Waktu menunjukkan pukul empat sore, saatnya bagi Fatiya dan karyawan yang lain untuk pulang ke rumah masing-masing.
Semua teman-teman Fatiya telah meninggalkan area parkir 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 milik Angga, hanya menyisakan Fatiya seorang diri yang masih menunggu dijemput Daniel.
"Masih nunggu jemputan, Mbak Fafa?" tanya 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 yang berjaga.
"Iya, Pak. Mungkin, dia kejebak macet," balas Fatiya seraya melihat jam di pergelangan tangan kanannya.
"Mbak, Maaf sebelumnya jika saya lancang," ujar 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut. "Memangnya, Mbak Fafa serius sama pacar Mbak yang non Muslim itu?" tanyanya kemudian.
Fatiya mengerutkan kening. "Kok, Bapak tanya seperti itu?"
"Bukan apa-apa, Mbak. Setahu saya 'kan, Mbak Fafa orangnya taat beribadah. Jadi saya pikir, Mbak Fafa juga pasti nyarinya yang seiman dan juga taat seperti Mbak," balas 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut, yang membuat Fatiya kembali terngiang penuturan sang ibu.
"Mbak, menikah itu bukan hanya tentang bagaimana kita bisa menerima perbedaan dari pasangan, tetapi juga bagaimana kita bisa menyatukan visi dalam membangun rumah tangga."
"Berbicara mengenai visi, agama akan menjadi salah satu pertimbangan dan menjadi aspek penentu. Siapa yang akan ikut agama siapa. Karena bukan hanya agama kita yang melarang, bahkan pemerintah pun melarang pernikahan beda agama."
"Dan satu hal yang mendasar, bahwa masalah iman itu tidak bisa dibuat mainan. Pondasi keluarga juga akan dibangun dengan iman dan tercurah melalui ajaran agama. Jadi, sebelum memutuskan untuk menikah dengan calon yang bukan seiman, hendaknya Mbak Fafa pikirkan kembali dengan matang agar tidak ada penyesalan di kemudian hari," terang 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 yang seusia orang tua Fatiya itu panjang lebar.
Fatiya terdiam, begitupun dengan petugas 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 yang masih berdiri di samping Fatiya, laki-laki paruh baya itupun ikut terdiam.
Cinta memang tidak dapat diterka, kapan datangnya dan pada siapa cinta akan berlabuh. Fatiya telah mencintai seseorang yang ternyata memiliki banyak perbedaan.
Bukan hanya perbedaan karakter, tetapi ternyata juga berbeda keyakinan. Namun, karena Fatiya dan Daniel sudah terlanjur saling jatuh cinta, hubungan mereka berdua pun terus berlanjut.
Sekarang, ketika mereka berdua mulai berpikir untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius, barulah kebingungan itu muncul.
'Semua yang dikatakan Pak Rozak ada benarnya,' gumam Fatiya dalam hati.
"Mbak, kalau menurut penglihatan saya tadi nih, Tuan Muda temannya Mbak Didi yang membeli mobil sepertinya naksir deh sama Mbak Fafa," ujar 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 itu mengurai keheningan.
"Ah, Bapak bisa saja deh, bercandanya," ucap Fatiya. "Mana mungkinlah, Pak, seorang pengusaha kelas kakap seperti Tuan Muda tadi jatuh cinta sama sales seperti saya," imbuh Fatiya yang akhirnya mengetahui jati diri Tuan Muda tersebut dari bisik-bisik teman-temannya tadi, gadis berhijab itu terkekeh pelan.
Fatiya menganggap, apa yang dikatakan 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut hanyalah candaan semata. Padahal petugas keamanan di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 milik Angga tersebut mengatakan sebagaimana yang dilihatnya tadi pagi, kala Fatiya dan Tuan Muda itu bertemu dengan cara yang tidak disengaja.
"Mbak Fafa kok malah tertawa." 𝘚𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut mengerutkan dahi. "Saya bicara sesuai kenyataan yang saya lihat lho, Mbak. Saya ini sudah tua dan saya bisa melihat mata seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta itu seperti apa, Mbak," lanjutnya menjelaskan.
"Lagipula ya, Mbak. Pujangga mengatakan, bahwa cinta itu tak mengenal kasta," imbuhnya yang membuat Fatiya semakin terkekeh.
"Bukannya, Pujangga mengatakan agar kita menggenggam dunia ya, Pak?" tanya Fatiya yang mengutip sebuah lagu lawas yang dinyanyikan oleh almarhum Abiem Ngesti.
"Oh, iya ya, Mbak," balas 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut seraya tersenyum. 𝘚𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 itu kemudian menyanyikan lagu lawas yang pernah hits pada masanya, bahkan masih tetap dikenang hingga saat ini di hati para pecintanya.
