"Secepat ini kah?" tanya Fatiya yang tak percaya, Daniel mengangguk membenarkan.
Bu Saidah juga mengangguk, beliau menyetujui keinginan Daniel untuk melamar Fatiya secepatnya karena Daniel berjanji akan mengikuti keyakinan Fatiya.
Setelah melanjutkan obrolan sebentar dengan Fatiya dan juga ibunya, Daniel kemudian pamit untuk segera kembali ke rumah.
"Daniel pamit dulu ya, Bu. Ada banyak hal, yang harus Daniel persiapkan untuk nanti malam," pamit Daniel dengan sopan.
"Tidak perlu repot, Nak Daniel. Yang penting Nak Daniel dan kedua orang tua hadir kemari, ibu sudah sangat senang," pesan Bu Saidah seraya tersenyum hangat menatap Daniel.
"Tidak repot kok, Bu. Paling ya, hanya sekadarnya saja. Masak iya mau melamar anak gadis orang, Daniel tidak bawa apa-apa," balas Daniel seraya melirik sang kekasih, pemuda itu melempar senyuman manis pada Fatiya.
Fatiya tersenyum tersipu malu.
"Kamu mau dibelikan apa, Dik?" tanya Daniel berbisik.
Fatiya menggeleng. "Apa aja deh, Bang. Asal Bang Daniel yang belikan, pasti Fatiya suka," balas Fatiya yang juga berbisik.
"Kalian berdua ini, lho. Kok malah bisik-bisik," protes Bu Saidah. "Apa mau dihalalkan sekalian?" lanjutnya bertanya, seraya menatap Daniel dan Fatiya bergantian.
"Boleh, Bu. Jika ibu berkenan," balas Daniel dengan cepat, seraya tersenyum lebar.
"Ibu, apaan sih!" protes Fatiya sambil mengerucutkan bibir, wajah Fatiya menjadi merona merah karena malu.
"Ya sudah, silahkan jika Nak Daniel mau pulang. Sebentar lagi maghrib, kami juga mau bersiap untuk sholat," usir Bu Saidah dengan halus.
Daniel kemudian menyalami ibunya Fatiya. "Assalamu'alaikum," pamit Daniel dengan mengucapkan salam, pemuda itu terdengar sudah sangat fasih mengucapkan salam karena telah terbiasa mendengar dan mengucapkannya.
"Wa'alaikumsalam," balas Fatiya dan sang ibu bersamaan.
Fatiya kemudian mengantarkan Daniel hingga halaman rumahnya, gadis itu baru masuk kembali setelah mobil Daniel keluar dari halaman rumah dan menghilang di tikungan jalan.
"Bu, kenapa tadi ibu langsung setuju? Bukankah kemarin, ibu masih menyangsikan keseriusan Daniel yang mau pindah keyakinan?" cecar Fatiya, yang menyusul ibunya ke dapur.
"Benar, Nak. Ibu hanya ingin mengetes seberapa serius Daniel dengan ucapannya," balas Bu Saidah sambil mematikan kompor karena bolu kukus buatannya telah matang.
Bu Saidah menghela napas panjang. "Kita lihat nanti malam, Nak. Jika Daniel serius, maka dia akan benar-benar mengucapkan kalimat syahadat dengan sungguh-sungguh di hadapan kita dan juga kedua orang tuanya," pungkas Bu Saidah, yang langsung beranjak menuju kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Meninggalkan Fatiya yang masih terpaku di tempatnya berdiri, di samping kompor.
"Fa, buruan mandi. Sudah adzan, tuh," titah sang ibu, kala melihat putrinya masih bengong di dapur.
"Eh, i-ya, Bu." Fatiya yang tersadar dari lamunannya bergegas menuju kamar mandi, setelah sebelumnya mengambil handuk kimono dari gantungan di samping kamar mandi berukuran kecil tersebut.
Gadis berambut hitam panjang yang selalu ditutupi dengan hijab itu mandi dengan sangat cepat, Fatiya tak ingin ketinggalan jama'ah sholat maghrib yang waktunya memang sangat sempit.
