"Daniel sangat mencintai lu, Fa. Dia bahkan rela untuk pindah keyakinan demi, lu." Santi yang telah menyesali perbuatannya, mencoba meyakinkan Fatiya agar tidak memutuskan Daniel.
Fatiya menggeleng, gadis itu kemudian memejamkan mata. "Tolong, tinggalin gue sendiri, San," pinta Fatiya, bulir bening menetes tanpa dapat gadis itu bendung, hingga membuat Santi semakin merasa bersalah.
Tak ingin membuat orang sebaik Fatiya semakin kecewa terhadap dirinya, Santi beringsut untuk segera pergi seperti yang diinginkan Fatiya.
"Sekali lagi, gue minta maaf, Fa. Gue pamit," ucap Santi lirih.
Fatiya hanya mengangguk tanpa berani membuka mata karena begitu mata itu terbuka, sudah dipastikan bulir bening akan langsung berjatuhan membasahi pipinya tanpa terkendali.
Santi berjalan dengan tak bersemangat menuju ruangan sang pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 untuk berpamitan. "Selamat pagi, Pak Angga," sapa Santi pada bosnya.
"Hai, pagi, San," balas Angga dengan ramah.
"Ada apa? Silahkan duduk." Angga menunjuk bangku kosong di seberang meja kerjanya.
Santi patuh, gadis itu segera duduk berhadapan dengan sang pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮.
"Katakan, ada apa?" ulang Angga bertanya, tanpa basa-basi.
"Saya mau pamit, Pak Angga. Saya memutuskan untuk berhenti bekerja," ucap Santi dengan perasaan tidak enak.
Santi menyadari, ini adalah keputusan yang berat baginya. Sekian lama dirinya bekerja di sini, sang pemilik tidak pernah sekalipun memarahi Santi ataupun karyawan lain yang melakukan kesalahan.
Santi juga merasa sayang meninggalkan pekerjaan ini karena selain mendapatkan gaji sesuai UMR, Santi dan juga yang lain mendapatkan uang makan plus bonus yang cukup besar.
"Kenapa berhenti? Apa kamu sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik?" tanya Angga yang terselip kekhawatiran atas nasib karyawannya jika di luar sana belum menemukan pekerjaan lain yang menjanjikan.
Santi menggeleng lemah. "Belum, Pak Angga. Saya bermaksud untuk keluar kota," balas Santi.
"Sudah ada tujuan, kemana? Ada teman atau saudara yang diikuti?" cecar Angga yang peduli pada semua karyawan tanpa kecuali.
Santi kembali menggeleng. "Tidak ada, Pak. Saya hanya ingin mencari pengalaman di kota lain," balas Santi.
Angga mengangguk-angguk. "Baiklah jika keputusan kamu sudah bulat, Santi. Jika nanti kamu berubah pikiran, kamu masih bisa kembali lagi kemari," ucap bos pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮 tersebut.
"Silahkan kamu bisa temui Mbak Dian, ambil gaji dan pesangonmu di sana," lanjut Angga seraya mengulurkan tangan untuk menyalami Santi.
Santi menerima uluran tangan Angga dengan gemetar, sebenarnya dia masih belum yakin dengan keputusannya sendiri karena mencari pekerjaan di luar sana juga tidak mudah.
Tetapi Santi tak ingin menghancurkan hubungan Daniel dan Fatiya, dia telah bersalah dan kini sangat menyesalinya. Santi bertekad, memutuskan untuk menjauh agar hubungan Daniel dan Fatiya tetap berlanjut.
"Saya minta maaf, jika selama bekerja di sini banyak melakukan kesalahan," pinta Santi dengan tulus seraya melepaskan jabat tangannya.
Angga mengangguk. "Sama-sama, saya dan istri juga minta maaf," balas Angga.
"Tolong sampaikan salam saya untuk Mbak Didi, Pak Angga," pungkas Santi yang langsung beranjak, yang dibalas Angga dengan anggukan kepala.
"Salam, memangnya kamu mau kemana, San?" tanya Diandra yang baru saja masuk ke ruangan sang suami, wanita cantik itu kemudian menyimpan dua cup kopi beserta camilan yang baru saja dibelinya di cafe resto milik Aditya, di atas meja sofa.
"Eh, Mbak Didi. Saya kira, Mbak Didi enggak ikut kemari tadi," ucap Santi yang menahan langkah, begitu melihat kedatangan nyonya bos.
"Mbak tadi langsung ke kafe sebelah," ucap Diandra. "Kamu mau kemana, San?" ulang Diandra bertanya.
"Santi 𝘳𝘦𝘴𝘪𝘨𝘯," balas Angga yang mewakili Santi.
Santi mengangguk, membenarkan perkataan sang bos.
"Ada apa, San, kok tiba-tiba kamu berhenti bekerja? Apa, sudah mau menikah seperti Fafa?" cecar Diandra.
