Daniel mengangguk dengan pasti, pemuda itu telah yakin dengan keputusannya untuk mengikuti aqidah serta keyakinan sang kekasih.
"Apa? Menjadi muallaf? Apa kamu serius, Niel?" tanya sang ayah yang nampak sangat terkejut.
"Bukankah Papa dan Mama sudah mengijinkan Daniel untuk memilih yang mana menurut Daniel baik, Pa?" tanya Daniel mengingatkan.
"Benar, Pa. Kita sudah sepakat untuk memberikan kebebasan pada putra kita, bukan?" Wanita anggun yang duduk disamping Daniel pun, turut menimpali perkataan sang putra yang mengingatkan suaminya.
"Papa pikir, itu bisa nanti sambil jalan," ujar ayahnya Daniel.
"Pa, di sini pernikahan beda keyakinan 'kan tidak bisa," ucap Daniel.
"Ya, papa tahu itu. Kalian 'kan bisa menikah di luar negeri," tawar sang ayah.
Fatiya menghela napas panjang mendengar perkataan ayahnya Daniel.
"Pa, kita kan sudah sepakat sebelumnya," protes ibunya Daniel.
Laki-laki paruh baya itu mengangguk. "Iya, benar. Baiklah jika memang Daniel sudah memantapkan pilihannya," tutur ayah Daniel kemudian.
Fatiya bernapas dengan lega, begitu pun dengan sang ibu.
"Baik, jika Mas Daniel sudah mantap dengan keputusan yang diambil, saya akan terangkan dulu syarat-syarat yang harus Mas Daniel penuhi sebelum mengucapkan kalimat syahadat," tutur Pak Ustad.
Daniel mengangguk.
Pak Ustadz kemudian menerangkan syarat apa saja yang harus dipenuhi Daniel, diantaranya adalah melakukan khitan.
"Apakah itu sakit?" tanya Daniel yang merasa ngilu ketika Pak Ustadz menjelaskan sedikit tentang khitan.
"Sakit sedikit, Mas Daniel. Ya, seperti jika tangan kita tergores benda tajam," jawab Pak Ustadz seraya tersenyum.
"Apakah sembuhnya lama, Tadz? Itu lukanya 'kan di bagian sensitif," Daniel masih merasa ngeri, tetapi pemuda itu tidak mau menunjukkan kekhawatirannya pada Fatiya.
"Lumayan Mas Daniel, tiga hari sampai seminggu." Pak Ustadz tersenyum, laki-laki berwajah teduh itu mengerti kekhawatiran Daniel.
"Maaf, bagaimana jika saya meminta waktu hingga seminggu sebelum pernikahan kami?" tawar Daniel yang merasa ragu untuk melakukan khitan.
Setelah negosiasi itu, akhirnya disepakati bahwa Daniel akan mengucapkan kalimat syahadat seminggu sebelum pernikahannya dengan Fatiya.
Setelah menjelaskan semua pada Daniel, Pak Ustadz itupun pamit undur diri.
Kedua orang tua Daniel serta bu Saidah, melanjutkan obrolannya kembali. Beliau bertiga membahas tentang rencana pernikahan Fatiya dan Daniel, hingga semua tuntas. Tentu saja pihak keluarga Daniel yang akan meng-handle semuanya, termasuk menyebar undangan.
Sementara Fatiya dan Daniel hanya menjadi pendengar setia, sambil sesekali menimpali jika dirasa ada sesuatu yang kurang pas menurut mereka berdua.
"Baiklah, Bu. Karena sudah 𝘤𝘭𝘦𝘢𝘳 dan sepakat semua dan hari juga sudah semakin malam, kami pamit undur diri dulu," pamit ayahnya Daniel dengan tersenyum hangat.
"Baik, Pak, Bu. Terimakasih untuk semuanya," balas Bu Saidah yang merasa terharu. Meskipun Daniel berasal dari keluarga kaya tetapi kedua orang tua Daniel tidak menatap sebelah mata pada Fatiya dan juga Bu Saidah.
Daniel segera menyalami ibunya Fatiya. "Kami pamit dulu, Bu. Assalamu'alaikum," ucap salam Daniel yang segera mengikuti langkah kedua orang tuanya keluar dari rumah sederhana keluarga Fatiya.
☕☕☕
Hari-hari berikutnya, Fatiya lalui dengan hati yang riang. Tak ada lagi keraguan di hati gadis berhijab itu untuk melanjutkan hubungannya dengan sang kekasih ke jenjang pernikahan.
Fatiya pun telah melupakan video yang pernah ditunjukkan Daniel kepada dirinya, yang dikirimkan oleh Santi, teman Fatiya di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮.
