henti menatap wajah lembut Fatiya. 'Aku berharap, takdir baik berpihak kepada kita, Fa,' doa Akbar di kedalaman hatinya.
Fatiya yang sempat mencuri-curi pandang pada Akbar, tiba-tiba merasa berdebar. Debaran aneh yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.
'Kenapa Mas Akbar menatapku terus ya, sedari tadi? Apa ada kata-kataku yang salah, dalam menjelaskan?' batin Fatiya bertanya.
🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
zian al abasy
ak skaa ak skaa
2023-12-29
1
Dewi Zahra
aku suka
2023-10-13
1
Ita rahmawati
ayo akbar,,tikung aj disepertiga mlm 🤭🤭
2023-04-20
2