'Aku adalah insan yang tak punya
Namun cita slalu membara
Biar ku tentang badai dan gelombang
Atau gunung yang menjulang'
'Pujangga mengatakan
Genggamlah dunia
Agar hidup tak percuma
Ku bawa kedamaian di persada jiwa
Sinar menyuluh gulita'
'Setiap desah nafasku teriringi doa
Bangkit jiwaku citaku dan langkah terpadu
Lalu tersentak diriku sadari lamunan
Kini sebenarnya aku telah jauh berjalan'
Fatiya pun ikut asyik menyanyikan lagu Menggenggam Dunia, lagu lawas yang dirilis pada tahun sembilan puluhan bahkan sebelum gadis cantik itu lahir ke dunia. Lagu tersebut tetap familiar di telinga Fatiya karena di angkot yang dia tumpangi setiap hari, sering memutar lagu religi anak-anak tersebut.
Fatiya menghentikan keasyikannya bernyanyi yang sejenak dapat melupakan kegundahan hatinya, mengingat hubungan asmaranya dengan pemuda yang memiliki keyakinan dan aqidah yang berbeda, kala gadis berlesung pipi itu melihat mobil sang kekasih memasuki area parkir 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 Angga dan berhenti tepat di dekat Fatiya.
"Pak, Fafa pulang dulu, ya," pamit Fatiya dengan sopan. "Terimakasih atas wejangan Bapak tadi," imbuh Fatiya.
"Asssalamu'alaikum, Pak," ucap salam Fatiya, yang langsung bergegas masuk ke dalam mobil Daniel seraya melambaikan tangan pada Pak Rozak, 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 mobil milik Angga.
"Wa'alaikumsalam," balas Pak Rozak mengiringi mobil Daniel yang bergerak perlahan meninggalkan area parkir 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮.
Daniel membunyikan klakson, sebagai tanda pamitan pada 𝘴𝘦𝘤𝘶𝘳𝘪𝘵𝘺 tersebut.
"Maaf ya, kalau lama nunggu. Tadi ada sedikit kerjaan tambahan dari bos, karena Bos Thomas tiba-tiba harus pulang awal," ucap Daniel sesaat setelah mobil melaju di jalan raya ibukota.
Pemuda itu bersikap biasa saja pada sang kekasih, meski tadi Daniel menerima kiriman video Fatiya dengan seorang pemuda tampan, dari teman baik Fatiya. Kekasih Fatiya itu seolah tak terusik dengan video tersebut.
"Istri Bos Thomas mau melahirkan katanya," lanjut Daniel.
Fatiya mengangguk-anggukkan kepala. "Pantas saja, tadi Mbak Didi dan Pak Angga juga buru-buru pulang," timpal Fatiya.
Hening, sejenak menyapa kabin mobil sedan milik Daniel.
"Bang, bolehkah Fafa bertanya sesuatu?" Suara lembut Fatiya mengurai keheningan.
"Hem, apa itu, Dik?" tanya Daniel yang sekilas menoleh pada Fatiya, pemuda itu kemudian kembali fokus ke jalan raya yang padat merayap.
Pemandangan khas jalanan ibukota di sore hari, tatkala semua orang berlomba-lomba untuk dapat segera tiba di rumah masing-masing dan berkumpul bersama keluarga tercinta.
"Apa alasan Bang Daniel ingin pindah agama?" tanya Fatiya hati-hati, sebab ini adalah masalah yang sangat prinsip dan Fatiya tak ingin menyinggung siapapun.
Daniel menghela napas panjang sebelum menjawab pertanyaan Fatiya, seperti ada beban berat yang menghimpit dadanya. "Karena aku mencintaimu, Dik dan karena hanya itu satu-satunya jalan agar kita bisa melanjutkan hubungan ini hingga ke jenjang pernikahan," terang Daniel sejujurnya.
"Lantas setelah kita menikah, apakah Bang Daniel akan tetap memeluk keyakinan yang baru atau kembali lagi pada keyakinan Abang semula?" lanjut Fatiya bertanya.
"Entahlah, Dik. Aku belum memikirkan sejauh itu," balas Daniel.
"Maaf Bang, bukankah kita seharusnya sudah mulai memikirkan hal itu termasuk bagaimana pola pengasuhan anak-anak kita nanti?" tanya Fatiya.
Daniel terkekeh. "Kenapa kamu mikirnya jadi sejauh itu, Dik. Anak-anak gampanglah, toh masih jauh dan bisa kita pikirkan nanti sambil jalan."
"Bisalah, nanti mereka mau ikut keyakinan keluargaku ataupun keyakinan keluarga kamu, bagiku itu tak menjadi soal." Daniel berbicara dengan begitu entengnya, membuat hati Fatiya semakin bimbang, antara terus atau putus.
🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dewi Zahra
lanjut kak
2023-10-13
1
N Wage
masalah fafa sama dgku dulu.
2023-07-03
1
Ita rahmawati
klo udh soal beda keyakinan weslah angel pokok e 🤦♀️🤦♀️🤦♀️😔😔😔
2023-04-20
1