Usai mengenakan mukena, Fatiya menghampiri sang ibu yang telah menantinya di teras, ibu dan anak gadis itu kemudian segera menuju Masjid yang tidak terlalu jauh dari rumah sederhana keluarga Fatiya.
"Perasaan, kamu diapelin terus, Fa. Kapan dinikahi? Jangan sampai tuh cowok hanya main-main sama kamu lho, Fa," ucap seorang ibu yang tiba-tiba sudah berjalan di belakang Fatiya dan ibunya.
Fatiya dan sang ibu saling pandang. Bu Saidah menggeleng pelan, sebagai isyarat agar sang putri tak menghiraukan nyinyiran dari tetangganya.
"Masak kamu kalah sama anakku, Fa. Baidah baru lulus SMA, sudah langsung dilamar sama pacarnya dan bulan depan mereka akan menikah," imbuh tetangga yang julit itu.
Fatiya hanya bisa menghela napas panjang, dia genggam tangan sang ibu yang terlihat tidak nyaman mendengar celotehan wanita yang sebaya dengan ibunya tersebut.
"Padahal, pacar kamu sepertinya lebih mapan ya, Fa, dibandingkan calon suami Baidah," timpal wanita lain yang berjalan tepat di samping Fatiya, yang sekaligus menyindir ibunya Zubaidah.
"Benar, Fa. Cowok kamu 'kan, punya tongkrongan mobil keren, tuh," timpal ibu-ibu yang lain. Mereka sepertinya sengaja menyerang ibunya Zubaidah yang suka pamer karena anaknya laku terlebih dahulu.
"Halah, cowok sekarang bawa mobil 'kan belum tentu punya sendiri! Rentalan banyak tuh, mobil-mobil keren!" balas ibunya Zubaidah.
"Bener, Cing. Temanku juga punya rentalan mobil dan biasa di sewa sama cowok-cowok kece yang mau ngapel ke rumah pacarnya, gitu," timpal seorang gadis yang seusi Fatiya.
Gadis itu memang selalu iri sama putrinya Bu Saidah tersebut sejak masih duduk di bangku sekolah, hal itu karena Fatiya bisa melanjutkan kuliah padahal ibunya hanyalah seorang penjual kue.
Apalagi setelah mereka semua tahu, bahwa Fatiya sering diantar pulang oleh kekasihnya yang keren dengan membawa mobil.
Fatiya dan sang ibu sama sekali tak menanggapi, celotehan unfaedah mereka terhenti kala kaki telah berpijak di serambi Masjid.
Ibu dan anak itu bergegas menuju shof paling depan, tanpa menghiraukan ibu-ibu lain yang ternyata masih saling berbisik, entah siapa lagi yang jadi sasaran ghibah berjamaah mereka kali ini.
☕☕☕
Waktu telah menunjukkan pukul tujuh malam lewat tiga puluh menit, ketika dari arah halaman depan terdengar deru mesin mobil berhenti.
Fatiya bergegas keluar untuk memastikan apakah Daniel yang datang, senyum Fatiya mengembang kala melihat Daniel turun dari mobil dengan mengenakan pakaian batik.
Di belakang Daniel, menyusul sosok wanita anggun yang juga mengenakan batik, bersama seorang laki-laki paruh baya yang mengenakan batik couple dengan sang istri. Ya, beliau berdua adalah kedua orang tua Daniel.
Fatiya langsung menyambut orang tua Daniel yang sudah dikenalnya dengan baik itu. "Selamat malam, Om, Tante," sapa Fatiya dengan sopan.
Fatiya kemudian menyalami kedua orang tua Daniel dengan takdzim.
"Mari, Om, Tante, silahkan masuk," ajak Fatiya.
"Kok, aku enggak diajak, Dik," protes Daniel yang membawa parcel buah-buahan di kedua tangannya.