Santi menggeleng cepat, gadis itu kemudian mengatakan keinginannya yang hendak mencari pengalaman di luar kota.
Diandra mengangguk, mengerti. "Baiklah, San. Mbak hanya bisa ikut mendoakan, semoga di manapun kamu berada, senantiasa dalam lindungan Allah dan diberikan kemudahan dalam segala hal," do'a Diandra dengan tulus.
Santi terharu, netranya sampai berkaca-kaca. "Terimakasih, Mbak Didi,' ucap Santi.
Diandra kemudian memeluk Santi sekilas. " Hati-hati, San. Jaga diri kamu baik-baik," pesan Diandra, sebelum Santi berlalu.
"Iya, Mbak. Terimakasih banyak," balas Santi dengan suara tercekat di tenggorokan.
Gadis itu semakin merasa bersalah karena bukan hanya tidak bisa menjaga diri, tetapi Santi juga telah menarik temannya ke jurang masalah yang telah dia ciptakan karena ambisinya.
Santi bergegas keluar dari ruangan pemilik 𝘴𝘩𝘰𝘸𝘳𝘰𝘰𝘮, sambil menyeka bulir bening yang sempat jatuh di pipi.
Menyisakan Diandra yang menatap sang suami dengan bertanya-tanya.
Angga yang tidak tahu apa-apa, mengedikkan bahu. "Aku juga tidak tahu apa-apa, Sayang. Tiba-tiba saja dia masuk dan kemudian pamit hendak keluar," terang Angga.
"Coba, kamu tanyakan pada Fafa," lanjut Angga yang juga penasaran, kenapa tiba-tiba Santi mengundurkan diri.
"Baik, Kak. Didi temui Fafa dulu," pamit Didi.
"Jangan lama-lama, Sayang. Aku bisa mati berdiri karena menahan rindu," pesan Angga seraya tersenyum, sebelum sang istri berlalu.
"Ish, Kak Angga apaan, sih. Didi 'kan cuma mau turun sebentar doang nyari Fafa," protes Diandra.
"Nih, Didi kasih pengobat rindunya di awal," Diandra mendekati sang suami dan melabuhkan ciuman sekilas namun terasa hangat di bibir suaminya, membuat Angga tersenyum senang.
Diandra kemudian segera berlalu untuk menemui Fatiya, meninggalkan sang suami yang masih meraba bibirnya.
"Istriku dari dulu masih sama, penuh kejutan," gumam Angga seraya tersenyum, mengenang setiap perlakuan sang istri yang nakal terhadap dirinya di ruang kerja yang memiliki sejuta kenangan tersebut.
Sementara Diandra berjalan dengan sedikit tergesa menuju lantai dasar, ibu dua anak itu segera menuju meja Fatiya. Diandra menghentikan langkah, kala melihat dari kejauhan meja Fatiya kosong.
'Kemana, dia?' batin Diandra bertanya. "Apa jangan-jangan Fafa diajak keluar sama ...." Diandra tak meneruskan ucapannya sendiri, wanita yang dimata Angga selalu bersikap centil itu segera naik kembali ke lantai atas.
☕☕☕
Di musholla kecil yang tak jauh dari ruangan Angga, Fatiya tak ingin larut dalam kesedihan setelah mengetahui kebenaran dari Santi.
Gadis yang berniat untuk sholat dhuha itu bangkit dari duduknya dan bergegas menunaikan sholat sunnah di waktu pagi tersebut, setelah sebelumnya Fatiya menghela napas panjang berkali-kali untuk membuat perasaannya sedikit lebih lega.
Fatiya sholat dengan tumakninah. Setelah mengucap salam, Fatiya berdzikir mengagungkan kebesaran asma Allah. Tengah khusyuk berdzikir, air mata Fatiya tiba-tiba kembali menyeruak kala ucapan Santi terngiang di telinganya.
Gadis itu menangis sambil menutup wajah dengan kedua telapak tangan, dia menangis tanpa bersuara hingga membuat bahunya berguncang. Tangis yang membuat dada terasa sesak dan sakit karena Fatiya tak melepaskan suara tangisnya.
Cukup lama Fatiya menangis, sampai dia tidak menyadari kehadiran seseorang di sana yang sudah memperhatikan dirinya sejak tadi.
"Fa, kamu kenapa?" Suara bariton itu membuat Fatiya terkejut dan langsung menyeka air matanya dengan kasar.
Fatiya tidak berani menoleh, mendengar suara yang dikenalnya tersebut.
🍀🍀🍀🍀🍀 tbc 🍀🍀🍀🍀🍀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Dewi Zahra
sabar Fafa
2023-10-13
1
Ita rahmawati
tuan muda kah 🤗🤗
2023-04-20
2
💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕
𝘴𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢 🤔🤔🤔🤔
2023-03-21
1