Gadis berlesung pipi yang jika tersenyum terlihat sangat manis itu, bersikap biasa saja sama temannya itu. Fatiya sama sekali tak menyimpan dendam, meski Santi telah berusaha menghancurkan hubungannya dengan Daniel.
"San, kita makan, yuk!" ajak Fatiya, usai gadis berhijab itu melaksanakan sholat dhuhur.
"Gue udah makan!" balas Santi dengan ketus.
"Kalau mau makan, ke restonya Pak Adit aja, sana! Ada Pak Angga, Mbak Didi dan tuan muda yang waktu itu lu temani 𝘵𝘦𝘴𝘵 𝘥𝘳𝘪𝘷𝘦! Dia baru aja datang!" lanjut Santi yang masih terdengar ketus.
Fatiya menghela napas panjang. "Ya udah, gue mau makan sendiri," ucap Fatiya yang langsung ngeloyor pergi, tak ingin menanggapi ucapan Santi yang sebenernya iri pada Fatiya.
Hubungan Santi dan Fatiya awalnya sangat baik, bahkan Fatiya yang meminta pada Diandra agar mau menerima Santi bekerja di 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 agar gadis yang selalu memakai baju ketat itu bisa tetap melanjutkan kuliahnya.
Rasa iri Santi pada Fatiya karena gadis berhijab itu lebih di sayang oleh bos pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮, membuat Santi perlahan menjauhi Fatiya.
Apalagi selama ini, diam-diam Santi yang seangkatan dengan Daniel itu menyukai kekasih Fatiya tersebut. Tetapi Daniel malah memilih Fatiya yang merupakan adik tingkatnya di kampus.
"Daniel gimana, sih! Udah gue kasih liat video mesra Fafa sama cowok lain, masih saja melanjutkan hubungannya dengan Fafa! Malah sebentar lagi mereka berdua mau nikah pula!" gerutu Santi setelah Fatiya menjauh.
'Sepertinya, gue harus cari cara lain untuk merebut Daniel dari Fafa,' tekad Santi dalam hati.
Sementara itu, Fatiya yang hendak makan siang, memilih mencari makan siang di warung sederhana yang agak jauh dari 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮. Butuh waktu sekitar lima menit dengan berjalan kaki untuk menuju warung makan tesebut.
Fatiya berjalan seorang diri sambil bersenandung, gadis itu seolah tak perduli meski panas mentari begitu menyengat membakar kulitnya.
Setibanya di warung, Fatiya segera memesan makanan untuk dibungkus. Sebab, warung sangat ramai dan kebanyakan pembelinya adalah kaum adam. Fatiya merasa risih jika harus makan di warung tersebut, tanpa ada teman perempuan.
"Bu, nasi rames satu, dibungkus," pinta Fatiya. "Nasinya jangan banyak-banyak ya, Bu," pesan Fatiya seperti biasanya.
"Enggak makan di sini saja, Mbak Fafa?" tanya ibu pemilik warung, yang memang sudah sangat hafal dengan Fatiya.
Fatiya menggeleng. "Tidak, Bu. Fafa buru-buru," balas Fatiya beralasan.
Setelah mendapatkan pesanan nasi rames serta es teh manis, Fatiya bergegas meninggalkan warung tersebut untuk kembali ke 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮.
"Makan, Mas," tawar Fatiya pada salah seorang teman laki-laki, sesaat setelah Fatiya duduk di bangkunya.
"Iya, Fa. Silahkan, aku udah selesai tadi," balas laki-laki tersebut. "Kok enggak makan di sana, Fa?" lanjutnya bertanya.
"Tidak, Mas. Di sana lagi banyak pengunjung," balas Fatiya.
Fatiya segera membuka makanan yang baru saja dia beli, gadis bermata bulat itu mulai menikmati nasi bungkus tanpa menghiraukan tatapan Santi yang sinis ke arahnya.
'Sialan! Capek-capek gue ikuti karena gue pikir Fafa mau menyusul Mbak Didi dan cowok itu ke resto, tapi Fafa malah ke warung kumuh! Gagal deh, misi gue untuk mengambil video Fafa siang ini sama cowok itu untuk membuat Daniel cemburu!' gerutu Santi.
Gadis itu masih terus berpikir, bagaimana cara untuk merebut Daniel dari Fatiya.
🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dewi Zahra
orang jahat ngak bakalan menang
2023-10-13
1
Ita rahmawati
busuk nih si santi 😏😏
2023-04-20
1
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝘚𝘢𝘯𝘵𝘪 😡😡😡😡😡
2023-03-21
1