Fatiya tersenyum. "Biasanya juga langsung masuk 'kan, Bang," balas Fatiya yang langsung mengambil alih buah tersebut dari tangan Daniel dan hendak membawanya masuk ke dalam.
"Silahkan duduk, Om, Tante. Fatiya akan panggilkan ibu," ucap Fatiya yang bergegas masuk ke dalam, yang diikuti Daniel yang juga membawa bingkisan lain.
Fatiya menyimpan parcel buah tersebut di atas meja makan, Daniel pun ikut menyimpan bingkisan kue yang di bawanya di atas meja makan tersebut.
Sepasang kekasih itu kemudian keluar untuk bergabung kembali dengan orang tua Daniel, yang sudah duduk di ruang tamu yang tak seberapa luas.
Bu Saidah keluar dan menyalami kedua orang tua Daniel. "Selamat malam, Bapak, Ibu," sapa Bu Saidah dengan ramah.
Obrolan dua orang tua dari Daniel dan Fatiya pun selanjutnya berlangsung dengan hangat. Beliau bertiga nampaknya tidak keberatan, bahkan merestui hubungan Daniel dan Fatiya yang memang sudah terjalin cukup lama.
"Jadi, Bu Saidah setuju 'kan, jika pernikahan dan resepsinya kita adakan sehari setelah Nak Fatiya di wisuda?" tanya Ayah Daniel memastikan.
Bu Saidah mengangguk.
"Untuk resepsinya sesuai keinginan anak-anak kita, katanya pengin diadakan di gedung yang dekat rumah kami, Jeng Saidah juga tidak keberatan, bukan?" tanya ibunya Daniel dengan suara lembut.
Wanita asli kota Solo itu memang sangat lembut dan anggun. Ibunya Daniel juga sudah merasa cocok dengan Fatiya yang berkepribadian baik.
Jadi, meskipun sang putra dan kekasihnya itu berbeda keyakinan, beliau tidak mempermasalahkannya.
"Bagaimana baiknya, menurut mereka saja, Bu. Saya sebagai orang tua hanya bisa memberikan restu," balas Bu Saidah dengan bijak.
Kedua orang tua Daniel tersenyum dan mengangguk-angguk.
"Assalamu'alaikum," ucap salam seorang laki-laki paruh baya, memasuki rumah Bu Saidah.
"Wa'alaikumsalam," balas Bu Saidah dan Fatiya dengan kompak.
"Silahkan duduk, Tadz." Bu Saidah mempersilahkan tamunya untuk duduk, bergabung bersama Daniel dan kedua orang tuanya.
Laki-laki yang dipanggil Tadz tersebut menyalami Daniel dan ayahnya, beliau hanya menangkup kedua tangan di depan dada pada ibunya Daniel dan wanita anggun tersebut mengangguk mengerti.
"Jadi, Mas ini yang mau menjadi muallaf?" tanya Ustadz tersebut seraya menatap Daniel dan Fatiya bergantian.
Ya, rupanya Fatiya dan sang ibu telah mempersiapkan semuanya. Bu Saidah memanggil ustadz di kampung tempat tinggalnya untuk menuntun Daniel, yang akan memantapkan diri menapaki jalan kebenaran sesuai keyakinan Fatiya dan sang ibu.
Daniel mengangguk dengan pasti.
"Apa? Menjadi muallaf? Apa kamu serius, Niel?" tanya sang ayah yang nampak sangat terkejut.
🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dewi Zahra
kok ayah Daniel kaget
2023-10-13
1
Ita rahmawati
kok kaget..ktany ortuny gk masalah 🤔🤔🤔
2023-04-20
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘢𝘺𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘋𝘢𝘯𝘪𝘦𝘭 𝘨𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘵𝘶𝘫𝘶 𝘬𝘭 𝘋𝘢𝘯𝘪𝘦𝘭 𝘱𝘪𝘯𝘥𝘢𝘩 𝘢𝘨𝘢𝘮𝘢 𝘯𝘪𝘩 🤔🤔🤔
2023-03-21
1